Cari Blog Ini

Senin, 23 April 2018

Ketika Jokowi dan Anies Kunjungi Turki

Beberapa hari ini, ramai diberitakan agenda kunjungan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan ke Turki dan Maroko. Anies mengunjungi Turki menghadiri sebuah konferensi dan mengisi kuliah umum di Universitas Hassan II Casablanca, Maroko.

Ternyata, sebelumnya Presiden Joko Widodo juga pernah berkunjung ke Turki, Juli tahun lalu, 2017. Meski sama-sama mengunjungi negara di perbatasan Asia dan Eropa tersebut, ada perbedaan diantara keduanya. http://islampol.blogspot.in/2018/04/jokowi-kunjungi-makam-ataturk-anies.html?m=1

1. Jokowi berkunjung ke Turki ketika sudah menjabat sebagai presiden, meski pernah menjabat sebagai Gubernur Jakarta.

Sementara Anies Baswedan mengunjungi Turki ketika masih menjabat sebagai Gubernur Jakarta.

2. Jokowi bersama istri, Ibu Iriana mengunjungi makam Kamal Attaturk, menaruh karangan bunga.

Sementara Anies Baswedan mengunjungi makam sahabat Nabi SAW, shalat Jum'at di masjid Ayyub al Anshari bersama Presiden Turki, Tayyip Erdogan, dan mencium janggut Rasulullah Muhammad SAW yang tersimpan dalam sebuah botol.

Sebagai informasi, Kamal Attaturk adalah bapak sekularisme yang menjadikan Turki menjadi negara sekuler. Melarang pemakaian hijab, melarang adzan dan memerintahkan adzan dengan bahasa Turki, dan masih banyak lagi program Attaturk untuk sekularisasi Turki.

Namun di akhir hayatnya, Kemal Pasha Attaturk mengalami nasib yang sangat mengenaskan. Didahului dengan penyakit komplikasi yang menyiksa, jasadnya tidak diterima bumi, hingga ditempatkan di peti yang tanpa dikubur.

Silakan baca lengkapnya di http://kantungdoraemon.blogspot.in/2018/04/kisah-tragis-kematian-kemal-pasha.html?m=1

Sementara Abu Ayyub al Anshari adalah salah satu sahabat Rasulullah Muhammad SAW. Abu Ayyub Al-Anshari merupakan pendiri Istanbul Turki dan juga Masjid Abu Ayyub Al-Anshari.

Abu Ayyub Al-Anshari juga memiliki sejarah besar dalam peradaban Islam. Dalam sejarah perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW, rumah penduduk Kota Madinah yang pertama kali disinggahi oleh Nabi Muhammad SAW adalah rumah Abu Ayyub al-Anshari. Namun dalam perjalanannya, Abu Ayyub al-Anshari memilih hijrah ke Negara Turki dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam. Karena itu beliaulah yang disebut-sebut sebagai pendiri kota Istanbul yang pada saat dinasti Utsmaniyyah, menjadi pusat peradaban Islam.

Abu Ayyub Al-Anshari meninggalkan kota Madinah dengan penuh pengorbanan. Demi melanjutkan misi penyebaran Islam di benua Eropa, pemilik rumah bersejarah ini harus berhadapan dengan kekuatan Eropa yang sangat kuat. Belum lagi saat itu Eropa masih dalam kekuasaan dan pengaruh kaum Nashara. Bahkan sampai saat ini ada sebuah negara bernama Vatikan sebagai pusat kota Nashara dunia yang berada berada di wilayah Italia.

Untuk itulah, demi menambah motivasi juang di medan berat Negara Turki ini, Abu Ayyub al-Anshari membawa kenang-kenangan sepotong kayu yang pernah diinjak oleh kaki Nabi Saw, atau petilasan tapak kaki Rasulullah SAW, yang hingga saat kini tetap rapi disimpan dan ditempelkan pada dinding masjid yang beliau bangun, yaitu Masjid Abu Ayyub al-Anshari.

Anda yang waras tau kan bedanya ?
Beda kelas beda kualitas !
Beda makam beda tujuan beda perhatian !

#2019GantiPresiden
#SelamatkanIndonesia
#saveNKRI

Yogyakarta, 21 April 2018
Arief Luqman El Hakiem

Minggu, 22 April 2018

Jokowi Kunjungi Makam Ataturk, Anies Shalat Jum'at di Masjid Ayyub al Anshari dan Cium Janggut Rasulullah SAW

Sebelum Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkunjung ke Turki, Presiden Joko Widodo juga pernah datang ke sana. Bedanya, jika Jokowi menyempatkan diri ke makam Kemal Ataturk, sedangkan Anies tidak.

Seperti diketahui, Anies melanjutkan kunjungan dari Maroko ke Turki. Dia bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan sempat menunaikan salat Jumat bersama.

“Diawali dengan bertemu dan berbincang dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan, lalu bersama - sama menunaikan salat Jumat di Masjid Ayyub al - Anshari ( Eyup Sultan ). Presiden Erdogan mengajak saya salat persis di sampingnya. Saya berdiri diapit beliau dan Menteri Energi Berat Albayrak di saf terdepan, ”kata Anies dalam akun Instagram - nya seperti Jumat ( 20/ 4 / 2018) malam.

Anies memberi penjelasan tentang masjid tempat mereka salat.

“Masjid ini dinamai dari salah seorang sahabat Rasulullah SAW, yaitu Abu Ayyub al - Ansari ra , yang juga dimakamkan di kompleks yang sama . Masjid ini dibangun tahun 1458, hanya lima tahun sesudah penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad al -Fatih, ”tulis Anies dalam keterangan foto.

Seusai salat Jumat, Anies bersama Erdogan melakukan ziarah dan zikir. Dia berharap momen itu menjadi awal yang baik dalam kunjungannya ke Turki.

“Semoga menjadi awalan yang baik bagi berbagai agenda kunjungan di Turki selama beberapa hari ke depan. Sesudah salat kami lalu ziarah dan dzikir berdampingan bersama selama lebih dari satu jam, ”imbuhnya.

Anies juga bercerita saat mencium sebuah botol bening berisi janggut Nabi Muhammad atau Rasulullah SAW bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Melalui akun Instagram - nya , @ aniesbaswedan, pada Sabtu ( 21/ 4 / 2018 ), Anies bercerita, setelah shalat Jumat bersama di Masjid Ayyub al - Anshari, dia dan Presiden Erdogan masuk ke ruang kecil dekat makam sahabat Rasulullah SAW, yaitu Abu Ayyub al - Anshari, yang berada di kompleks masjid tersebut. Lalu disana keduanya diberiksn botol berisi janggut Rasulullah saw.

Selama di Turki, Anies dijadwalkan memenuhi undangan Wali Kota Istanbul Mevlüt Uysa hingga kunjungan lapangan ke ISKI ( Istanbul Water & amp ; Waste Management ). Dia juga akan melakukan pertemuan dengan Tesisleremiz atau Department of Support Services atau Social Facilities, yaitu dinas atau BUMD Istanbul yang menangani fasilitas sosial atau KUKM. Anies juga dijadwalkan ke KJRI Istanbul untuk bertemu dengan pelajar Indonesia di Turki.

Tahun lalu, tepatnya Juli 2017, Presiden Jokowi pernah melawat ke Turki dan menyempatkan datang ke persemayaman Presiden Pertama Turki Kemal Ataturk di Anitkabir atau yang lebih dikenal sebagai Mausoleum Ataturk.

Presiden Jokowi bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo tiba di Kompleks Mausoleum Ataturk di Ankara, Kamis (6/7), pada sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Presiden Jokowi dikawal oleh pasukan terbaik Turki dalam prosesi peletakan bunga di makam Bapak Pendiri Turki tersebut yang sukses menjadikan Turki sebagai negara sekuler dan meninggalkan nilai - nilai Islam.

Sebelum Jokowi dan Anies, Susilo Bambang Yudhoyono saat masih menjadi presiden juga pernah berkunjung ke Turki. Sama seperti Anies, SBY tak berkunjung ke makam Ataturk.

Semoga hanya persoalan jarak dan waktu yang membuat Jokowi dan Anies memiliki jadwal berbeda terkait tempat yang dikunjungi.

Sumber : ngelmu.com

Senin, 16 April 2018

WASPADA !!! SIAGA !!! Kecurangan Pilpres 2014 Potensial Terulang di 2019

"Akhirnya Ada (Mantan Komisoner KPU) Yang Sadar, Hasil Pilpres 2014 Dicurangi"
By : Bapak Republik @PendiriRepublik

(1). Lha mengenai ini kan sdh lama kami bahas. Perhitungan kami, Prabowo menang. Kok tiba2 yg menang Jokowi ? Kan aneh. Apalagi di Propinsi tertentu hasil pilpres diperlambat pengumumannya. Apalagi di Papua, Jateng dan Jatim terlalu brutal curangnya. Siapa paling bertanggungjawab ? SBY : https://twitter.com/Gemacan70/status/984307739940868097?s=19

(2). Pada tahun 2014 terutama pada saat pilpres dan pengumuman pilpres hampir seluruh rakyat Indonesia mendadak bodoh nasional. Tidak bisa (tdk mau) melihat begitu masifnya pencurangan yg terjadi. Mengapa bisa terjadi ? Hanya penguasa yg bisa mencurangi pilpres secara efektif.

(3). Kilas Balik Pilpres 2014. Tayangan langsung (LIVE) QC Pilpres 2014 baru berjalan 2 jam tiba2 hang. Macet. Sebelum macet trend hasil suara masuk menunjukan keunggulan prabowo. Ketika QC Live sdh dapat ditayangkan lagi, trend suara berubah utk keunggulan Jokowi. Namun...

(4). Namun hasil suara masuk kembali menunjukan keunggulan prabowo .Tak lama, hasil suara semua propinsi kecuali Sumut, Jateng, Jatim dan Papua diumumkan terlambat. Pada saat itu posisi Prabowo sdh unggul 4 juta suara. Posisi terbalik ketika suara Jateng, Papua dan Jatim masuk.

(5). Hasil perhitungan suara Pilpres 2014 dari Propinsi Jawa Tengah tidak konsisten dgn hasil suara Pemilu 2014 yakni 3 bulan sebelum pilpres. Di Jawa Tengah yg adalah basis PDIP, suara PDIP turun dari 31 kursi menjadi 27 kursi. Anehnya suara Jokowi unggul 6.5 juta suara dari Prabowo. pic.twitter.com/wfx0TXMbKZ

(6). Lalu masuk suara Papua. Lebih ajaib dari Jateng. Total penduduk 3.09 juta tapi jumlah pemilih terdaftar 3.2 juta. Mark up 100%. Di Papua Jokowi raih 2 juta suara, Prabowo hny 760 ribu. Papua, Jateng dan Jatim 3 propinsi penyebab prabowo kalah. Dicurangi pic.twitter.com/d5cHNJtZgA

(7). Penelusuran lebih dalam pada hasil suara Jateng, ditemukan modus pencurangan sbb: Di semua kab/kota di Jateng kecuali 3 kab/kota, Suara Jokowi sama di angka 67%, Prabowo 33%. Mustahil bisa terjadi keseragaman hasil suara seperti itu.

(8). Modus berikutnya. Di setiap kecamatan di Jateng ada penambahan pemilih baru yg tdk tercantum di DPT sebanyak 4 - 12 ribu pemilih, semuanya memilih Jokowi. Jateng adalah kampung asal Prabowo juga. Mustahil Prabowo kalah telak di Jateng krn suara Gerindra melonjak naik di pemilu.

(9). Hasil penelusuran kami, terdapat 18 propinsi dgn kecurangan yg signifikan. Paling parah dan dominan ya di Jateng, Jatim dan Papua. Di Jawa Barat juga terjadi kecurangan di mana seharusnya suara Prabowo lebih 14 juta dan Jokowi jauh di bawah 9 juta sbgmn diumumkan KPU. pic.twitter.com/HwlJluHpFB

(10). Kita masih ingat ketika hasil Cikeas Center yg melakukan tabulasi suara sendiri sempat bocor. Hasil Pilpres Cikeas Center PRabowo unggul 54%. SBY buru2 membantah hasil CC yg bocor itu. CC lebih kredibel krn mengerahkan Babinsa se Indonesia utk melaporkan hasil suara seluruh TPS.

(11). Lalu mengapa Prabowo tetap dikalahkan ? Karena Prabowo pantas menerima kekalahan tsb. Timses Prabowo dipenuhi agen ganda, sengkuni, pengkhianat, mata2, para cebongers. Prabowo tdk punya tim khusus yg steril dari agen lawan. twitter.com/Gemacan70/stat…

(12). Gugatan ke MK tak ada gunanya. Pada saat itu semua lembaga terkait termasuk MK sdh terkontaminasi antek aseng asing dan tersandera KPK. KPK diarahkan Samad dan BW menyandera para hakim konstitusi melalui kasus suap Ketua MK Akil Muchtar. Hakim2 MK takut dikriminalisasi KPK.

(13). Saya masih ingat kegeraman Prabowo pada MK. Ketika saya bertemu beliau awal Sept 2014, ucapan pertama keluar dari mulutnya adalah penyesalan dan kecaman ditujukan kepada Hamdan Zoelva dkk. "Anak kyai, tokoh pesantren tapi kelakuannya k$@*;@&$?" Kata Prabowo. Semua sdh dikooptasi.

(14). Prabowo-Hatta habis2an dicurangi. Teman dan sahabat pun mengkhianatinya. Ada bermotif uang, tawaran jabatan dan ada juga krna diancam KPK utk berbuat khianat jika tdk mau jadi tersangka. Yg paling hebat adalah pengkhianatan SBY kepada Prabowo dan besannya sendiri Hatta Rajasa.

(15). Apa pun alasannya kita tdk peduli. Faktanya SBY khianati Prabowo - Hatta di pilpres 2014. Memangnya siapa yg bisa curangi hasil pilpres ? Hnya rezim penguasa. Apalagi curang itu trjadi merata di 18 propinsi. TNI - Polri - Birokrasi -Sumber Daya yg punya kuasa adalah Presiden.

(15). Rakyat Indonesia aja yg lengah kena cipoa presiden SBY yg mengesankan seolah2 mendukung Prabowo-Hatta. Dgn kesan itu, tdk ada pihak mencurigai rezim penguasa telah mencurangi hasil pilpres, merampas hak Prabowo Hatta menjadi pemimpin Bangsa pilihan rakyat Indonesia.

(16). Rakyat aja yg lengah tdk memperhatikan sikap dan perilaku SBY pada saat sebelum dan setelah pilpres. Dugaan korupsi Jokowi di Solo & Jakarta diamankan. Korupsi ahok juga diamankan SBY. Di tengah kecurangan pilpres 2014, tdk ada komentar apapun dari SBY selaku penanggungawab Pilpres.

(17). Pencurangan Pilpres 2014 terencana matang. Diawali dgn sabotase proyek EKTP agar gagal selesai 31 Des 2012 di mana 172 juta rakyat berhak KTP sdh memegang EKTP. 172 juta pemegang EkTP= pemilih pilpres. Kok hanya 172 juta ? Memang 172 juta. Lho kok DPT 2009 = 176 juta ? Hehe

(18). Wawancara Johannes Marliem si agen RRC di sebuah media nasional mengungkap rahasia. "Ada selisih 72 juta keping blanko ektp yg jadi masalah perseteruan antara kontraktor dan Kemendagri". Kemana tuh 72 juta blanko ektpnya ? DPT 2014 jelas mark up belasan juta pemilih siluman.

(19). Pemenang pilpres ditentukan oleh hasil perhitungan suara. Bukan oleh rakyat pemilik suara. Maka kami tdk concern pada pilpres2019 sebelum pencurangan pilpres 2009 dan 2014 dibongkar tuntas. Percuma ngurusin pilpres jika pemilih siluman dan mafia yg menentukan pemenangnya.

(20). Orang baik selalu dianggap bodoh. Begitulah Prabowo Subianto. Bagaimana baiknya Prabowo menyelamatkan SBY dari ancaman pemakzulan melalui pembentukan Pansus Hak Angket anti mafia pajak. Pansus Hak Angket Anti Mafia Pajak oleh DPR gagal karena Fraksi Partai Gerindra menyeberang ke kubu SBY. Utang SBY.

(21). Mungkin SBY hanya 2 tahun menjabat Presiden periode kedua karena dijatuhkan Pansus Mafia Pajak. ARB dkk sdh yakin banget SBY bakal jatuh. Prabowo muncul sbg pahlawan penyelamat. Apa balasannya ? Pengkhianatan. Hak Prabowo jadi Presiden dirampas SBY, dihadiahkan utk Jokowi.

(22). Salah siapa hingga terjadi pengkhianatan SBY pada Prabowo-Hatta di pilpres 2014 ? Ya salah Prabowo Hatta ! Kok mau percaya pada SBY. SBY punya agenda politik sendiri. Diantaranya rencana Jokowi Ahy 2019. Prabowo Hatta gigit jari..

(23). Mau bukti lagi Pengkhianatan SBY ? Tanya langsung ke @Prabowo @hattarajasa dan @ZUL_Hasan. Siapa yg memerintahkan MRC dan zulhasan utk stop dana pemenangan / kampanye Prabowo Hatta ? Puluhan ribu timses terlantarkan, beku, dikejar2 utang oleh supplier dll. Kacau balau. Moddiaarr...

(24). Mau lebih jelas lagi? Tanya mantan Kapolri Sutarman dn mantan Panglima Moeldoko. Apa arahan dan perintah khusus SBY kepada jajaran TNI dan Polri. Siapa tim siluman yg bergerak seantero Indonesia mencurangi pilpres. We know what you did last election !

(25). Kesimpulannya.
Jika kekacauan proyek ektp tdk diusut tuntas, jika kecurangan pilpres 2009 dan 2014 tdk dibongkar, Percuma Prabowo maju capres 2019. Pasti kalah dan dicurangi lagi. Trust me !!

(26). Bayarlah utangmu sebelum ajalmu. Tunggakan Utang Politik Ibu @MegawatiSSP , Pak @SBYudhoyono Pak @Jokowi dan Ahok Kepada Pak @Prabowo Harus Dilunasi Segera" @IreneViena - Chirpstory chirpstory.com/li/377689 lewat @chirpstory

(27). Nanti ketika pribumi sdh jadi budak jajahan, baru nyesal. Baru ngomong, kok dulu ga diingatkan? "Bahaya China Bahaya Nyata Telah dan Akan Terus Mencengkeram Indonesia" by @Ratu_Adil - Chirpstory chirpstory.com/li/388552 lewat @chirpstory.

Bapak Republik @PendiriRepublik
12/04/2018 Jam 19.33 - 21:34 wib.
https://chirpstory.com/li/388738

Dishare oleh Abdul Kholik.

"Reformasi Yang Ternoda" ( Refleksi 20 Tahun Tragedi 1998 )



20 tahun yang lalu, 1998 saya masih duduk di semester 4 Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang lebih dikenal dengan nama Solo. Kota Solo adalah salah satu wilayah yang bergolak dan paling rusuh pada pertengahan 1998, selain Jakarta dan Medan. Pertokoan sepanjang jalan Slamet Riyadi menjadi sasaran amuk massa, pembakaran dan penjarahan. Matahari, Singosaren, Bank BHS, Super Ekonomi Purwosari, Atrium Solobaru dan beberapa obyek vital ludes luluh lantak dilalap si jago merah.

Saya adalah saksi dan pelaku sejarah pergerakan mahasiswa di tahun 1998. Sejak semester satu (1996) saya aktif dalam berbagai diskusi politik dan ideologi serta bergabung dalam banyak organisasi mahasiswa, baik intra maupun ekstra kampus. Perkenalan saya dengan dunia pergerakan dimulai di Mess Al Kindi yang terletak di Kampung Gendingan, RW XVI Jebres, Solo, sebelah timur tembok kampus UNS. Di situ berkumpul senior-senoir aktifis dari berbagai fakultas yang menggembleng saya dengan diskursus peradaban dan pemikiran-pemikiran ideologis.
Di fakultas saya juga aktif dalam kegiatan dan organisasi intra kampus. Semester pertama saya bergabung dengan BPPI (Badan Pengkajian dan Pengamalan Islam) bersama Mas Aji Ismoyo dan teman-teman di bawah bimbingan Mas Bambang Halilintar Kusnadi. Saya juga aktif dalam kegiatan HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Manajamen, hingga kemudian mengantarkan saya menjadi pengurus BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), dulu namanya SEMA (Senat Mahasiswa).
Tahun 1998 saya menjadi Ketua SC (Steering Commite) kegiatan Ospek Fakultas Ekonomi, bersama Tri Doso Dwi H, sebagai ketua OC (Operating Commite) di daerah Deles, Klaten. Saya ingat betul, malam pertama ada sidang pengadilan indisipliner yang dimotori senior saya, Adhitya Wisnu Soemoatmodjo. Di tingkat universitas, saya menjadi perwakilan fakultas yang ikut melahirkan BEM Universitas, sebelumnya tidak ada SEMA atau BEM tingkat universitas. Saya juga sempat menjadi Ketua LDM (Lembaga Dakwah Kampus) dan Ketua FS LDK (Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus) Solo Raya dan Jawa Tengah.
Saya juga aktif dalam kegiatan ekstra kampus, pernah menjadi Ketua KMH (Keluarga Mahasiswa Hidayatullah), menjabat sebagai direktur LDPIS (Lembaga Dakwah dan Pengkajian Islam Strategis) At Tibyan Surakarta, hingga menjadi Ketua FORBES (Forum Bengawan Solo), yang mewadahi semua GMM (Gerakan Mahasiswa Muslim) di Solo Raya, seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Idonesia), PII (Pelajar Islam Indonesia) dan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah).
Di tahun 1998, ada dua kampus besar di Solo yang menjadi tempat aksi demonstrasi mahasiswa, yaitu UNS di Kentingan (Solo Timur) dan UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta) di Pabelan (Solo Barat). Kami para mahasiswa berbeda ideologi dan organisasi, tapi satu misi, yaitu menuntut perubahan sistem ketatanegaraan. Waktu itu, ada SMPR (Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat) yang dimotori oleh Ulin Ni'am Yusron dari Fakultas Pertanian UNS, ada BEM yang dimotori teman-teman tarbiyah Jamaah Nurul Huda UNS, sekarang berafiliasi ke KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Saya dengan teman-teman FS LDK memiliki barisan dan simpatisan sendiri.
Pergolakan 1998 diawali terjadinya krisis moneter 1997, dimana nilai dollar menembus angka Rp 15.000,- waktu itu. Harga-harga kebutuhan pokok mengalami lonjakan, kenaikan harga BBM, TDL dan harga-harga lainnya. Kurs dollar terus mengalami fluktuatif. Di awal 1998, Presiden Soeharto menandatangani MoU (Master of Understanding) dengan IMF (Internasional Monetary Found), dimana Michael Camdessu sebagai perwakilan IMF di Asia Pasifik. Ternyata gelontoran dana dan resep dari IMF tidak mampu memperbaiki keadaaan. Masyarakat menjerit karena tingginya biaya hidup, mahasiswa bergerak protes dan berdemonstrasi.
Sebagai mahasiswa, saya merasakan kenaikan harga fotocopy, buku, dan makan di warung Metal, depan kost saya, Wisma Al Kahfi di Kampung Gendingan. Para mahasiswa bergerak menuntut penurunan harga dan menuduh rezim orde baru sudah bobrok, sehingga menuntut Soeharto turun dari kursi Presiden Republik Indonesia. Gelombang demonstrasi secara intensif dimulai Maret hingga pertengahan Mei 1998. Hari Rabu jadwal demonstrasi di depan kampus UMS, Jumat di bullevard UNS.
Seruan untuk berdemonstrasi dibuat dalam bentuk pamflet yang difotocopy dengan kertas CD, disebar dan ditempel di warung-warung, masjid, fakultas, dan tembok kampus. Waktu itu belum ada grup WhatsApp dan media sosial. Setiap bakda Jum'atan, para mahasiswa dan masyarakat sudah berkumpul di bullevard UNS. Dengan membentangkan spanduk, poster dan yel-yel ; Revolusi Sampai Mati, Turunkan Harga - Turunkan Soeharto, Hapus Dwi Fungsi ABRI, Satu Komando - Satu Tujuan, Rakyat Bersatu Tak Dapat Dikalahkan.
Saya waktu itu sudah rutin mengisi kutbah Jum'at di masjid-masjid sekitar kampus, salah satunya di Masjid Hidayatullah Kampung Gendingan. Saya selalu menyerukan gerakan perubahan dan perbaikan sistem ketatanegaraan secara total, revolusioner (inqilabiyah), tidak hanya tambal sulam secara parsial (islahiyah). Karena saya meyakini penyakit negeri ini bukan hanya masalah rezim dan pemerintahan, namun sudah akut menyeluruh pada sistem pemerintahan dan ketatanegaraan.
Jumat 17 Maret 1998, pertama kali terjadi bentrokan antara mahasiswa dengan aparat di bullevard UNS. Awal hingga pertengahan Mei 1998 demonstrasi mahasiswa makin meluas dan intens, mengarah pada anarkis dan brutal. Pasukan Dalmas (Pengendali Massa) dan PHH (Pasukan Anti Huru Hara) Polri juga makin reperesif. Lemparan batu dan botol air mineral dibalas dengan gas air mata, water cannon hingga tembakan perluru karet. Tidak ada demo tanpa rusuh dan kisruh. Paving block trotoar kampus adalah senjata kami untuk lempar jumroh (istilah kami waktu itu). Beberapa rekan dilarikan ke rumah sakit karena gas air mata dan peluru karet. Bahkan sempat beredar isu, ada korban meninggal dunia.
Kami mulai meningkatkan tensi perlawanan. Aksi teatrikal, pembakaran ban bekas hingga aksi longmarch dari bullevard UNS menuju balaikota dan Bundaran Gladak, di jalan Slamet Riyadi Solo. Tanggal 8 Mei seorang aktifis mahasiswa asal Yogyakarta, Mozes Gatutkaca meinggal dunia karena kekerasan aparat. Tanggal 12 Mei, 6 orang mahasiswa Trisakti tewas dalam aksi demonstrasi di Jakarta. Para mahasiswa dan masyarakat sudah mulai menduduki Gedung DPR / MPR di Senayan, Jakarta.
Di luar jadwal biasaya, kami mengadakan aksi pada hari Kamis 14 Mei di depan UMS Pabelan, sebagai solidaritas atas kematian Mozes dan 6 mahasiswa Trisakti. Demonstrasi berlanjung panas sejak awal, mulai ada aksi lempar batu, dibalas tembakan gas air mata oleh aparat. Mahasiswa mundur ke arah utara dan ke dalam kampus UMS. Perwakilan mahasiswa yang hendak bernegosiasi tertingal dan menjadi korban keganasan aparat. Aksi saling lempar batu dan kepulan gas air mata membubung.
Entah kelompok massa dari mana, sepanjang jalan Slamet Riyadi terjadi aksi pembakaran. Showroom mobil Timor, Bimantara, KFC, BCA, Danamon, Super Ekonomi Purwosari, hingga Bank-bank di jalan Urip Soemoharjo menjadi sasaran amuk massa dan pembakaran. Aksi pembakaran dan penjarahan meluas sampai Nusukan, Gading, Tipes, Jebres, Solobaru. Praktis seantero Solo terjadi kerusuhan dan pembakaran. Mobil dan sepeda motor bergilampangan di jalan raya, habis dilalap si jago merah.
Jumat, 15 Mei sebuah gudang ban di depan Kampus UNS juga dibakar massa, api dan asap hitam membubung ke langit. Dua malam itu Solo begitu mencekam, seperti kota mati. Hampir semua keluarga mahasiswa menelepon menanyakan keadaan kami di Solo. Tanggal 21 Mei Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri, dan digantikan oleh Prof. Ing. BJ. Habibie, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden. Era baru dimulai, beberapa orang menyebut sebagai era reformasi.
Kini, 20 tahun berlalu. para aktifis dan sahabat yang sama-berjuang, berdemonstrasi waktu itu, sudah memilih dan meniti takdirnya masing-masing. Fahri Hamzah sebagai pentolan KAMMI menjadi politisi PKS. Adian Napitulu dan Budiman Sudjatmiko memilih bergabung dengan PDIP. Ulin Ni'am Yusron sempat terlihat bergabung dalam tim relawan Joko Widodo.
Saya dengan beberapa rekan memilih menjadi pengajar, pendidik yang aktif mengajar, mengisi training dan seminar, sesekali menulis dengan tetap berada di luar pemerintahan. Saya memilih jalan menjadi pengawas yang tidak pernah lengah, pada saat beberapa teman sudah asyik dengan jabatan dan glamournya dunia hingga melupakan tuntutan perjuangan 20 tahun yang lalu.
Biarlah, semua orang memilih jalan hidup dan menjalani takdirnya masing-masing...
Saya tetap meyakini, perjuangan belum usai. Apa yang kita tuntut 20 tahun yang lalu masih jauh dari harapan. 5 Presiden memimpin silih berganti, namun keadilan dan kesejahteraan rakyat masih menjadi mimpi.





Wahai para pejabat dan wakil rakyat, yang dulu pernah bersama-sama berteriak di jalanan... 





Kalian masih berhutang pada kami, tetesan keringat, air mata dan darah yang tertumpah adalah mahar yang harus dibayar untuk posisi Anda saat ini...





Jangan pernah lupakan itu, kawan...!

Sekali Berarti, Habis itu Mati ... !!!
Salam Revolusi Sampai Mati

Yogyakarta, 16 April 2018

Arief Luqman El Hakiem






















10 "Dosa Besar" Rocky Gerung sehingga Layak "Di-Kurung"



Di media sosial dan beredar di grup-grup WhatsApp adanya tekanan kepada penegak hukum agar secepatnya mentersangkakan Prof. Rocky Gerung. Sebetulnya sudah lama beredar kabar bahwa RG dilaporkan ke polisi atas pernyataan-pernyataannya yang secara fulgar mengkritik pemerintah dan Presiden Joko Widodo.


Jika kita cermati secara seksama, kasus yang terakhir muncul, yaitu kontroversi kata fiksi dalam kaitannya dengan kitab suci hanyalah trigger dari tumpukan dendam yang mendalam pada RG. Karena jejak digital mengungkap bahwa jauh sebelumnya juga ada pihak yang menyebut bahwa kitab suci adalah fiksi yang diyakini. Bahkan orang itu lebih ngawur menyebut bahwa dia hanya dongeng.

Kelompok yang melaporkan RG juga tidak ada track record pembelaan terhadap isu agama, sehingga wajar jika muncul kesan bahwa mereka tidak betul-betul membela agama (kitab suci), tapi ada dendam lain yang melatarbelakangi.

RG memang bukan pendukung Jokowi namun juga tidak bisa disebut pendukung Prabowo, dia berada pada posisi unik yang mengajak masyarakat untuk berpolitik secara sehat, politik nalar dan logis, etis dan beradab. RG tidak punya beban dan tendensi, sehingga ucapannya bebas dan lepas, terkesan fulgar. Pilihan kata dan diksinya sangat cermat, mencerahkan, sulit dibantah dan dilawan, tapi mengandung humor cerdas dan berkelas.

Paling tidak ada 10 "Dosa" Ucapan RG yang membuat merah telinga (para pendukung) Jokowi, sehingga RG layak dimejahijaukan.

1. Pembuat Hoax Terbaik adalah Penguasa

Ucapan ini keluar dan ditonton jutaan mata masyarakat Indonesia. Namun masuk akal, karena penguasa memiliki segala sarana dan prasarana untuk membuat berita bohong.

2. Cebong itu kelompok ber-IQ 200 tapi satu kolam digabung

Jelas ini ucapan yang sangat merendahkan dan menusuk tulang hingga ulu hati. jadi viral dan bahan ejekan.

3. Jokowi tidak punya Kapasitas dan Kosakatanya Terbatas

Ini disampaikan RG ketika mengomentari pidato dan pernyataan Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan.

4. Elektabilitas Jokowi Mangkrak

Ini disampaikan oleh RG ketika mengomentari hasil survey kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Tentu pernyataan ini sangat menyakitkan dan merugikan kelompok pendukung Jokowi.

(Yang berikutnya adalah terhangat yang RG sampikan dalam tayangan ILC tvOne, Selasa 10 April 2018.)

5. Reaksi presiden adalah palsu, dan pasti palsu karena dia bereaksi terhadap pidato, jadi presiden tidak berpidato.

6. Orang yang berekasi terlalu keras pada hal yang fiksi berarti mengalami instabilitas psikhis (keiawaan). Publik pasti tahu siapa yang dimaksud.

7. Secara estetika yang mengendarai Chopper berat badannya minimal 90 kg, karena untuk keseimbangan. Publik juga tahu siapa yang dimaksud.

8. Mematahkan, mempecundangi dan menelanjangi secara khsusu kepada pendukung Jokowi, Akbar Faisal dari Nasdem dengan ucapan tidak perlu percaya dan mendengar setumpuk data yang dipaparkan. Lebih menusuk lagi ucapan bahwa orang yang suka menggunakan slide Powe Poin, karena dia tidak punya Power dan tidak punya Poin. Bahkan RG permalukan AF dengan menyebut bahwa kompilasi adalah kata paling buruk dalam metodologi. Ketika tampilan infografis dari hasil kompilasi berarti ada info yang disembunyikan.

9. Membuka fakta yang selama ini terlewat bahwa pemerintahan Jokowi-JK tidak mengagendakan HAM dan isu Lingkungan Hidup sebagai prioritas. Ini sangat sensitif, dan bisa jadi menyadarkan publik yang selama ini mendukung dan mencari suaka di istana, untuk berbalik dukungan, khususnya di kalangan civil society.

10. Perilaku kaosphobia dan pemburu hastag #2019GantiPresiden adalah Pemburu yang Dungu. Ucapan ini sangat menusuk dan publik tahu siapa yang dimaksud.

Itulah 10 "Dosa Besar" Prof. Rocky Gerung sehingga ia layak ditersangkakan dan dimejahijaukan. Kalau masalah fiksi dan kitab suci, itu mah apa atuh...

Silakan baca juga http://islampol.blogspot.co.id/…/4-tahun-penuh-kebencian.ht… dan http://islampol.blogspot.co.id/…/ilc-edisi-selasa-1042018-k…

Yogyakarta, 15 April 2018
Arief Luqman El Hakiem

Minggu, 15 April 2018

Politik Akal Sehat vs Politik Akal Sesat



Fenomena Rocky Gerung dengan segala kontroversinya membuka kesadaran kita akan hilangnya politik akal sehat di negeri ini. Bergeser pada politik akal sesat yang pragmatis dan yang melahirkan politisi oportunis. Politisi oportunis dengan sendirinya membentuk masyarakat yang skeptis dan apatis. Polemik atas apa yang disampaikan oleh Prof. Rocky Gerung di acara ILC (Indonesia Lawyers Club) tvOne, Selasa (10/4/2018) menjadi bukti kemunduran bangsa ini dalam bidang ilmu pengetahuan dan diskursus politik ideologis.

Sebagai bangsa, ternyata selama ini kita sudah terlalu jauh bergeser dari diskusi substantif dan ideologis menjadi perdebatan aksesoris yang jauh dari inti persoalan. Saya sependapat dengan pernyataan Haris Azhar, Direktur LOKATARU, (sebuah kantor hukum dan hak asasi manusia), bahwa bangsa Indonesia, terutama para elitnya lebih banyak berdebat hal-hal yang tidak substansial, melupakan persoalan-persoalan prinsip dan mendasar yang dialami bangsa Indonesia.

Elit politik negeri ini terjebak pada upaya sebatas mempertahankan dan menggantikan kekuasaan, sementara nasib rakyat terabaikan. Kelompok oposisi dan yang punya posisi sama saja perilakunya. Oposisi mengeksploitasi isu-isu kemiskinan, pengangguran dan keterbelakangan bukan secara tulus karena peduli pada penderitaan rakyat tapi lebih untuk menghantam pemerintah. Sementara rezim yang berkuasa juga lupa akan janji dan sumpahnya. Apa yang ditampilkan jauh dari harapan, bukan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat, tapi lebih banyak kegiatan pencitraan.

Perilaku politisi yang oportunis menghasilkan pola pikir masyarakat yang skeptis. Masyarakat tidak lagi memandang dan mempertimbangkan platform politik yang tercermin dari visi misi para calon pemimpin (calon legislatif), namun terhipnotis oleh gaya pencitraan, popularitas dan angpao yang mereka bagikan pada saat pencalonan. Kondisi ini melahirkan biaya politik yang tinggi, ujungnya adalah praktek korupsi dan upaya pengembalian modal politik. Banyaknya kepala daerah dan politisi yang menjadi tahanan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan turunnya kepercayaan (trust) masyarakat pada lembaga politik dan pemerintahan adalah akhir dari hancurnya politik nalar negeri ini.

Bergesernya perilaku bangsa ini dari praktek politik akal sehat ke politik akal sesat ditunjukkan oleh mereka yang berada di dalam pemerintahan maupun yang di luar pemerintahan. Kedua kelompok ini sama saja, baik yang sebagai opoisi maupun yang sedang punya posisi. Namun, pemerintah sebagai pihak yang memegang kewenangan dan kekuasaan nampak melakukan pembiaran dan tidak ada upaya untuk membangun praktek politik yang lebih baik dan sehat. Bahkan di semua level kekuasaan dan kelompok yang berafiliasi pada pemerintah justru memberi contoh buruk dalam berpolitik.

1. Perilaku Presiden Rasa Capres

Model komunikasi presiden dan tim konsultan politiknya menampilkan gaya komunikasi yang buruk dan dangkal. Kegiatan yang diberitakan dan di-viral-kan justru bukan pada hal-hal yang substantif sebagai pejabat tinggi negara, namun hal-hal sepele yang jauh dari tanggung jawabnya sebagai kepala pemerintahan. Lihat saja foto-foto blusukan Presiden Joko Widodo yang tidak penting, turun ke sawah, bergaya di kapal tempur, touring naik motor ala Chopper Land, berlatih tinju, panahan hingga menonton film di bioskop.

Kegiatan-kegiatan tersebut yang selalu digunakan sebagai alat pencitraan dan meninabobokan masyarakat. Namun upaya pemenuhan janji-janji selama kampanye yang terangkum dalam Nawa Cita justru tidak di-ekspose. Yang ditangkap publik justru sebaliknya. Pengingkaran terhadap janji dan tanggung jawab kepemimpinan, seperti impor beras, garam, gula dan bahan pokok lainnya. Kebijakan yang mempermudah masuknya tenaga kerja asing, pada saat yang sama pengangguran di dalam negeri masih tinggi. Pencabutan subsudi, kenaikan harga BBM, TDL, agresifitas pajak hingga ketidakberesan klaim BPJS justru dilakukan secara diam-diam.

Presiden melupakan amanat penderitaan rakyat, penuntasan kasus HAM (Hak Asasi Manusia), dan penanganan isu-isu ligkungan yang menjadi semangat lahirnya era reformasi. Presiden lebih asyik mengurusi elektabilitas dan popularitas dengan keiatan-kegiatan yang tidak substantif. Kegiatan yang pantas dilakukan seorang calon presiden bukan presiden yag sedang menjabat.

2. Penegakkan Hukum Terkesan Tebang Pilih

Tidak terbuktinya kelompok Saracen sebagai penyebar hoax, isu SARA dan ujaran kebencian dalam persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat (6/4) adalah salah satu bukti betapa penegakkan hukum di Indonesia dipertanyakan profesionalitas dan netralitasnya. Kesan bahwa aparat penegak hukum begitu sigap menindak kelompok yang berseberangan atau tidak sejalan dengan pemerintah, namun lambat menangani kasus yang melibatkan kelompok yang pro pemerintah, tidak dapat dipungkiri.

Publik menunggu penyelesaian kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan yang sudah setahun berlalu tanpa titik terang. Perkembangan pembacokan terhadap ahli IT ITB, Hermansyah juga tidak jelas, tidak ada kabar beritanya. Kasus ujaran kebencian oleh politisi Nasdem, Viktor Laiskodat juga tidak ada kemajuan. Kemudian penanganan kasus kelompok yang menamakan diri Family MCA juga tidak ada beritanya, padahal sudah terlanjur bekembang opini bahwa MCA identik dengan muslim.

Berbeda ketika aparat penegak hukum menangani kasus yang menimpa pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah. Sigap dan cepat. Kita lihat saja penanganan kasus ustadz Alfian Tanjung, Jonru dan beberapa orang yang dituduh makar. Beberapa orang seperti Ustadz Mohammad Al Khattath, Sri Bintang Pamungkas, Kivlan Zein yang sudah diamankan, namun akhirnya tidak terbukti melakukan tindakan makar.

Begitu pula penanganan korupsi oleh KPK, terkesan hanya menyasar pihak-pihak yang "direstui" oleh pemerintah. Kasus Century, BLBI, Condensat, Pelindo, RS Sumber Waras, Reklamasi hingga sekarang mangkrak dan mengendap. KPK sibuk dan asyik dengan kasus-kesus kecil dan OTT yang secara pemberitaan lebih spektakuler.

Pada akhirnya muncul kesan kuat bahwa aparat penegak hukum tidak lagi menjadi lembaga yang memberi keadilan kepada masyarakat, namun menjadi bagian dan alat kekuasaan untuk membungkam lawan-lawan politiknya.

3. Menteri-menteri "Dungu" dan Inkoordinatif

Beberapa perilaku dan statemen menteri pada Kabinet Kerja Jokowi juga menunjukkan terpaparnya politik akal sesat. Ucapan dan jawaban beberapa menteri ketika menyikapi suatu kondisi dan protes masyarakat memperlihatkan "kedunguan" dan kedangkalan berpikir.

Kita lihat saja ketika ramai adanya cacing parasit di dalam kaleng ikan sarden. Menteri Kesehatan bukannya melakukan investigasi dan tindakan, tapi justru berkomentar bahwa,"Cacing dalam ikan sarden bagus karena bergizi dan mengandung protein". Tentu saja publik yang usil akan bertanya, "Sudahkah Ibu Menteri makan cacing hari ini?" Atau beranikah Ibu Menteri memakan ikan sarden yang ada cacingnya di hadapan masyarakat luas?

Pernah juga Menteri Pertanian menyarankan masyarakat makan keong sawah ketika mengomentari mahalnya harga daging. Menko PMK, Puan Maharani, malah pernah meminta masyarakat miskin untuk diet dan mengurangi makan ketika mengomentari mahalnya harga beras. Bahkan ada Menteri rasa perdana menteri, dimana ia mengurusi segala hal, dari darat, laut, udara hingga perumahan. Bahkan ia melakukan lobi-lobi politik dan bertindak seperti juru bicara istana yang mengomentari semua persoalan.

Perilaku dan statemen beberapa menteri nampak kurang kordinasi, dimana presiden Jokowi seolah-olah tidak mampu menjadi leader yang mampu me-manage para pembantunya untuk menghasilkan aransemen pelayanan yang indah bagi rakyat.

4. Politisi dan Kelompok Pendukung Pemerintah yang Brutal dan Ugal-ugalan

Praktek politik sesat ini juga ditunjukkan oleh politisi dan kelompok masyarakat pendukung pemerintah, atau tepatnya pendukung Jokowi. Ucapan Politisi Partai Nasdem, Viktor Laiskodat yang menuduh beberapa partai sebagai kelompok ekstrimis dan intoleran, hingga seruan untuk membunuh sebelum dibunuh, adalah ucapan barbar dan brutal. Meski diucapkan dalam forum internal, namun seruan ini jelas memprovokasi dan menimbulkan ketegangan antar partai politik.

Relawan dan kelompok pro Jokowi yang beroperasi di medsos bahkan lebih brutal lagi. Tidak jarang mereka melempar fitnah dan menyebar berita hoax untuk menghantam lawan-lawan politik Jokowi. Para buzzer akan segera mem-bully dan mencaci maki suara-suara kritis atau siapapun akun medsos yang tidak mendukung Jokowi. Jarang sekali mereka berdebat secara sehat ke persoalan yang sedang dibahas, seringnya mereka akan berkomentar yang jauh menyimpang, tidak nyambung dan dengan bahasa yang kasar.

Kaum intelek sekelas profesor pun pada akhirnya terperosok dalam perdebatan dangkal yang justru menjatuhkan kehormatan kedudukan mereka. Para buzzer ini tidak peduli, apakah yang bicara profesor atau ulama, akan tetap dihajar ketika tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah.

Fenomena paling "ajaib" adalah bergabungnya kelompok civil society pada kubu Jokowi dengan mencari suaka di istana. Jelas-jelas banyak sekali kebijakan pemerintahan Jokowi yang tidak pro rakyat, tidak mengagendakan penuntasan HAM dan isu lingkungan hidup dalam program kerjanya. Namun beberapa aktifis justru nampak enjoy duduk bersama dalam satu barisan dengan tokoh yang selama ini dianggap pelanggar HAM, seperti Wiranto, AM. Hendro Priyono dan Luhut Binsar Pandjaitan.

Nah, perilaku politik akal sesat inilah yang selama 4 tahun terakhir ini berkembang di negeri ini. Sekali lagi, sama saja apakah mereka yang sebagai oposisi atau mereka yang punya posisi. Berhenti pada perdebatan yang tidak substantif, yang menyangkut hajat hidup masyarakat, dengan mengabaikan masalah-masalah prinsip yang ada di depan mata, yaitu amanat penderitaan rakyat.

Yogyakarta, 15 April 2018
Arief Luqman El Hakiem


Jumat, 13 April 2018

4 Tahun Penuh Kebencian



Fenomena paling menonjol 4 tahun terakhir ini adalah tumbuh suburnya kebencian di kalangan anak bangsa. Saling bully, caci maki dan saling fitnah menjadi makanan sehari-hari ketika kita membuka media sosial. Pegiat medsos yang kita kenal sebagai netizens terpecah menjadi dua kubu, pro pemerintah dan anti pemerintah, atau tepatnya pro-Jokowi dan pro-Prabowo. Seolah-olah urusan bangsa ini hanya menyangkut keduanya.
Kedua kubu ini sama saja, seringkali menyebar hoax, ujaran kebencian dan konten provokatif. Hanya saja, negara, dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang amanah yang memiliki kewenangan, dengan segala perangkat infrastruktur dan anggaran, menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas kondisi ini. Kesan bahwa pemerintah menerapkan standar ganda dalam penanganan hoax memang tidak bisa dipungkiri. Politik adu domba antar netizens juga nampak sekali dilakukan oleh pemerintah, yaitu ketika beberapa kelompok netizens (selebriti medsos pro-Jokowi) diundang ke istana.
Beberap kalimat dan ungkapan yang sering dilontarkan netizens pro-Jokowi kemudian menjadi trend dan nampak seragam, kesan terencana dan terorganisir jelas sekali disini. Mari kita lihat diantaranya (baca juga : http://islampol.blogspot.co.id/…/hoax-medsos-dan-konflik-so… ),
1. Pindah dari Indonesia
Setiap ada kritikan dan ketidaksepahaman dengan kebijakan pemerintah seringkali dijawab dengan, "Kalau tidak setuju silakan keluar dari Indonesia". Bukankah pengkritik dan yang berbeda pandangan sama-sama anak bangsa yang lahir, besar dan hidup di Bumi Pertiwi. Mengapa setiap kritikan selalu disuruh keluar dari negeri ini ?
2. Nyinyir dan Gagal Move On
Pilpres sudah lama berlalu, namun setiap kritikan dan ketidaksepahaman kepada pemerintah selalu dianggap gagal move on. Siapa sejatinya yang gagal move on ? Sejak era orde lama, orde baru, orde reformasi dan masa pemerintahan SBY, kritikan atas kebijakan pemerintah adalah hal yang biasa, tidak perlu dikaitkan dengan pilpres. Kenapa 3 tahun ini ini setiap kritikan logis selalu dianggap nyinyir dan gagal move on ?
3. Dituduh Pendukung Prabowo
Ini adalah tanggapan yang paling sering kita jumpai. Setiap pengkritik dan yang berbeda pandangan dengan pemerintah selalu ditiduh sebagai pendukung Prabowo, lantas dibawa-bawa pribadi Prabowo. Sempit dan dangkal sekali, kritikan tidak dijawab secara substantif, tapi melebar membahas hal lain yang ga nyambung. Kritikan atas kebijakan pemerintah seperti pencabutan subsidi, kenaikan harga BBM dan TDL, impor beras dan garam, tidak ada hubungannya dengan Prabowo.
4. Membandingkan Prabowo dan Jokowi, Apa Prestasi Prabowo ?
Membandingkan Prabowo dengan Jokowi jelas tidak apple to apple, Jokowi sebagai Presiden, Prabowo adalah rakyat biasa. Kalau mau membandingkan prestasi keduanya maka Prabowo harus jadi presiden dulu, maka akan fair, sama-sama pernah menjadi presiden, baru dibandingkan keduanya selama menjabat. Prabowo adalah seorang tentara, tentu catatan prestasinya bisa dilihat selama karir militernya.
5. Selalu ditanya, "Apa kontribusi dan yang telah dilakukan untuk negara?"
Ini adalah pertanyaan yang aneh, setiap pengkritik selalu ditanggapi dengan pertanyaan, "Apa yang telah dilakukan untuk negara ini?". Tentu saja kontribusi kita semua pada negeri ini sesuai dengan kapasitas dan profesi masing-masing. Mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat juga bagian dari kontribusi buat negeri ini. Bukannya dibahas substansi persoalannya, malah menyimpang kemana-mana.
6. Diserang secara pribadi dan di-bully ramai-ramai
Biasanya ketika sudah mentok diskusi, para netizens pro-Jokowi akan menyerang pengkritik secara pribadi dengan tuduhan yang tidak pantas, di-bully secara keroyokan, kemudian dibuat meme penghinaan.
7. Menimpakan kesalahan kepada pemerintah sebelumnya
Ini juga fenomena baru. Setiap kesalahan dan kekeliruan selalu ditimpakan kepada pemerintahan sebelumnya, baik pada masa orde baru maupun masa SBY. Sementara keberhasilan pembangunan yang notabene sebagai kelanjutan dari pemerintaan sebelumnya selalu diklaim sebagai prestasi era Jokowi. Tidak jarang mereka tampilkan data dan foto yang dikemudian hari tercyduk sebagai hoax.
Nah, perdebatan dan perseteruan netizens pro-Jokowi dan anti-Jokowi ini menghiasi beranda medsos 3 tahun terakhir ini. Situasi seperti ini harus diantisipasi dan dihentikan, sejatinya kelompok yang pro maupun kontra adalah sesama anak bangsa, yang lahir dan besar di rahim Ibu Pertiwi.
Harus ada kesadaran bersama bahwa permusuhan ini tidak berdampak apapun kecuali tumbuh suburnya kebencian, dan mengutungkan pihak asing penjajah yang tidak senang dengan kedamaian Indonesia. Siapapun presidennya, adalah pemimpin kita, apapun hasil pembangunannya, itu yang akan kita nikmati bersama.
Lantas, kenapa energi anak bangsa ini tidak kita gunakan untuk memajukan negeri, mensejahterakan masyarakat dan mengejar ketertinggalan IPTEK ?

Salam GERAX - Gerakan Anti Hoax
Yogyakarta, 6 April 2019
Arief Luqman El Hakiem

Rabu, 11 April 2018

ILC Edisi Selasa (10/4/2018) : Kedangkalan Berpikir Para Pendukung Jokowi

Prof. Rocky Gerung

Menarik untuk dibahas tayangan ILC (Indonesia Lawyers Club) tvOne edisi Selasa (10/4/2018) yang mengambil judul Prabowo Jokowi Berbalas Pantun. Dalam acara yang dipandu oleh wartawan senior, Karni Ilyas, menunjukkan betapa terbatas kapasitas dan kualitas para pendukung Jokowi, seperti Akbar Faisal (Nasdem), Arya Bima (PDI-P) dan Dwi Ria Latifa (PDI-P). Paparan dan sanggahan mereka selama acara ILC berlangsung justru menunjukkan kedangkalan berpikir dan lemahnya argumentasi para pendukung Jokowi.


Adalah Prof. Rocky Gerung, Peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (PPPD) sekaligus Dosen Universitas Indonesia yang membuat ketiga pendukung Jokowi tersebut nampak gagap dan kalah kualitas. Rocky Gerung selalu memberikan pencerahan dan membuka cakrawala berpikir kepada masyarakat Indonesia dalam setiap tayangan ILC maupun ceramah-ceramahnya di acara lain.

Fiksi vs Fakta

Pertama, perdebatan seputar fiksi dan fakta yang ramai di media sosial akibat pidato Prabowo Subianto yang menjadikan buku Ghost Fleet karya PW. Singer dan August Cole, sebagai salah satu referensi. Apa yang disampaikan oleh Rocky Gerung membuka nalar kita, bahwa telah terjadi distorsi terhadap definisi dari kata "fiksi", dimana kata fiksi saat ini di-bully dan dianggap negatif akibat masuk dalam ranah disksui politik. Padahal fiksi adalah baik dan positif.

Kejernihan cara berpikir Rocky Gerung teruji ketika dia menjelaskan arti kata fiksi, perbedaan fiksi dan fakta, termasuk kata fiktif dan faktual. Kesalahan berpikir yang terjadi adalah men-judge bahwa setiap fiksi adalah fiktif. Fiksi (fiction) adalah kata benda yang bermakna literatur. Fiksi sangat bagus, berfungsi sebagai energi untuk mengaktifkan imajinasi, lawan fiksi adalah realitas. Jadi fiksi adalah literatur yang berfungsi mengaktifkan imajinasi, dimana apa yang dituliskan belum terjadi.

Rocky Gerung mengajak peserta ILC berfikir kritis ketika dia menanyakan, apakah kitab suci fiksi atau fakta ?

Dengan definisi diatas, Rocky Gerung berani mengatakan bahwa kitab suci adalah fiksi. Sanggahan dan pertanyaan dari Dwi Ria Latifa dan Arya Bima justru menunjukkan kedangkalan cara berpikir mereka selama ini. Termasuk upaya "penjebakan" oleh Akbar Faisal yang mencoba mengarahkan pada kata kitab suci secara lebih spesifik. Namun bukan Rocky Gerung jika tidak bisa menjelaskan statemennya.

Kitab suci memilik fungsi untuk mengaktifkan imajinasi, yang tidak hanya sebagai prediksi masa depan, namun dalil-dalil dalam kitab suci adalah destinasi (tujuan), yang menuntun para penganut yang meyakini kitab suci tersebut. Bagi sebagian orang, ini mungkin susah dipahami, bahkan pernytaan Rocky Gerung ini berusaha digoreng, diarahkan sebagi delik penistaan agama.

Ketakutan untuk mengatakan bahwa kitab suci adalah fiksi karena kita terlanjur membenabi kata fiksi sebagai sebuah kebohongan atau khayalan. Padahal bohong padan kata yang tepat adalah fiktif, bukan fiksi. Kitab suci memang mengajak kita berimajinasi pada sesuatu yang belum terjadi, meyakini dan menjadikan sebagai destinasi (tujuan dan tuntunan). Sehingga perdebatan seharusnya bukan pada fiksi atau fakta, namun apakah sesuatu itu fiktif atau faktual (kebohongan atau kebenaran).

Berbalas Pidato

Terjadi adu meme dan saling berbalas pidato antara Prabowo Subianto dan presiden Joko Widodo. Menurut Rocky Gerung ada yang palsu pada cara Presiden Jokowi bereaksi (berpidato). Kepalsuan itu terjadi secara pasti karena presiden Jokowi bereaksi terhadap pidato, artinya dia tidak berpidato. 

Yang kedua, adalah reaksi Jokowi terhadap hastag "2019 Ganti Presiden" juga menunjukkan kepalsuan, karena hastag tersebut adalah fiksi (sesutu yang belum terjadi), namun ditanggapi secara berlebihan. Menurut Rocky Gerung, seseorang yang bereaksi terlalu keras terhadap sesuatu yang fiksional berarti ada problem di dalam stabilitas psikhisnya.

Jokowi dan Chopper-nya

Touring presiden Joko Widodo dengan mengendarai motor gaya Chopper-nya ke Sukabumi, dan kegiatan lainnya seperti latihan tinju, memanah, serta menonton film yang menjadi viral justru lebih menggambarkan Jokowi sebagai capres yang sedang mencari dukungan daripada sebagai presiden yang melayani rakyatnya. Presiden rasa capres, menurut Fadly Zon.

Rocky Gerung juga menyoroti sebuah momen dimana Jokowi turun ke sawah dan berbincang dengan petani. Jika dulu, Presiden Soekarno turun dari dokar-nya untuk bertemu dengan seorang petani, beliau berbincang tentang hakekat hidup bertani. Dari situlah Bung Karno mendapat inspirasi ideologi yang disebut Marhaenisme. Kita tidak tahu apa yang dibicarakan Jokowi ketika bertemu dengan petani, karena pada kenyataannya pemerintahan Jokowi membuat kebijkan impor beras dan hasil pertanian lainnya.

Secara aturan estetika, orang yang mengendari Chopper seharusnya memiliki berat badan diatas 90 kg, karena penting untuk keseimbangan. Sepeda motor 600 CC ada kepantasan orang yang mengendarainya.

Data dan Kompilasi

Adu data dan angka, serta paparan slide show yang dilakukan oleh Akbar Faisal untuk mendukung argumennya atas keberhasilan pemerintahan Jokowi justru menjadi blunder. Dari awal Akbar Faisal sudah disclaimer bahwa ia bukan ahli ekonomi, bukan ahli statistik dan matematika, maka data dan angka yang disampaikan tidak perlu didengar dan dipercaya. 

Rocky Gerung men-skak matt Akbar Faisal ketika berkali-kali melakukan interupsi dengan ungkapan cerdas, bahwa orang yang suka paparan menggunakan Power Point adalah orang yang tidak punya Power dan tidak punya Point.

Apalagi Akbar Faisal menyebutkan bahwa data yang ditampilkan adalah hasil dari kompilasi. Menurut Rocky Gerung, kompilasi adalah kata paling buruk dalam metodologi. Karena kompilasi adalah mencomot data dari sana sini untuk ditampilkan dalam infografis. Dalam infografis hasil kompilasi pasti ada info yang disembunyikan.

HAM dan Isu Lingkungan

Masyarakat dan aktifis kemanusiaan tidak bisa menagih soal HAM (Hak Asazi Manusia) dan Lingkungan Hidup pada pemerintahan Joko Widodo, karena kedua isu tersebut bukan agenda prioritas mereka. Tim pendukung Jokowi pada saat kampanye 2014 menyebutkan bahwa HAM dan Isu Lingkungan bukan agenda prioritas.

Meski Akbar Faisal mendebat edngan mengatakan bahwa dia yang merancang kedua isu tersebut sebagai agenda, namun jejak digital menyebutkan hal yang berbeda, bahwa memang benar, masyarakat tidak bisa berharap kepada pemerintahan Jokowi untuk menyelesaikan masalah HAM dan Lingkungan Hidup.

Padahal HAM dan Lingkungan Hidup adalah dua isu yang diperjuangkan oleh Civil Sciety (masyarakat sipil), sehingga Rocky Gerung merasa heran, mengapa kelompok Civil Society saat ini justru merapat kepada Jokowi dan mencari suaka ke istana. Sungguh ajaib !

Kaos Phobia

Prof. Rocky Gerung menyeru kepada masyarakat untuk menghentikan perdebatan dan ketakutan pada kaos (kaosphobia). Kaos dengan hastag #2019GantiPresiden adalah  hak konstitusi serta ekspresi politik dari kelompok oposisi. Politik seharusnya berjalan tidak hanya menunggu 5 tahun. Namun politik oposisi seharusnya berjalan sejak hari pertama presiden dilantik. Jadi ketakutan dan perdebatan seputar kaos dan hastag hanyalah bentuk phobia, kaosphibia.

Phobia adalah ketakutan yang diwariskan oleh nenek moyang kita, karena hidup di masa itu sangat terancam oleh binatang buas. Jadi, phobia adalah jejak DNA dalam diri kita, yang ada terus, positif fungsinya untuk mencegah kita diterkam binatang buas. Reaksi dari phobia dalah berburu, maka dalam arkeologi, nenek moyang kita berburu supaya hilang rasa takut.

Sementara kaos dan hastag bukanlah binatang buas yang mengancam. Maka kelompok yang berburu dan memusuhi kaos dengan hastag #2019GantiPresiden adalah pemburu yang dungu.

Closing Statement Cerdas dengan Novel Kho Ping Hoo

Jadi akar masalah perdebatan ini adalah pemahaman yang keliru pada kata fiksi. Karya fiksi yang paling fenomenal dan legendaris di Indonesia adalah novel yang ditulis Kho Ping Hoo. Kita tahu bahwa Kho Ping Hoo tidak pernah pergi apalagi tinggal di tanah Tiongkok, namun dia mampu menulis dan menggambarkan antropologi Tiongkok dengan sangat lengkap. Kho Ping Hoo juga mampu mendeskrepsikan ilmu silat Tiongkok dengan sangat detail.

Ada kalimat yang sangat bagus dari novel Kho Ping Hoo untuk menggambarkan bahwa fiksi sangat kuat dan membekas. Dalam satu adegan pertarungan silat antara Bu Kek Siansu dengan musuhnya, Kho Ping Hoo menuliskan "Bu Kek Siansu telah menyarungkan pedangnya, sebelum tubuh bedebah itu jatuh ke bumi".

Kalimat fiksi dari Kho Ping Hoo mengaktifkan energi imajinasi kita untuk menggambarkan betapa cepatnya gerakan Bu Kek Siansu sehingga ia telah kembali menyarungkan pedangnya, baru tubuh bedebah itu jatuh ke bumi.

Lantas, sebagain kita bertanya, siapa Bu Kek Siansu dan siapa bedebah yang jatuh ke bumi ?

Mari kita tunggu di tahun 2019 !!!

Arief Luqman El Hakiem