Cari Blog Ini

Minggu, 28 Agustus 2016

Kunci Rumah Tangga ada pada Istri

Seorang Ayah bercerita pada anak perempuannya:

Suatu hari seorang wanita tua diwawancarai oleh seorang presenter dalam sebuah acara tentang rahasia kebahagiaannya yang tak pernah putus.
Apakah hal itu karena ia pintar memasak? Atau karena ia cantik? Atau karena ia bisa melahirkan banyak anak, ataukah karena apa?

Wanita itu menjawab :
“Sesungguhnya rahasia kabahagiaan suami istri ada di tangan sang istri, tentunya setelah mendapat taufik dari Allah. Seorang istri mampu menjadikan rumahnya laksana surga, juga mampu menjadikannya neraka.

Jangan Anda katakan karena harta !
Sebab betapa banyak istri kaya raya namun ia rusak karenanya, lalu sang suami meninggalkannya.

Jangan pula Anda katakan karena anak-anak !
Bukankah banyak istri yang mampu melahirkan banyak anak hingga sepuluh namun sang suami tak mencintainya, bahkan mungkin menceraikannya.

Dan betapa banyak istri yang pintar memasak. Di antara mereka ada yang mampu memasak hingga seharian tapi meskipun begitu ia sering mengeluhkan tentang perilaku buruk sang suami.”

Maka sang peresenter pun terheran, segera ia berucap:
“Lantas apakah rahasia nya..?”

Wanita itu menjawab:
“Saat suamiku marah dan meledak-ledak, segera aku diam dengan rasa hormat padanya. Aku tundukkan kepalaku dengan penuh rasa maaf.
Tapi janganlah Anda diam yang disertai pandangan mengejek, sebab seorang lelaki sangat cerdas untuk memahami itu.”

“Kenapa Anda tidak keluar dari kamar saja..?” tukas presenter.

Wanita itu segera menjawab:
“Jangan Anda lalukan itu! Sebab suamimu akan menyangka bahwa Anda lari dan tak sudi mendengarkannya. Anda harus diam dan menerima segala yang diucapkannya hingga ia tenang.

Setelah ia tenang, aku katakan padanya;
'Apakah sudah selesai?'
Selanjutnya aku keluar….
Sebab ia pasti lelah dan butuh istirahat setelah melepas ledakan amarahnya.

Aku keluar dan melanjutkan kembali pekerjaan rumahku.”
“Apa yang Anda lakukan?
Apakah Anda menghindar darinya dan tidak berbicara dengannya selama sepekan atau lebih?” tanya presenter penasaran.

Wanita itu menasehati :
“Anda jangan lakukan itu, sebab itu kebiasaan buruk. Itu senjata yang bisa menjadi bumerang buat Anda.
Saat Anda menghindar darinya sepekan sedang ia ingin meminta maaf kepada Anda, maka menghindar darinya akan membuatnya kembali marah.
Bahkan mungkin ia akan jauh lebih murka dari sebelumnya.”

“Lalu apa yang Anda lakukan..?” tanya sang presenter terus mengejar.

Wanita itu menjawab:
“Selang dua jam atau lebih, aku bawakan untuknya segelas jus buah atau secangkir kopi, dan kukatakan padanya, Silakan diminum.
Aku tahu ia pasti membutuhkan hal yang demikian, maka aku berkata-kata padanya seperti tak pernah terjadi sesuatu sebelumnya.”

“Apakah Anda marah padanya..?” ucap presenter dengan muka takjub.

Wanita itu berkata:
“Tidak...
Dan saat itulah suamiku mulai meminta maaf padaku dan ia berkata dengan suara yang lembut.”

“Dan Anda mempercayainya..?” ujar sang presenter.

Wanita itu menjawab :
“Ya. Pasti. Sebab aku percaya dengan diriku dan aku bukan orang bodoh.

Apakah Anda ingin aku mempercayainya saat ia marah lalu tidak mempercayainya saat ia tenang..?”

“Lalu bagaimana dengan harga diri Anda?” potong sang presenter.

“Harga diriku ada pada ridha suamiku dan pada tentramnya hubungan kami.
Dan sejatinya antara #suami #istri sudah tak ada lagi yang namanya harga diri.

Harga diri apa lagi..?!!

Padahal di hadapan suami Anda, Anda telah lepaskan semua pakaian Anda!”

Sumber : Ustadz Fairuz Ahmad

Ketika USMAN BIN AFFAN Mengalahkan Seorang YAHUDI

Ketika USMAN BIN AFFAN Mengalahkan Seorang YAHUDI

DULU, di Madinah, tidak terlalu jauh dari masjid Nabawi, ada sebuah properti sebidang tanah dengan sumur yang tidak pernah kering sepanjang tahun. Sumur itu dikenal dengan nama :Sumur Ruma (The Well of Ruma) karena dimiliki seorang Yahudi bernama Ruma.

Sang Yahudi menjual air kepada penduduk Madinah, dan setiap hari orang antri untuk membeli airnya. Di waktu waktu tertentu sang Yahudi menaikkan seenaknya harga airnya, dan rakyat Medinahpun terpaksa harus tetap membelinya. karena hanya sumur inilah yang tidak pernah kering.

Melihat kenyataan ini, Rasulullah berkata, "kalau ada yang bisa membeli sumur ini, balasannya adalah Surga". Seorang sahabat nabi bernama Usman bin Affan mendekati sang Yahudi. Usman menawarkan untuk membeli sumurnya. Tentu saja Ruma sang Yahudi menolak. Ini adalah bisnisnya, dan ia mendapat banyak uang dari bisnisnya.

Tetapi Usman bukan hanya pebisnis sukses yang kaya raya, tetapi ia juga negosiator ulung. Ia bilang kepada Ruma, "aku akan membeli setengah dari sumur mu dengan harga yang pantas, jadi kita bergantian menjual air, hari ini kamu, besok saya" Melalui negosiasi yang sangat ketat, akhirnya sang Yahudi mau menjual sumurnya senilai 1 juta Dirham dan memberikan hak pemasaran 50% kepada Usman bin Affan.

Apa yang terjadi setelahnya membuat sang Yahudi merasa keki. Ternyata Usman menggratiskan air tersebut kepada semua penduduk Madinah. Pendudukpun mengambil air sepuas puasnya sehingga hari kesokannya mereka tidak perlu lagi membeli air dari Ruma sang Yahudi. Merasa kalah, sang Yahudi akhirnya menyerah, ia meminta sang Usman untuk membeli semua kepemilikan sumur dan tanahnya. Tentu saja Usman harus membayar lagi seharga yang telah disepakati sebelumnya.

Hari ini, sumur tersebut dikenal dengan nama Sumur Usman, atau The Well of Usman. Tanah luas sekitar sumur tersebut menjadi sebuah kebun kurma yang diberi air dari sumur Usman. Kebun kurma tersebut dikelola oleh badan wakaf pemerintah Saudi sampai hari ini. Kurmanya dieksport ke berbagai negara di dunia, hasilnya diberikan untuk yatim piatu, dan pendidikan. Sebagian dikembangkan menjadi hotel dan proyek proyek lainnya, sebagian lagi dimasukkan kembali kepada sebuah rekening tertua di dunia atas nama Usman bin Affan. Hasil kelolaan kebun kurma dan grupnya yang di saat ini menghasilkan 50 juta Riyal pertahun (atau setara 200 Milyar pertahun)

Sang Yahudi tidak akan penah menang. Kenapa?

Karena visinya terlalu dangkal. Ia hanya hidup untuk masa kini, masa ia ada di dunia. Sedangkan visi dari Usman Bin Affan adalah jauh kedepan. Ia berkorban untuk menolong manusia lain yang membutuhkan dan ia menatap sebuah visi besar yang bernama Shadaqatun Jariyah, sedekah berkelanjutan.
Sebuah shadaqah yang tidak pernah berhenti, bahkan pada saat manusia sudah mati.

Masya' Allah
(Toko Buku Muhasabah Hati)

SALAH nya KODOK

SALAH nya KODOK

"Kodoknya nakal ya, udah diam..Jgn nangis nak, nanti kodoknya biar ibu lempar dg batu"...

Barisan kalimat spt itu ato yg sejenisnya sering qt dengar dr mulut ibu2 ato tante2 ketika melihat anaknya jatuh dn menangis. Bahkan smp hari ini saya masih mendengar bibi yg biasanya mengasuh anak saya mengucapkan kalimat itu.

Memang sih, anak saya trus diam. Itu di daerah saya, bagaimana di daerah Anda? Apakah jg spt itu?

Sy penasaran, siapa yg pertama kali mengeluarkan kalimat spt itu ya ? Trus, sebetulnya apa salahnya Kodok, shg dia harus dilempar batu kalo ada anak kecil jatuh dn menangis. Pdahal saya tau betul, anak saya jatuh krn kurang hati2 dlm berjalan shg kesandung batu, ato kayu.

Dlm kesempatan lain sy pernah melihat di kereta api ada anak kecil yg kepalanya kepentok kaca jendela, menangis. Ibunya bilang, "Kacanya nakal ya nak, udah diam, ne Kacanya ibu pukul". Emang apa salahnya kaca bu? Bukannya itu krn si anak kurang hati2 dlm bermain?

Tanpa qt sadari, cara mendidik anak, dn ucapan2 yg qt keluarkan ikut membentuk karakter anak di masa depan. Menyalahkan Kodok, menyalahkan kaca, dsb adl bentuk mencari kambing hitam utk ketidakhati2an ato kecerobohan si anak. Anak yg salah mestinya dikasih tau utk lebih berhati2, bukannya menimpakan kesalahan pd Kodok.

Sy pernah baca buku, jg dpt crita dr teman2 yg pernah tinggal lama di Jepang, orang tua di sana jk melihat anaknya jatuh dn menangis justru akan dimarahi, khususnya anak laki2. Si orang tua akan bilang, "Bangun nak, jgn menangis, laki2 tdk boleh menangis...!" Ato,"Diam nak, jgn menangis, itu tdk sakit, lain kali lebih hati2". Dn ternyata si anak pun diam.

Orang tua di Jepang tdk menyalahkan Kodok, kaca jendela ato yg lain utk mendiamkan anaknya yg menangis. Hal ini membentuk karakter anak2 Jepang setalah dewasa. Dn qt lihat orang2 dewasa di Jepang tdk pernah mencari kambing hitam utk kecerobohan dn kelalaian yg mereka lakukan.

Maka tdk heran jk pejabat2 di Jepang tdk pernah mencari kambing hitam utk kelalaian dn kegagalan di instansi ato departemen yg dia pimpin. Mereka sgt bertanggung jawab dn secara jentel mengakui kegagalan, bersedia minta maaf, bahkan rela mengundurkan diri dr jabatannya.

Pernah di Jepang, Menteri Kehakiman Yanagida mengundurkan diri bulan November 2010 karena merasa bersalah atas komentarnya yang tidak pantas di Parlemen. Bulan Juni 2010, Menteri Jasa Keuangan Kamei mundur akibat proses parlemen yang menurutnya tidak masuk akal. Di tahun 2009, ada sekitar 4 orang menteri yang mengundurkan diri karena berbagai alasan. Mereka mundur karena merasa tidak mampu memimpin Jepang, ataupun tidak sanggup memenuhi janji politiknya.

Menteri Ekonomi, Perdagangan , dan Industri Yoshio Hachiro, mengundurkan diri krn menuai protes masyarakat disebabkan ucapannya dinilai menyinggung masyarakat dan dianggap tidak mempunyai kepekaan terhadap apa yang dirasakan rakyat Jepang. Karena malu, Yoshio mundur.

Ucapan Yoshio yang menyinggung masyarakat itu terjadi ketika ia mengunjungi daerah di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima yang rusak akibat gempa bumi dan tsunami 11 Maret 2011. Ia menyebut Fukushima sebagai “kota mati”.

Perdana Mentri Jepang Naoto Kan jg memutuskan mundur dari jabatannya pada 26 Agustus 2011 akibat krisis Nuklir pasca gempa besar melanda negri itu dan ketidakpuasan publik dengan penanganan pemerintah terhadap krisis itu.

Terkini, Menteri Energi Jepang, Mooto Hayashi, membungkukan punggung selama 20 menit dihadapan wartawan dn masyarakat banyak sbg bentuk permintaan maaf krn listrik padam selama 20 menit.

Itu di Jepang kawan...
Bagaimana di tanah air kita...?

Bpk Menteri yg terhormat tdk perlu membungkuk selama 3 hari 3 malam sbg bentuk permintaan maaf atas kemacetan di BREXIT. Ckup komentar yg positif sbg bentuk simpati dn empati. Syukur2 ada santunan sbgimana yg diberikan kpd ibu2 yg dagangannya disita satpol PP.

Tapi memang beda Jepang beda Indonesia. Pejabat2 di negeri qt terbiasa dididik utk mencari kambing hitam atas kelalaian dn kegagalan.

Sya tdk tahu, ini salah orang tua yg mengasuh qt ato memang benar-benar SALAH NYA KODOK...

#Selamat kembali bekerja kawan, lebaran sdh usai...# ( Arief Yuswandono).

Miskin vs Kemiskinan

Miskin vs Kemiskinan

KEBUMEN - (22/07/2016) Ibnu Abdil Hakam (Sîrah ‘Umar bin Abdul ‘Azîz, hlm. 59) meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat, berkata, “Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang miskin pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan setiap individu rakyat pada waktu itu berkecukupan.” (Al-Qaradhawi, 1995).

Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-102 H/818-820 M) kemakmuran tidak hanya ada di Afrika, tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Bashrah. Abu Ubaid (Al-Amwâl, hlm. 256) mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak saat itu, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata, “Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitul Mal masih terdapat banyak uang.”

Khalifah Umar memerintahkan, “Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya.”
Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, “Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.”

Khalifah memerintahkan lagi, “Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.”
Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, “Saya sudah menikahkan semua yang ingin menikah. Namun, di Baitul Mal masih juga banyak uang.”

Jauh sebelumnya, yaitu pd masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah Umar bin Khathab mampu menggaji guru di Madinah masing-masing 15 dinar (1 dinar=4,25 gr emas). Jika 1 gr emas saat ini seharga Rp 400 ribu, berarti masa itu gaji guru mencapai sekitar Rp 25 juta.

Pada masanya pula, setiap tentara berkuda pernah mendapatkan ghanîmah sebesar 6000 dirham (sekitar Rp 75 juta), dan masing-masing tentara infanteri mendapat bagian sebesar 2000 dirham (sekitar Rp 25 juta). (Ash-Shinnawi, 2006).

Bbrapa hr terakhir ini banyak postingan yg membahas soal kemiskinan. Adanya data yg tdk akurat, bantuan yg tdk tepat sasaran, parameter kemiskinan yg tdk tepat, hingga adanya orang2 yg mengaku2 miskin, ttpi gaya hidupnya kelihatan spt org kaya.

Saat ini Pemda Kebumen jg menjadikan pengentasan kemiskinan sbg program unggulan. Bahkan sy dengar dlm diskusi SIMPUL besok kemiskinan akn dijadikan sbg tema, yaitu "Percepatan penanggulangan kemiskinan di kabupaten Kebumen".

Sbg bahan bagi kawan2, mungkin perlu dilihat scr jernih ttg definisi kemiskinan. Beda antara kemiskinan dg miskin. Miskin adl kata sifat shg disebut orang miskin. Sdgkan kemiskinan adl kata benda abstrak, krn ada imbuhan ke-an, yg berarti perihal miskin, atau keadaan/situasi miskin.

Di dlm literatur Islam, ada istilah faqir dn miskin ; adl suatu kondisi dimana seseorang tdk memiliki harta atau usaha sama sekali, atau memiliki harta dn usaha ttp tdk mencukupi utk memenuhi kebutuhan hidupnya pd tingkat dasar/primer.

Sementara kemiskinan memiliki definisi sendiri. ada kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, ada jg kemiskinan struktural dn kemiskinan kultural. Jika dikaji dari defnisi, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh satu golongan masyarkat karena struktur sosial masyarakat tersebut tidak mampu memanfaatkan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Alfian, Mely G. Tan, Selo Sumardjan, Kemiskinan Struktural Satu Bunga Rampai, 1980, hal 5).

Sedangkan menurut Edi Suharto, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang terjadi bukan dikarenakan ketidakmamuan si miskin untuk bekerja (malas), melainkan karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.

Sedangkan definisi kemiskinan kultural adalah suatu adaptasi atau penyesuaian diri dan sekaligus merupakan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka dalam masyarakat yang berstrata kelas, individualis dan berciri kapitalis. Kultur tersebut mencerminkan satu upaya mengatasi putus asa dan tanpa harapan yang merupakan perwujudan dari kesadaran bahwa mereka merasa musthail dapat meraih sukses dalam kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan masyarakat luas .

Sedangkan Oscar Lewis mendefinisikan kemiskinan budaya sebagai kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti masalas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dan sebagainya.

Pandangan lain mengenai kemiskinan budaya menurut Mudjahirin Thohir adalah ada kaitannya dengan pandangan keliru dalam dimensi keagamaan, yaitu cara pandang jabariyah , di mana keberadaan diri (jatuh miskin) dililihat sebagai takdir bukan karena
belum mengoptimalkan usaha. Dari segi sosial, mereka menjustifikasi diri sebagai orang yang trah wadahnya kecil.

Dari segi budaya, mereka “menikmati kemiskinannya itu”. Suka menghibur diri seperti: “ luwih becik mikul dawet kanti rengeng-rengeng, tinimbang numpak Mercy nanging mbrebes mili ”; atau menyatakan “ donyo kuwi nerakane wong Islam, surgane wong kafir ”. Suatu pensikapan yang berbeda dengan kaum pemenang.

Dr sini nampak kelas bahwa org miskin dn kemiskinan akn selalu ada. Namun berbeda cr menanggulangi nya. Utk membantu org miskin adl dg mencukupi kebutuhan primernya/dasar (sandang, pangan dn papan). Dlm Islam ada syariat ttg zakat, infaq dn sedekah utk penyelesaian scr sosial horizontal. Scr struktural, pemerintah berkewajiban menjamin kehidupan yg kayak utk faqir, miskin, dn anak2 terlantar. Sprt yg dilakukan pada masa kekhilafan Islam di atas.

Sementara kemiskinan berkaitan erat dg kentaldn sistem. Sehingga utk menanggulangi kemiskinan, pemerintah harus melakukan revolusi mental terlebih dahulu pd masyarakat nya. Masyarakat harus diubah pola pikirnya, ditingkatkan etos kerjanya, digali kreatifitasnya dn diperkuat daya juangnya. Ini bs dilakukan dg pelatihan2 soft skill /motivasi yg bersifat mencerahkan.

Yg kedua adl membekali mereka dg ketrampilan dn kecakapan hidup. Kemampuan menggali potensi2 bisnis, kemampuan manajerial, pemasaran dn pengelolaan keuangan yg efektif dn efisien.

Yg ketiga adl memberi akses permodalan yg memadai dn terjangkau bagi masyarakat yg tergerak utk memulai membuka usaha atau ingin mengembangkan usahanya.
Strategi pemasaran dg membuka sentra2 atau ruang publik jg sgt penting, disamping membantu penetrasi pasar hingga luar daerah bahkan luar negeri.

Yg keempat adl membuka sebanyak2nya lapangan kerja dg program2 padat karya dn memperbanyak proyek swa kelola dg mengutamakan tenaga kerja lokal.

Kesimpulannya, pemerintah daerah kabupaten Kebumen perlu merancang satu sistem yg memungkinkan org2 miskin mengubah keadaan hidupnya dg kemampuan nya sendiri. Perlu ada program yg nyata dn efektif utk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Salam Subuh, #KebumenKeren
(Arif Yuswandono, social enterpreneur)

Memimpin adalah Menderita

Memimpin adalah Menderita

KEBUMEN- (8/8/2016) Leiden is Lijden _Memimpin adl Menderita_ Bila ditelusuri, istilah tersebut akan kita temukan dlm karangan Mohammad Roem yg mengisahkan kepemimpinan dan keteladanan Haji Agus Salim. Karangan itu berjudul "Haji Agus Salim, Memimpin Adalah Menderita" (Prisma No. 8, Agustus 1977) mengisahkan dlm percakapannya dg Mohammad Roem dan Haji Agus Salim, Kasman Singodimedjo mengatakan memimpin itu adl jalan yg menderita. Bahasa Belandanya "Een leidersweg is een lijdensweg". Leiden is lijden. Dlm Bahasa Belanda ada dua kata yg berbunyi sama, namun ditulis berbeda: leiden (memimpin) dan lijden (menderita).

Mohammad Roem mengenang Haji Agus Salim sosok yg dikenal pandai tentang agama Islam dan mahir menggunakan berbagai bahasa ini, sebagai potret pemimpin yg mau menderita. Menderita yg dimaksud, hidup serba dipenuhi kekurangan dan keterbatasan secara materi.

Tentang kesederhanaan Agus Salim, Roem mencatat, bahwa rumahnya, seperti rumah perkampungan, sama sekali tidak mencerminkan seorang tokoh terkenal seperti qt bayangkan. Agus Salim sendiri tidak punya tempat tinggal tetap, sehingga ia dan keluarganya hidup berpindah-pindah. Padahal Agus Salim adalah sosok yang menentukan dalam Syarekat Islam, sebuah organisasi politik dan pergerakan yang berpengaruh pada masanya, dan kalangan pemuda-pemuda Muslim Jong Islamieten Bond, suatu perkumpulan elite Muslim terpelajar pada masanya.

Apa makna dari memimpin itu menderita? Pemimpin harus rela berkorban lebih besar ketimbang yg dipimpin. Pemimpin selalu dituntut untuk memiliki tanggung jawab lebih. Pemimpin tidak boleh mengeluh, optimis dan pantang menyerah --termasuk kala sudah powerless sekalipun. Jalan penderitaan yang dimaksud ialah jalan kesederhanaan dan jalan kemanusiaan. Ato jalan pedang spt yg ditempuh Miyamoto Musashi dlm novel Jepang karangan Eiji Yoshikawa.

Manusiawi sekali --bahkan ketika orang banyak menghujatnya dan melupakannya. Pemimpin ialah yang mengamalkan prinsip peribahasa yg sudah cukup populer dikenal di sini, "berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian". Pemimpin ideal adl pemimpin yg berproses dan mengalami fenomena pasang naik dan pasang surut sepanjang sejarah kepemimpinannya. Ia bukan pemimpin yang instan. (M Alfan Alfian, Pelita Hati).

Bahkan sejarah para Nabi pun bukan perjalanan yg jauh dari menderita, terutama ketika mereka memimpin umatnya dan membentuk komunitas ilahiah. Para Nabi bahkan butuh waktu lama dan penuh cobaan untuk mendapatkan pengikut. Lihat Nabi Nuh AS, hampir 1000 th menyeru kpd ketauhidan, namun hanya mendapatkan kurang dr 100 pengikut. Nabi Musa AS yg harus menempuh perjalanan dr Mesir smp Syam dg perilaku ummatnya yg menjengkelkan.

Juga Nabi Muhammad SAW, yg menempuh penderitaan sejak sblm diangkat sbg Nabi dan Rasul. Terlahir sbg anak yatim, usia 6 th ditinggal ibunya, 8 th ditinggal kakeknya, hingga hidup bersama pamannya Abu Thalib smp menikah. Menjalani 13 th fase dakwah di Makkah dg penuh pertentangan. Dimusuhi kerabatnya, diusir dr kampung halaman, diancam hendak dibunuh dan diasingkan di sebuah lembah tanpa makanan dan minuman selama hampir dua tahun.

Memimpin adl Menderita. Kredo Agus Salim itu seperti air jernih yang mengalir dari hulu sungai ketulusan zamannya. Segera terbayang penderitaan Jenderal Soedirman yang memimpin perang gerilya di atas tandu. Setabah gembala ia pun berpesan, ”Jangan biarkan rakyat menderita, biarlah kita (prajurit, pemimpin) yang menderita.”

Zaman sudah terjungkir. Suara-suara kearifan seperti itu terasa asing untuk cuaca sekarang. Kredo pemimpin hari ini, ”Memimpin adalah menikmati”. Menjadi pemimpin berarti berpesta di atas penderitaan rakyat. Demokrasi Indonesia seperti baju yang dipakai terbalik: mendahulukan kepentingan lapis tipis oligarki penguasa-pemodal ketimbang kepentingan rakyat kebanyakan (demos).

Banyak orang berkuasa dengan mental jelata; mereka tak kuasa melayani, hanya bisa dilayani. Bagi pemimpin bermental jelata, dahulukan usaha menaikkan gaji dan tunjangan pejabat; bangun gedung dan ruangan mewah agar wakil rakyat tak berpeluh-kesah; transaksikan alokasi anggaran untuk memperkaya penyelenggara negara dan partai; pertontonkan kemewahan sebagai ukuran kesuksesan; utamakan manipulasi pencitraan, bukan mengelola kenyataan. (Yudi Latif, Makrifat Pagi).

Malu rasanya melihat perilaku pemimpin2 qt saat ini. Bukan kinerja dan pelayanan yg mjd prioritas, tp kemewahan dan pencitraan yg senantiasa mereka pertontonkan. Perilaku busuk dan kotor dg bongkar pasang koalisi mjd hal biasa utk melanggengkan kekuasaan. Tuntutan fasilitas mulai dr kendaraan, perumahan, tunjangan komunikasi dan uang saku mjd hal yg selalu mereka ributkan. Sementara isak tangis rakyat yg kelaparan, masyarakat yg tergusur dan pemuda yg kehilangan pekerjaan hanya dianggap sbg dengungan nyamuk yg menjengkelkan. Menghamburkan uang rakyat atas nama kunjungan kerja dan studi banding tdk lebih hanya sekedar jalan2 tanpa hasil yg berarti.

Jk pemimpin qt saat ini jauh dr jalan penderitaan, maka jgn harap ada keberhasilan. Krn kemajuan dan kesuksesan hanya bisa didapatkan dg kerja keras dan keprihatinan. Contoh lah Amirul Mukminin, Umar bin Khattab yg menolak menikmati makanan yg dikirim Gubernur Mesir, Amr bin Ash kala itu, dg mengatakan,"Kenyangkan dulu rakyatmu, sehingga jk org paling miskin sdh menikmati makanan spt ini baru aku, Amirul Mukminin bersedia memakannya".

Duhai para penguasa bumi Pertiwi, 71 tahun sudah qt merdeka, sdh waktunya qt bangkit dan bersatu mjd bangsa yg besar dan bermartabat, dimana rakyatnya hidup aman dan sejahtera. Semuanya harus dimulai dr perilaku pemimpin yg peduli dan melayani. Yg amanah dan tdk serakah. Yg lemah lembut kpd rakyat nya namun tegas kpd asing penjajah. Yg berani menderita demi kehormatan dan kewibawaan bangsa, bukan yg merendah dan menjilat hanya demi bantuan dan pinjaman. Jayalah Indonesia, sejahtera bangsaku. MERDEKA...!!!

Salam #DamaiIndonesiaKoe (Arif Yuswandono).

Ada Apa dg Umat Islam...???

Ada Apa dg Ummat Islam

Sungguh tragis ummat Muhammad SAW, saat ini. Ketika mereka minoritas di suatu negeri, mereka ditindas dan dianiaya (lihat nasib Muslim di Rohingya, Kashmir, Pattani, Burma dn beberapa negara di Eropa). Ketika mereka mayoritas mereka mjd tertuduh dan disudutkan sbg masyarakat yg intoleran dan radikal (lihat keadaan Muslim di Indonesia, Turki dn negara2 Arab).

Barat seolah2 lupa, ketika Eropa dlm masa kegelapan, dmana masyarakat nya masih jumud dn terbelakang, ummat Islam lah yg mengenalkan peradaban modern yg manusiawi. Ketika kebanyakan org Eropa hidup di kandang2 kambing, ummat Islam lah yg mengenalkan cara bersuci dn cara hidup sehat. Ketika bangsa Eropa tertindas oleh Tiran Kaisar dan Gereja, ummat Islam justru membawa mereka pd kesejajaran, bahwa semua manusia sama dlm pandangan Tuhan.

Ummat Islam lah yg mengenalkan dasar2 ilmu kedokteran dn astronomi pd bangsa Eropa. Ummat Islam lah yg mengajarkan ilmu geometri dan aritmatika. Ummat Islam lah yg membuat bangunan2 megah dg arsitektur hebat di Granada, Andalusia dn Cordoba. Pd saat ilmuwan Eropa tertindas, negeri2 muslim sdg berdiri sekolah, asrama, universitas dan perpustakaan2 yg membebaskan masyarakat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tapi itu dulu.  Skr ummat Islam tdk lebih spt buih di lautan, banyak dan besar tp kosong dan tdk bermanfaat. Dalam sebuah hadits Nabi SAW
mengabarkan bahwa kelak di masa yang akan datang ummat Islam akan berada dalam keadaan yang sedemikian buruknya sehingga diumpamakan sebagai laksana makanan yang diperebutkan oleh sekumpulan pemangsanya.

Lengkapnya hadits tersebut sebagai berikut:
ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳُﻮﺷِﻚُ ﺍﻟْﺄُﻣَﻢُ ﺃَﻥْ ﺗَﺪَﺍﻋَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺪَﺍﻋَﻰ ﺍﻟْﺄَﻛَﻠَﺔُ ﺇِﻟَﻰ ﻗَﺼْﻌَﺘِﻬَﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻗَﺎﺋِﻞٌ ﻭَﻣِﻦْ ﻗِﻠَّﺔٍ ﻧَﺤْﻦُ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻞْ ﺃَﻧْﺘُﻢْ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻛَﺜِﻴﺮٌ ﻭَﻟَﻜِﻨَّﻜُﻢْ ﻏُﺜَﺎﺀٌ ﻛَﻐُﺜَﺎﺀِ ﺍﻟﺴَّﻴْﻞِ ﻭَﻟَﻴَﻨْﺰَﻋَﻦَّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣِﻦْ ﺻُﺪُﻭﺭِ ﻋَﺪُﻭِّﻛُﻢْ ﺍﻟْﻤَﻬَﺎﺑَﺔَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻭَﻟَﻴَﻘْﺬِﻓَﻦَّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮﺑِﻜُﻢْ ﺍﻟْﻮَﻫْﻦَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻗَﺎﺋِﻞٌ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﺎ ﺍﻟْﻮَﻫْﻦُ ﻗَﺎﻝَ ﺣُﺐُّ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻛَﺮَﺍﻫِﻴَﺔُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ

Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung.

Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745).

Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari hadits ini:
Pertama , Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memprediksi bahwa akan tiba suatu masa dimana orang-orang beriman akan menjadi kumpulan manusia yang menjadi rebutan ummat lainnya.

Mereka akan mengalami keadaan yang sedemikian memprihatinkan sehingga diumpamakan seperti suatu porsi makanan yang diperbutkan oleh sekumpulan pemangsa. Artinya, pada masa itu kaum muslimin menjadi bulan-bulanan kaum lainnya. Hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki kemuliaan sebagaimana di masa lalu. Mereka telah diliputi keinaan.

Kedua , pada masa itu muslimin tertipu dengan banyaknya jumlah mereka padahal tidak bermutu. Sahabat menyangka bahwa keadaan hina yang mereka alami disebabkan jumlah mereka yang sedikit, lalu Nabi SAW menyangkal dengan mengatakan bahwa jumlah muslimin pada waktu itu banyak, namun berkualitas rendah.

Hal ini juga dapat berarti bahwa pada masa itu ummat Islam sedemikian peduli dengan kuantitas namun lalai memperhatikan aspek kualitas. Yang penting punya banyak pendukung alias konstituen sambil kurang peduli apakah mereka berkualitas atau tidak. Sehingga kaum muslimin menggunakan tolok ukur mirip kaum kuffar dimana yang banyak pasti mengalahkan yang sedikit. Mereka menjadi gemar menggunakan prinsip the majority rules (mayoritas-lah yang berkuasa) yakni prinsip yang menjiwai falsafah demokrasi modern. Padahal Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa pasukan berjumlah sedikit dapat mengalahkan pasukan musuh yang jumlahnya lebih besar dengan izin Allah.

ﻛَﻢْ ﻣِﻦْ ﻓِﺌَﺔٍ ﻗَﻠِﻴﻠَﺔٍ ﻏَﻠَﺒَﺖْ ﻓِﺌَﺔً ﻛَﺜِﻴﺮَﺓً ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣَﻊَ ﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮِﻳﻦَ
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah ayat 249).

Pada masa dimana muslimin terhina, maka kuantitas mereka yang besar tidak dapat menutupi kelemahan kualitas. Sedemikian rupa sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengumpamakan mereka seperti buih mengapung. Coba perhatikan tabiat buih di tepi pantai. Kita lihat bahwa buih merupakan sesuatu yang paling terlihat, paling indah dan berjumlah sangat banyak saat ombak sedang bergulung. Namun buih pulalah yang paling pertama menghilang saat angin berhembus lalu menghempaskannya ke udara.

Ketiga , Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
mengisyaratkan bahwa jika ummat Islam dalam keadaan terhina, maka salah satu indikator utamanya ialah rasa gentar menghilang di dalam dada musuh menghadapi ummat Islam. Artinya, sesungguhnya Nabi SAW lebih menyukai ummat Islam senantiasa berwibawa sehingga disegani dan ditakuti musuh.

Dewasa ini malah kita melihat bahwa para pemimpin berbagai negeri berpenduduk mayoritas muslim justru memiliki rasa segan dan rasa takut menghadapi para pemimpin kalangan kaum kuffar dunia barat. Alih-alih mengkritisi mereka, bersikap sama tinggi sama rendah saja sudah tidak sanggup. Sehingga yang kita lihat di panggung dunia para pemimpin negeri kaum muslimin menjadi –maaf- pelayan jika tidak bisa dikatakan anjing piaraan pemimpin kaum kuffar. Mereka menjulurkan lidah dengan setia mengikuti kemauan sang majikan kemanapun mereka pergi.

Padahal Allah menggambarkan kaum muslimin sebagai manusia yang paling tinggi derajatnya di tengah manusia lainnya jika mereka sungguh-sungguh beriman kepada Allah.

ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻬِﻨُﻮﺍ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺤَْﻨُﻮﺍ ﻭَﺃَﻧْﺘُﻢُ ﺍﻟْﺄَﻋْﻠَﻮْﻥَ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻣُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139).

Ummatku, bangkit dan bersatulah, "Kalian adl sebaik2 ummat yg dimunculkan utk manusia, memerintahkan kpd yg makruf dan mencegah dr yg mungkar, dan beriman kpd Allah" (TQS. Ali Imron ayat 110).

Salam #DamaiIndonesiaKoe (Arif Yuswandono)