"Ora ngerti lagune,
Ora ngerti syaire,
Seng penting aku njoget ae,
Ra kenal penyanyine,
Ra ngerti penciptane,
Sing penting hore rame rame...
Pokoke Joget"
Ungkapan rubuh-rubuh gedang pertama kali saya dengar sewaktu masih kecil dulu di kampung. Kyai Masykur, guru ngaji saya yang menyampaikan " Nek sembahyang dadi makmum, aja ukur rubuh-rubuh gedang" ( kalo jadi makmum shalat jamaah jangan cuma tumbang-tumbang pohon pisang ). Ujaran ini juga banyak saya dengar dari para kyai dan mubaligh ketika ceramah pengajian.
Menurut tulisan Hakimi yang dimuat di laman kompasiana.com, aja rubuh-rubuh gedang adalah ujar-ujar dalam bahasa Jawa. Padanan ujar-ujar ini dalam bahasa Sunda adalah “ulah sailu-iluna”. Dalam bahasa Sunda ada lagi ujar-ujar semakna dengan ulah sailu-iluna, yaitu “ulah tuturut munding”.
Makna ujar-ujar ini sama yaitu dalam melakukan sesuatu hal atau pekerjaan jangan ikut-ikutan tanpa memahami, tanpa tahu ilmunya, masih menurut Hakimi.
Misalnya, menggergaji papan. Gergaji untuk memotong papan berbeda dengan gergaji untuk membelah. Atau cara mencabut paku, jangan sembarang cabut. Paku kecil bisa dicabut dengan alat ini, dan paku besar harus dengan alat itu.
Dalam dunia politik saat ini juga muncul istilah-istilah baru seperti, pasukan cebong, buzzer, jasmev, IQ200 sekolam, pasukan kampret, Bong 2000, penthol korek dan yang terbaru adalah Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang atau PRRG.
Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang adalah fenomena baru dalam ranah politik yang aktif dalam media sosial. Mereka adalah orang-orang yang aktif membuat tulisan dan berkomentar terhadap suatu masalah tanpa memahami topik yang dibahas. Mereka terperangkap dalam diskusi yang tidak produktif dengan dasar suka tidak suka.
Tak dipungkiri, munculnya fenomena buzzer dan rubuh-rubuh gedang dirintis secara sengaja oleh salah satu pasangan calon dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 yang mempertemukan pasangan Jokowi-Ahok (Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama) dan Foke-Nara (Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli).
Pasukan Rubuh-Gubuh Gedang makin berkembang pada saat pilpres 2014 yang mempertemukan pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Masyarakat medsos terpecah menjadi dua kubu, pendukung Prabowo dan pendukung Jokowi. Mereka saling perang status, balas membalas komentar hingga saling meng-hack akun-akun medsos.
Perseteruan ini makin meruncing pada gelaran Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 yang mempertemukan pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi. Dua kubu pasukan medsos ini selalu berseberangan dalam menyikapi kejadian, baik lokal maupun internasional. Sebagian besar dari buzzer ini asal tulis dan komentar, tanpa tahu pokok persoalan. Tanpa bekal pengetahuan yang mencukupi, dan penguasaan topik yang memadai. Makanya layak disebut Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang alias PRRG.
PRRG ini ada di kubu pendukung Jokowi maupun Prabowo. Tulisan dan komentar mereka dangkal, jauh dari topik, seringkali kasar dan profokatif. Tidak jarang mereka menggunakan akun-akun palsu atau abal-abal untuk menyalurkan hobynya.
Secara politik, fenomena ini sebetulnya positif dan kemajuan, menunjukkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dengan politik. Masyarakat jadi concern dan selalu mengikuti perkembangan dinamika politik, kemudian belajar mengungkapkan isi hati perasaan. Namun yang parah adalah ketika sebagian dari mereka masih terjebak pada kubu-kubuan dan dukung mendukung jagoannya tanpa menyertakan akan sehat dan rasionalitas.
Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang juga tidak mau belajar untuk cerdas berinternet dan meningkatkan kapasitas keilmuannya. Mereka tidak belajar mengenali berita hoax, framing, setting berita, dan politik pemberitaan. PRRG hanya berpikir untuk share dan like, jika berita /opini menguntungkan "junjungannya" cepat-cepat di-share tanpa melihat itu hoax apa bukan.
Seringkali kita jumpai foto-foto prestasi pemerintahan Jokowi-JK dalam membangun infrastruktur, terlanjur viral, ternyata itu Hoax. Foto-foto jalan yang diambil di luar negeri diklaim sebagai jalan di Indonesia. Atau foto-foto untuk menjatuhkan pasangan Anies-Sandi, terlanjur di-share ternyata itu foto kondisi pasar Tanah Abang pada masa Ahok atau Djarot.
Itulah Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang, hanya menguntungkan operator seluler saja. Beli paket internet, posting ini itu, tanpa tahu topik yang dibahas.
Entah sampai kapan Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang akan eksis dan berseliweran di beranda medsos saya. Tapi, tidak apa-apa, kita nikmati dan kita hadapi dengan kepala dingin. Itulah kualitas bangsa kita saat ini...
Jadilah netizens cerdas, jarimu harimau mu.
Jika tangan lebih cepat dari otak maka jadilah HOAX.
Tingkatkan IQ mu, maka HOAX akan turun.
Think before posting !!!
Rabu, 31 Januari 2018
Masih di Kota Jambi sambil makan tempoyak, hemmmm...
Arief Luqman El Hakiem