Cari Blog Ini

Rabu, 31 Januari 2018

Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang (PRRG)

"Ora ngerti lagune,
Ora ngerti syaire,
Seng penting aku njoget ae,
Ra kenal penyanyine,
Ra ngerti penciptane,
Sing penting hore rame rame...
Pokoke Joget"

Ungkapan rubuh-rubuh gedang pertama kali saya dengar sewaktu masih kecil dulu di kampung. Kyai Masykur, guru ngaji saya yang menyampaikan " Nek sembahyang dadi makmum, aja ukur rubuh-rubuh gedang" ( kalo jadi makmum shalat jamaah jangan cuma tumbang-tumbang pohon pisang ). Ujaran ini juga banyak saya dengar dari para kyai dan mubaligh ketika ceramah pengajian.

Menurut tulisan Hakimi yang dimuat di laman kompasiana.com, aja rubuh-rubuh gedang adalah ujar-ujar dalam bahasa Jawa. Padanan ujar-ujar ini dalam bahasa Sunda adalah “ulah sailu-iluna”. Dalam bahasa Sunda ada lagi ujar-ujar semakna dengan ulah sailu-iluna, yaitu “ulah tuturut munding”.

Makna ujar-ujar ini sama yaitu dalam melakukan sesuatu hal atau pekerjaan jangan ikut-ikutan tanpa memahami, tanpa tahu ilmunya, masih menurut Hakimi.

Misalnya, menggergaji papan. Gergaji untuk memotong papan berbeda dengan gergaji untuk membelah. Atau cara mencabut paku, jangan sembarang cabut. Paku kecil bisa dicabut dengan alat ini, dan paku besar harus dengan alat itu.

Dalam dunia politik saat ini juga muncul istilah-istilah baru seperti, pasukan cebong, buzzer, jasmev, IQ200 sekolam, pasukan kampret, Bong 2000, penthol korek dan yang terbaru adalah Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang atau PRRG.

Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang adalah fenomena baru dalam ranah politik yang aktif dalam media sosial. Mereka adalah orang-orang yang aktif membuat tulisan dan berkomentar terhadap suatu masalah tanpa memahami topik yang dibahas. Mereka terperangkap dalam diskusi yang tidak produktif dengan dasar suka tidak suka.

Tak dipungkiri, munculnya fenomena buzzer dan rubuh-rubuh gedang dirintis secara sengaja oleh salah satu pasangan calon dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 yang mempertemukan pasangan Jokowi-Ahok (Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama) dan Foke-Nara (Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli).

Pasukan Rubuh-Gubuh Gedang makin berkembang pada saat pilpres 2014 yang mempertemukan pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Masyarakat medsos terpecah menjadi dua kubu, pendukung Prabowo dan pendukung Jokowi. Mereka saling perang status, balas membalas komentar hingga saling meng-hack akun-akun medsos.

Perseteruan ini makin meruncing pada gelaran Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 yang mempertemukan pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi. Dua kubu pasukan medsos ini selalu berseberangan dalam menyikapi kejadian, baik lokal maupun internasional. Sebagian besar dari buzzer ini asal tulis dan komentar, tanpa tahu pokok persoalan. Tanpa bekal pengetahuan yang mencukupi, dan penguasaan topik yang memadai. Makanya layak disebut Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang alias PRRG.

PRRG ini ada di kubu pendukung Jokowi maupun Prabowo. Tulisan dan komentar mereka dangkal, jauh dari topik, seringkali kasar dan profokatif. Tidak jarang mereka menggunakan akun-akun palsu atau abal-abal untuk menyalurkan hobynya.

Secara politik, fenomena ini sebetulnya positif dan kemajuan, menunjukkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dengan politik. Masyarakat jadi concern dan selalu mengikuti perkembangan dinamika politik, kemudian belajar mengungkapkan isi hati perasaan. Namun yang parah adalah ketika sebagian dari mereka masih terjebak pada kubu-kubuan dan dukung mendukung jagoannya tanpa menyertakan akan sehat dan rasionalitas.

Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang juga tidak mau belajar untuk cerdas berinternet dan meningkatkan kapasitas keilmuannya. Mereka tidak belajar mengenali berita hoax, framing, setting berita, dan politik pemberitaan. PRRG hanya berpikir untuk share dan like, jika berita /opini menguntungkan "junjungannya" cepat-cepat di-share tanpa melihat itu hoax apa bukan.

Seringkali kita jumpai foto-foto prestasi pemerintahan Jokowi-JK dalam membangun infrastruktur, terlanjur viral, ternyata itu Hoax. Foto-foto jalan yang diambil di luar negeri diklaim sebagai jalan di Indonesia. Atau foto-foto untuk menjatuhkan pasangan Anies-Sandi, terlanjur di-share ternyata itu foto kondisi pasar Tanah Abang pada masa Ahok atau Djarot.

Itulah Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang, hanya menguntungkan operator seluler saja. Beli paket internet, posting ini itu, tanpa tahu topik yang dibahas.

Entah sampai kapan Pasukan Rubuh-Rubuh Gedang akan eksis dan berseliweran di beranda medsos saya. Tapi, tidak apa-apa, kita nikmati dan kita hadapi dengan kepala dingin. Itulah kualitas bangsa kita saat ini...

Jadilah netizens cerdas, jarimu harimau mu.

Jika tangan lebih cepat dari otak maka jadilah HOAX.

Tingkatkan IQ mu, maka HOAX akan turun.

Think before posting !!!

Rabu, 31 Januari 2018
Masih di Kota Jambi sambil makan tempoyak, hemmmm...
Arief Luqman El Hakiem

Sabtu, 27 Januari 2018

Surat Terbuka Buat Najwa "Nana" Shihab

Kepada,
Yth. Ibu Najwa Shihab binti Quraish Shihab
Di Jakarta

Assalamualaikum, semoga rahmat dan keselamatan tercurah atas orang yang mengikuti petunjuk. Amin.

Pasca acara talk show Mata Najwa Trans7 yang membahas 100 hari kinerja Pemimpin Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, Anda menjadi buah bibir masyarakat dunia maya dan dunia nyata. Sebagian besar menyerang, mencaci dan mem-bully, meski tidak sedikit yang mendukung gaya Anda dalam memandu acara.

Ilmu jurnalistik saya mungkin tidak sehebat Anda, namun tidak ada yang melarang saya untuk ikut mengulas dan mengomentari cara Anda mewawancarai Gubernur Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno. Surat ini saya tulis semata-mata sebagai concern dan kepedulian saya pada dunia broadcast dan jurnalistik.

Pertama, saya harus mengakui prestasi dan jam terbang anda sebagai jurnalis dan host yang telah banyak mewawancarai tokoh-tokoh besar, termasuk Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo. Berbagai penghargaan dalam bidang jurnalistik juga telah Anda raih, di tingkat nasional maupun internasional. Bu Nana, Anda wanita hebat dan langka dalam dunia jurnalistik.

Gaya Anda dalam memandu acara talk show memberi warna tersendiri dalam dunia broadcasting. Dulu pernah ada Ira Kusno, reporter wanita yang gaya interview-nya mirip seperti Anda. Sekarang entah dimana Ira sekarang. Secara teori jurnalistik, saya tidak tahu termasuk "genre" apa gaya Anda, Bu Nana. Mungkin karena ilmu saya yang masih "cetek" atau karena kiblat saya selama ini tertuju pada host model Oprah Winfrey, Christiane Amanpour, atau Sukarni "Karni" Ilyas dan Andy F Noya untuk host lokal.

Apa yang Anda pertontonkan ketika mewawancarai Anies-Sandi di luar bayangan dan ekspektasi saya. Menurut saya kemarin itu bukan talk show yang selama ini dipahami publik, namun lebih mirip "interrogation" show. Saya setuju dengan ulasan seorang jurnalis senior N. Syamsuddin Ch. Haesy, bahwa cara Anda memandu acara jauh dari kata mendidik yang mengajak pemirsa untuk memahami suatu topik yang dibahas, tapi lebih layak disebut acara "one man show" dimana Anda menunjukkan superioritas dan dominasi.

Syamsudin Haesy menganalisa sampai detail durasi detik demi detik, berapa kali Anda melakukan interupsi, memotong pembicaraan, bertanya sendiri, dijawab sendiri sampai disimpulkan sendiri. Secara pribadi saya menambahkan pada ekspresi, intonasi, mimik, tatapan mata hingga gestur tubuh Anda ketika bicara. Anda betul-betul kelewat dominan. Saya sampai bingung siapa tokoh utamanya, siapa host siapa narasumber, karena Anda terlalu banyak bicara dan memaksakan opini Anda.

Cara Anda menatap dan bertanya sangat intimidatif, tubuh Anda yang condong ke depan juga terkesan menekan. Kadang saya membayangkan jika yang Anda wawancarai orang seperti Luhut Binsar Pandjaitan atau Basuki Tjahaja Purnama, dengan cara seperti itu. Tak dipungkiri, sebagai jurnalis Anda dikenal tidak netral, dan memihak pihak tertentu secara politik. Wajar jika muncul tantangan dari netizens, beranikan Anda mengundang Presiden Jokowi untuk membahas kinerja 1000 (seribu) pemerintahannya, misalnya.

Dari beberapa talk show yang saya lihat, Anda nampak garang dan berapi-api ketika mewawancarai tokoh yang berbeda pandangan politik dengan Anda, namun ketika mewawancarai tokoh yang sehaluan, Anda berubah santun, lembut dan menggemaskan. Saya yakin beberapa orang yang diundang ke acara Anda mengalami demam panggung, salting, lupa bahan, mungkin juga emosinya naik hingga merasa kapok Anda wawancarai. Anda begitu menikmati ketika seorang narasumber gelagapan dengan muka merah padam, ditambah tepuk tangan dari pemirsa.

Saya tidak ingin mengulang apa yg ditulis oleh Syamsuddin Haesy Agara Anda belajar pada Amanpour atau Oprah. Saya yakin Anda lebih tahu dan mengenal bagaimana cara Amanpour memandu acara talk show. Yang dekat saja dengan publik tanah air, saya sarankan Anda belajar pada Karni Ilyas, atau senior Anda waktu di Metro TV, Andy F Noya. Cara mereka bertanya sangat santun dan berkelas, tidak meledak-ledak dan terkesan bawel. Karni Ilyas dan Andy F Noya tidak pernah mempermalukan narasumber apalagi menikmati tepuk tangan penonton ketika berhasil membuat narasumber terpojok. Mereka begitu menghargai narasumber dan memberi kesempatan mereka untuk menuntaskan penjelasan. Narasumber merasa tenang dan puas karena bahan yang disiapkan bisa disampaikan secara gamblang.

Bu Nana, Anda masih muda dan potensial. Karir jurnalistik Anda tentu masih panjang dan terbuka lebar untuk dikembangkan. Tidak ada salahnya memperbaiki beberapa bagian yang menjadi catatan masyarakat. Anda besar dan populer juga tidak terlepas dari peran masyarakat. Tidak perlu ngotot dan merasa sudah benar, sudah pintar.

Menurut saya, jurnalis dan juga host adalah pihak yang mampu menjadi moderator dan mediator yang piawai mengatur lalulintas talk show sehingga menjadi hidup dan produktif.

Jurnalis itu menggali bukan menghitung, mengeksplor bukan meneror, mendorong bukan mendikte.

Sama-sama wanitanya, mudah-mudahan Anda kelak bisa sebesar dan sehebat Amanpour atau Oprah Winfrey.

Semoga surat terbuka ini sampai di tangan Anda dan menjadi pelajaran bagi insan jurnalistik dan masyarakat luas Indonesia.

Jakarta, 28 Januari 2018
Dalam kesendirian Malam Minggu
Arief Yuswandono

Jumat, 26 Januari 2018

100 Hari Pertama Anies-Sandi

Rabu, 24 Januari 2018 nanti adalah tepat 100 hari pasangan Anies-Sandi memimpin ibukota Jakarta, terhitung mulai dilantik 16 Oktober 2017 hari Senin. Istilah "100 Hari Pertama" diciptakan Presiden Amerika ke-32 Franklin D. Roosevelt pada 24 Juli 1933. Sejak itu, 100 hari pertama dinilai sebagai benchmark memprediksi kesuksesan seorang presiden, gubernur, dan walikota.

Haters mulai kasak kusuk. Rencana hitam dibuat. Mereka ingin hantam Anies-Sandi dengan frame 100 hari pertama kinerja Gubernur DKI. Polling-polling digelar. Caci maki di-drafting.

Sebelum virus katak ini membesar jadi kanker, ada baiknya diintersepsi dengan fakta.

Bila 100 hari pertama bisa jadi parameter dan indikator masa depan, maka Anies-Sandi diprediksi bakal menjadi pemimpin Jakarta paling sukses sepanjang masa.

Anies ngga roboh dihatam word-play "pribumi". Merinding pun kaga. Anies malah menutup praktek Alexis. Tanpa pake kekerasan. Halus. Based on regulasi. Cerdas. Satu per satu janji kampanye dipenuhi. Luar biasa.

Anies mengubah landscape Jakarta sebagai enclave banjir. Sekarang, Jakarta ngga terendam air sekali pun digempur hujan deras. Beda dengan zaman Ahok, hujan sebentar, Jakarta jadi kolam raksasa.

Halte busway dihijaukan. Penuh bunga. Merah, kuning, purple di sela dedaunan. Indah. Pedestarian sekitar Danau Sunter sekarang asri. Cocok dijadikan tempat nyantai sore hari.

Tolak reklamasi adalah simbol Anies berpihak ke rakyat kecil. Raperda Reklamasi ditarik. Makelar mutung. Anies melayangkan nota supaya Menteri Sofyan Djalil membatalkan HGB Pulau Reklamasi. Alasannya banyak cacat prosedur. HGB keluar tanpa payung perda dan zonasi.

Nyali Anies semakin tampak saat polemik TGUPP digoreng. Mendagri Cahyo Kumolo ikut-ikutan memanaskan situasi. Menunggangi opini buzzer. Na'as, Anies ngga bergeming. Dia bilang, Mendagri aneh. Akhirnya, Haters kecewa ketika Cahyo Kumolo setuju dan mendukung Anies bentuk TGUPP.

Skandal korupsi Sumber Waras dan Cengkareng Barat diperiksa kembali. Sandi tekan Yayasan Sumber Waras kembalikan kerugian Pemda. Publik berharap, pembatalan jual-beli lahan Sumber Waras tidak menghilangkan delik pidananya. Ngga masuk ranah perdata.

Serangan demi serangan datang bertubi-tubi. Ratusan fitnah. Dasarnya benci dan sakit jiwa. Ironis, tak satu pun berhasil menjatuhkan Anies-Sandi. Semuanya patah. Mentah. Kadang, jadi bumerang. Misalnya harga satuan AC dan biaya bunuh kecoa. Ternyata itu ditetapkan Jarot. "Sudah dikunci," katanya.

Karena landasannya benci, fitnah, hoax, dan framing games, Haters jadi Go-Block.

Haters hanya bisa olok-olok dan ngayal. Sandi dibully dengan lipgloss dan senam. Serangannya tidak substantif. Orang cerdas lebih hormat kepada Sandi saat dia tolak beras import.

Haters kejet-kejet saat program Rumah DP 0 rupiah dirilis di Kelapa Village. Seorang hater dongo pongah berkata, "iris kuping bila program ini bisa direalisasi". Nyatanya program ini disupport belasan developer property. Februari, groundbreaking kedua akan dilakukan di Rorotan.

Demi rakyat kecil, Anies ngga ragu berlawan arus. Becak diizinkan beroperasi di trayek-trayek khusus. Anies dukung keputusan MA membatalkan Pergub Ahok melarang motor di Jl. Sudirman, Thamrin, Medan Merdeka. Secepat kilat, Anies sediakan jalur khusus motor. Dicat dengan rapi.

Anies buka Monas bagi umat semua agama. Balai Kota dirapikan dengan tirai. Ranjang gubernur ditiadakan. Pengaduan masyarakat ditambah di 4 lokasi: doorstop, kelurahan, kecamatan dan rumah dinas. Policy PKL Tanah Abang kurangi kesemerawutan.

Anies tanggap pengaduan. Langsung gerak. In silence. Ngga pake piala citra.

Ada teman mengadu soal kusutnya kabel listrik di Kali Besar Selatan. Kabel-kabel bergelut mirip mie instant. Doyong ke bawah. Rendah mengenai busway. Berbahaya sekali.

Hanya dalam waktu sehari, Anies langsung rapihkan. Seolah dia ngga pernah tidur. Minggu (21/1), dia inspeksi jembatan gantung di Srengseng. Jembatan ini horor sekali. Mirip scenery film Indiana Jones. Anies janji akan bangun jembatan baru yang aman di situ.

Masih banyak PR di Jakarta. Jalanan masih berlubang. Jajaran Pemda belum steril dari infiltrasi loyalis zaman jahiliyah. The devided society akibat permainan gubernur lama masih butuh digarap. Anies, Don't Stop...!!

THE END

Jakarta, 23 Januari 2018
Zeng Wei Jian

Anies-Sandi Emang "Gabener"

Saya mengulum senyum saat membaca komentar-komentar warganet tentang acara Mata Najwa yang dipandu Najwa Shihab, di salah satu stasiun televisi swasta, Rabu (24/1).

Dalam episode '100 Hari Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta', Najwa dinilai kurang sopan karena kerap memotong penjelasan dari narasumber, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

Kali ini saya bukan terfokus pada kritikan warganet atas pembawaan Najwa, tapi cara Anies bersikap dan mengelola emosi saat menjawab rentetan pertanyaan dari Najwa.

Bagi yang menonton acara itu, --dan tentunya menilai secara objektif tanpa dilandasi kebencian kepada Anies-Sandi--, pasti setuju jika Anies tetap mampu menjaga sikap dan tak terpancing emosinya saat diwawancara wartawan, tetapi serasa diinterogasi polisi.

Di tiap-tiap jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Nana, sapaan akrab Najwa, Anies menjawabnya dengan kalem, santai, walau di beberapa bagian mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu sedikit meninggikan intonasi. Itu pun terlihat dan terdengar lantaran Nana memotong penjelasan Anies yang belum rampung.

Kalau kata seorang warganet menilai aksi Nana, "Yang bertanya dia, yang menjawab dia, yang menyimpulkan dia."

Tiap gerakan tubuh dan kalimat yang disusun Anies menjawab pertanyaan Najwa menggambarkan jika ia sedang memainkan politik simbol. Di acara itu, politik simbol Anies paripurna dengan motif batik corak naga yang dikenakannya.

Bukan naga sembarang naga, tapi raja naga. Lewat corak batik yang dikenakan, Anies ingin memberikan sinyal jika ia saat ini yang mampu mengendalikan naga, bukan dikendalikan naga. Ia seolah ingin mengumumkan jika citranya kini adalah penjaga rakyat miskin, bukan orang-orang besar.

Tak percaya, tengok jawaban dia tentang reklamasi, penataan PKL Tanah Abang, hingga kebijakan becak. Anies menyatakan dengan tegas tetap menolak reklamasi.

Tetapi bukan asal menolak, Anies menjabarkan alasannya mengapa reklamasi harus dihentikan dengan mengacu kepada Keppres Nomor 52 Tahun 1995 Pasal 4 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Dalam pasal itu disebutkan, wewenang dan tanggung jawab Reklamasi Pantura berada pada Gubernur DKI. Selain itu, Anies juga berpatokan pada Perda Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 33 yakni penyelenggaraan reklamasi oleh badan pelaksana.

"Ini tanah air kita, dan diatur dengan hukum yang ada di tanah air kita. Kita tidak akan memarahi orang lain, tapi tegas dengan aturan yang dibuat," kata Anies menutup segmen terakhir Mata Najwa.

Dengan latar belakang sebagai pendidik, dosen, hingga rektor, Anies sangat akrab dengan politik simbol.

Jangan lupa pula, Anies adalah salah satu bagian tim sukses Joko Widodo-Jusuf Kalla saat Pilpres 2014. Ia bahkan ditunjuk menjadi juru bicara pemenangan Jokowi-JK.

Maka bisa dikatakan Anies adalah salah seorang arsitek yang membangun citra merakyat dan sederhana Jokowi-JK di mata rakyat. Anies pun sukses mengantarkan Jokowi-JK melenggang ke Istana. Ia pun sempat diangkat menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan.

Sejak masa kampanye hingga menjadi gubernur, bersama wakilnya Sandiaga Uno, Anies berusaha mempertahankan politik santun.

Santun dalam berbicara, santun dalam menjawab setiap kritikan, hingga santun dalam menangkis serangan-serangan politik. Tapi santunnya Anies bukan berarti asal jeplak atau menyeringai sambil cengangas-cengenges ketika melontarkan jawaban. Anies selalu menjawab dengan jawaban cerdas, serta yang terpenting berdasarkan data. Rancak kalau kata orang Sumatra Barat.

Anda yang membaca dan berada di kubu seberang Anies, pasti bilang semua yang dilakukannya adalah pencitraan. Menurut saya bukan politik pencitraan, tetapi politik simbol. Sekali lagi, politik simbol.

Anies berhasil memainkan perannya sebagai seorang pemimpin yang dicintai rakyat.

Satu contoh yang membuat Anies-Sandi dihujani pujian sekaligus kritikan karena dinilai pencitraan, adalah saat Jakarta dilanda banjir.

Anies langsung terjun ke lapangan dengan mendatangi sejumlah wilayah yang terendam air. Menyapa warga, dan mencari solusi bersama rekan-rekan kerjanya. Dunia sosial media pun dibanjiri hujatan, warganet menuntut janji Anies-Sandi yang disebut tak becus mengurus Jakarta sampai-sampai ibu kota terendam air. Upaya Anies mendatangi daerah banjir pun dinilai sebagai ajang pencitraan, bukan solusi mengatasi banjir.

Saya sih cukup tersenyum saja membaca kritikan-kritikan itu. Lah , Anies-Sandi saat itu baru dua bulan memimpin Jakarta, tapi mintanya semua masalah cepat diselesaikan. Ya banjir, ya macet, harus selesai dalam satu kedipan mata. Wong sekelas Raden Bandung Bondowoso yang disebut sakti mandraguna saja perlu waktu satu malam untuk membangun seribu candi, apalagi Anies-Sandi yang tidak punya ajian apa pun, dituntut harus merampungkan masalah Jakarta yang super rumit hanya dalam tempo hitungan bulan. Apalagi banjir sudah melanda Jakarta sejak zaman Raja Purnawarman.

Herannya, walau dihujani hujatan dan kritik, toh Anies-Sandi tetap mampu bekerja maksimal. Jika Bandung Bondowoso pendekar pilih tanding, Anies-Sandi bisa dibilang sebagai pemimpin pilih tanding. Pemimpin yang dipilih setelah bertanding secara adil, bukan memimpin karena dapat lungsuran jabatan.

Bayangkan saja, baru 100 hari bekerja, Anies-Sandi sudah menyelesaikan sejumlah program kerja yang dijanjikan selama masa kampanye. Bukan satu atau dua janji, tapi sekitar 10 janji kampanye sudah dituntaskan Anies-Sandi.

Antara lain, menutup Alexis, menata pedagang kaki lima, memberikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus, one karcis one trip (OK Otrip), Oke Oce, rumah DP 0 rupiah, pajak melebihi target, membolehkan motor lewat Jalan MH Thamrin, Monas bebas digunakan untuk kegiatan keagamaan, budaya dan seni, serta mengizinkan becak beroperasi.

Bagaimana rakyat tidak kagum dengan kinerja kepala daerah yang mendahulukan kepentingan rakyat kecil.

Kebijakan-kebijakan itu seperti magnet yang menarik simpati rakyat dari zona proletar alias wong cilik . Meski ada yang menentang dan tidak setuju dengan kebijakan Anies-Sandi, toh mereka hanya sebagian kecil. Apalagi Anies-Sandi memiliki hak dalam membuat kebijakan sebagai kepala daerah dan menjalankan roda pemerintahan. Dikritik kan juga bagus untuk kesehatan roda pemerintahan, daripada terus menerus dipuji bisa-bisa jadi antikritik.

Mengutip sindiran, atau mungkin lebih tepatnya 'julukan', yang diberikan sejumlah warganet untuk Anies-Sandi. Anies disebut gabener, dan Sandi sebagai wahgabener.

Memang, Anies gabener. Sandi
wahgabener juga. Anies di sini memang tidak bisa mengelak dari julukan gabener . Soalnya, saat Kementerian Perdagangan mengimpor 500 ribu ton beras, Anies malah pamer jika Pemprov DKI memiliki 300 hektare lahan pertanian yang hasil panennya berpotensi menjadi pemasok pangan warga Ibu Kota. Tak hanya itu, Anies bahkan ikut memanen padi di areal sawah milik Pemprov DKI di bilangan Cakung, Jakarta Timur.

Anies seolah tidak mau kalah dengan daerah-daerah lain yang lebih dulu panen padi hingga surplus beras. Padahal Jakarta dijuluki hutan beton, tapi masih punya sawah dan bisa menghasilkan padi, tak kalah dengan daerah-daerah yang menjadi lumbung padi indonesia.

Gak bener kan ?! Kerja terus soalnya dia. Hasilnya juga transparan dan dipetik masyarakat.

Ah memang, Anies-Sandi bener-bener gabener . Bisanya cuma kerja saja selesaikan program, tanpa perlu sewot dan marah-marah, apalagi menepuk dada membanggakan hasil kerja. Karena itu, move on yuk.

Lupakan persaingan di Pilgub DKI 2017 lalu. Kita sebagai warga Jakarta sebaiknya memberikan waktu dan dukungan agar Anies-Sandi mampu menyelesaikan semua program-programnya sembari kita kawal cara kerjanya.

Jika semua program terealisasi, yang untung kan warga Jakarta juga.

Betul gak ?

Oleh : Karta Raharja Ucu

Sabtu, 20 Januari 2018

Kader Gerindra Ditembak Mati Oleh Oknum Brimob

INI KRONOLOGI KEJADIAN YG PALING UP DATE dan CLEAR
——————

Bogor, Sabtu (20/1/2018)

Kronologi Peristiwa Penembakan Kader Partai Gerindra Fernando Wowor, Menurut Kawannya Rio Endika Putra Pradana.

1. Malam itu jam 02.00 kita mau makan ke Dunkin Donuts.

2. Saat perjalanan menuju Dunkin,  parkiran pas di samping Dunkin terlihat penuh.  Kemudian diarahkan oleh tukang parkir Lips untuk parkir di depan ruko-ruko kebetulan ada kosong satu, kata si tukang parkir.

3.  Saat mobil belok,  baru kepalanya masuk,  mobil dihadang oleh satu orang laki-laki muda berkendaraan motor gedhe merek BMW warna abu-abu. Dia mainkan  gas motornya seakan sedang acara konvoi.  Setelah itu, dia teriak-teriak sambil ngomong, "Motor ini harganya sama dengan mobil itu. Kamu yang mundur atau aku yang mundur?".

4.  Teman saya Arif turun memberikan pengertian, sambil menyarakan agar mengambil sebelah kiri mobil,  karena jalan lebar. Tiba-tiba dia malah makin naik pitam,  teriak-teriak, sambil marah-marah sambil mencabut pistol, dan mengokang senjata yang moncongnya diarahkan ke kaca depan mobil kami.

5.  Saya pun turun, karena kondisi yang tidak kondusif saya berusaha mendinginkan dan melerai. Tapi bukannya makin dingin, malah semakin menjadi. Kemudian,  pistol itu diarahkan ke kepala Arif,  saya pegang tangannya saya berusaha kasih pengertian lagi, sambil mengatakan, "Jangan gitu mas."

6.  Dia makin marah,  moncong pistolnya digetok-getokin ke kepala Arif.  Saya yang khawatir, spontan meraih senjata guna menghindari hal berbahaya itu, tetapu bebarengan dengan lepasnya pandangan dia ke saya, dan arief karena dia melihat almarhum turun dari mobil.

7. Di situlah kesempatan saya untuk self defend, berusaha mengamankan pistol dengan bantuan almarhum yang memiting leher pelaku dari sebelah kiri pelaku, sampai jatuh dari motor gedenya.

8. Mulai lah rusuh, di saat alotnya saya mengamankan pistol itu. Saat itu warga sekitar ikut mengamankan pembawa pistol ini dan suasana udah tidak jelas kacau.

9. Tiba-tiba, di saat saya fokus l, ada orang tarik muka saya dari belakang sekaligus mencakar pipi saya. Akhirnya lepas lah saya dariusaha merebut pistol tadi dengan spontan saya balik badan.

10. Tiba-tiba "DOR" kawan saya Fernando Wowor tumbang. Saya kaget, lalu saya  tangkap lagi pistol si pelaku dengan agak memaksa ibu jarinya tekan tombol pelepas magazine.  Jatuhlah magazine ke tanah.

11. Pistolnya berhasil saya ambil, posisi di situ, si penembak digebukin oleh banyak orang lain, entah siapa, saya tidak peduli.

12.  Saya pungut magazine itu ternyata,  peluru asli. Saya panik dan  teriak-teriak minta pertolongan untuk mengangkat almarhum ke mobil dan dibawa ke RS Vania.

13. Saya angkat jasad almarhum dengan beberapa rekan kita, kemudian masukkan ke mobil menuju RS Vania (*)

Informasi lebih lanjut, hubungi :
Habiburokhman SH, MH.
Ketua Bidang Advokasi
DPP Partai Gerindra
Hp : 0818-601333

Selasa, 16 Januari 2018

Ketika Tempo Telanjangi Ahok Dalam Kasus Reklamasi

Luar biasa !!!

Grup Tempo dan GM yang selama ini getol berperan sebagai buzzer-nya Ahok tiba-tiba berbalik haluan. Hari ini headline Koran Tempo sangat kritis menguliti Ahok dalam kasus korupsi reklamasi. Judulnya pun tak main-main: Penggusuran Kalijodo Disebut Barter Reklamasi dan Agung Podomoro Seret Ahok. Wow...ada apa dengan Tempo?

Dalam artikel utama yang berjudulPenggusuran Kalijodo Disebut Barter Reklamasi, dengan terang benderang dan tanpa basa-basi Koran Tempo mengupas tuntas biaya-biaya yang diminta Ahok dari Agung Podomoro untuk membiayai penggusuran kawasan Kalijodo dan 12 proyek pemprov DKI Jakarta lainnya.

Untuk penggusuran Kalijodo, Koran Tempo menulis bahwa PT Agung Podomoro Land harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 6 miliar. Dana sebesar Rp 6 miliar tersebut digunakan untuk mengerahkan 5.000 personel gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja, kepolisian, dan tentara untuk menggusur kawasan Kalijodo. Tentu saja jumlah Rp 6 miliar bukanlah jumlah yang kecil. Apalagi dana yang dimiliki Satpol PP untuk melakukan penggusuran tak mencapai 1 miliar.

Dan keterlibatan TNI inilah yang dikecam oleh AM Fatwa. Sayangnya, akibat kecamannya, AM Fatwa justru mendapat ancaman pembunuhan. Kini, kasus ancaman pembunuhan terhadap AM Fatwa telah ditangani oleh Bareskrim Polri.

Masih menurut headline Koran Tempo, keterlibatan Agung Podomoro dalam penggusuran Kalijodo diketahui setalah KPK melakukan penggledahan di kantor Agung Podomoro. Dalam penggledehan tersebut KPK berhasil menemukan dokumen penting terkait proyek-proyek Pemprov yang dibiayai oleh Agung Podomoro.

Sumber internal KPK menyampaikan kepada Koran Tempo totalnya ada 13 proyek  Pemprov DKI Jakarta yang dananya dimintakan dari Agung Podomoro. Dokumen yang ditemukan oleh KPK juga membuktikan bahwa julukan Ahok sebagai Gubernur Podomoro bukanlah isapan jempol. Dokumen tersebut membuktikan bahwa Ahok memang memiliki kedekatan khusus dengan Agung Podomoro. Ahok pun mengakui memiliki kedekatan khusus dengan Presiden Direktur Agung Podomoro, Ariesman Widjaja.

Masih menurut sumber internal di KPK total dana talangan Agung Podomoro untuk membiayai 13 proyek Pemprov tersebut sebesar Rp 392 milyar.

Dalam laporannya Koran Tempo juga mengungkapkan bahwa tersangka Ariesman Widjaja selaku Presiden Direktur Agung Podomoro telah membenarkan isi dokumen temuan KPK tersebut. Kepada penyidik yang memeriksanya Ariesman Widjaja mengakui kebenaran seluruh isi dokumen yang ditemukan oleh KPK.

Hal yang paling menarik dari kesaksian Ariesman Widjaja adalah terkait pengakuannya bahwa biaya proyek pemprov DKI Jakarta yang dimintakan ke Agung Podomoro tersebut akan diganti melalui pemotongan kontribusi tambahan pulau reklamasi. Artinya, seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh Agung Podomoro untuk membiayai proyek penggusuran dan pembangunan rusun akan dibarter dengan proyek reklamasi.

Selama ini publik dikecoh dengan dana kontribusi 15% dan 5%. Padahal masalah utamanya bukanlah dana kontribusi. Jika urusannya hanya dana kontribusi maka dengan mudah bisa dibuat melalui Pergub. Rekaman pembicaraan Ahok, Sunny dan Aguan yang dimiliki KPK jauh lebih penting dibandingkan masalah dana kontribusi.

Masih terkait dengan artikelPenggusuran Kalijodo Disebut Barter Reklamasi,Koran Tempo kembali menurunkan berita utama dengan judul Agung Podomoro Seret Ahok. Lagi-lagi ada apa dengan Tempo?

Dimanapun yang namanya koruptor setelah tertangkap pasti tidak mau sendirian. Sepertinya Ariesman pun tidak mau sendirian dan mulai menyeret Ahok masuk dalam pusaran korupsi reklamasi. Pembenaran Ariesman terhadap dokumen proyek yang ditemukan oleh KPK di kantor Agung podomoro merupakan pintu masuk untuk menyeret Ahok. Ingat Ariesman dengan Ahok jadi ingat Nazaruddin dengan Anas Urbaningrum. Saat itu, Nazaruddin pun tidak mau sendirian akhirnya menyeret Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum.

Di luaran, Ahok boleh saja menolak keterangan Ariesman Widjaja tersebut. Bahkan Ahok boleh saja mengaku bahwa pemeriksaannya hanya untuk melengkapi berkas Ariesman dan Sanusi. Tapi sumber Tempo di internal KPK menyebutkan Ahok diintrogasi terkait permintaan Pemprov DKI Jakarta kepada Agung Podomoro untuk membiayai sejumlah proyek Pemprov. Selama 8 jam pemeriksaan di KPK, Ahok dicecar pertanyaan terkait barter proyek reklamasi dengan proyek pemprov.

Meskipun membantah keterangan Ariesman, sayangnya Ahok pun tak mampu memberikan keterangan darimana saja dana yang digunakan untuk membiayai 13 proyek seperti tertulis dalam dokumen yang ditemukan KPK. Padahal jika sumber dananya jelas pasti sangat mudah bagi Ahok untuk menjawab pertanyaan tersebut. Apalagi selama ini Ahok dicitrakan sebagai gubernur yang bersih, transparan dan professional.

Masak sih, orang yang sudah dicitrakan bersih, transparan dan professional tidak mampu menjawab darimana dana untuk membiayai 13 proyek pemprov tersebut?

Setelah diperiksa selama 8 jam dalam korupsi reklamasi, sepertinya Ahok akan makin sibuk bolak-balik ke KPK. Seperti diketahui selain kasus korupsi reklamasi, Ahok juga terbelit kasus Sumber Waras. Dalam kasus Sumber Waras, Ahok pernah diperiksa selama 12 jam.

Jika dalam kasus korupsi reklamasi KPK menyebutnya sebagai GRAND CORRUPTION, maka dalam kasus Sumber Waras BPK menyebutnya dengan KORUPSI YG SEMPURNA. GRAND CORRUPTION karena melibatkan pengusaha, eksekutif dan legislatif. Sedangkan KORUPSI YG SEMPURNA karena dilakukan dari tahap awal hingga tahap akhir.

Selain dua kasus tersebut, Ahok juga masih harus bolak-balik ke Bareskrim Polri terkait kasus korupsi UPS. Dalam persidangan beberapa waktu lalu, Ahok pernah berbohong di persidangan dengan mencatut nama Jokowi.

Seperti dikutip oleh berbagai media, dalam kesaksiannya di kasus korupsi UPS, Ahok menuduh Jokowi yang telah menandatangani APBD-P yang sarat masalah.
Untungnya, kebohongan Ahok dalam persidangan UPS tersebut langsung dibongkar oleh hakim dengan menunjukkan tandatangan Ahok dalam dokumen APBD-P.

Kasus lainnya yang akan membuat Ahok makin sibuk terkait dengan fitnah dan atau pencemaran nama baik terhadap Hary Tanoesoedibjo melalui media elektronik.
Seperti diketahui LBH Perindo mewakili Hary Tanoesoedibjo telah melaporkan akun pendukung Ahok @kangdede78 alias Dede Budhyarto ke Bareskrim Polri. Dalam sebuah cuitannya, @kangdede78 menuliskan bahwa berdasarkan hasil pertemuannya dengan Ahok, Hary Tanoesoedibjo telah memerintahkan media-media dibawah MNC Grup untuk menyerang Ahok karena dendam kesumat.

Bareskrim Polri pun telah menindaklanjuti laporan tersebut. Kemarin (10 Mei 2016), LBH Perindo selaku pihak pelapor telah diperiksa oleh Bareskrim Polri.

Usai memberikan kesaksiannya, Ricky Margono menyampaikan bahwa penyidik Bareskrim Polri akan menjadwalkan pemanggilan Ahok selaku saksi dan salah satu followers Twitter @kangdede78, Pahatunggal Siregar. Kasus @kangdede78 pun menarik perhatian netizen dengan#OngenBebasDedeMasuk.

Salam Reklamasi!

Sabtu, 13 Januari 2018

5 Fakta La Nyalla Mattalitti

JAKARTA (13/1/2018) - Kegagalan diusung dalam Pilgub Jatim membuat La Nyalla Mattalitti (LNM) berperilaku aneh. Berteriak nyaring soal mahar politik, seputar pencapresan Prabowo Subianto (PS) dan mengungkit kontribusi dalam pilpres 2009 hingga 2014. Nyanyian LNM jadi komoditas politik yang menarik untuk digoreng dan diolah oleh pihak yang berkepentingan.

Namun ada yang perlu publik ketahui seputar fakta yang menyangkut jati diri LNM. Perlu ada pemberitaan yang berimbang dan proporsional, agar tidak muncul "hoax politik" dan tuduhan sepihak. Jangan juga karena kegagalan dan ketidakmampuan seseorang mengarahkan kesalahan pada pihak lain, "kalau Anda tak pandai menari, jangan kamu bilang lantai terjungkat".

Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), La Nyalla Mattalitti akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia setelah dideportasi oleh otoritas Singapura pada Selasa, 31 Mei. Negeri Singa memulangkan La Nyalla karena izin tinggalnya telah melewati batas atau overstayed.

Dia tiba di Indonesia sekitar pukul 18:30 WIB dan langsung ditempatkan sementara waktu di rumah tahanan Salemba, Jakarta Pusat.

Pria berusia 59 tahun itu sudah dicari oleh otoritas berwenang di Tanah Air karena tersandung beberapa kasus korupsi.

Berikut 5 hal yang perlu kamu ketahui mengenai La Nyalla:

1. Tersangkut beberapa kasus korupsi
La Nyalla kabur ke luar negeri karena diketahui terlibat dalam beberapa kasus. Komisi Kejaksaan Republik Indonesia mengaku bahkan sudah menerima 50 pengaduan warga Jawa Timur yang diduga melibatkan La Nyalla.

Tetapi, sejauh ini Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sudah menetapkan status tersangka untuk dua kasus yakni korupsi dana hibah Kadin dan tindak pencucian uang dana hibah.

Dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kamar Dagang Industri (Kadin) Jawa Timur, Kejati Jatim menemukan bukti La Nyalla pernah menggunakan dana hibah sebesar Rp 5,3 miliar untuk membeli saham perdana Bank Jatim pada tahun 2012.

Sementara, dalam kasus tindak pencucian uang dana hibah, La Nyalla diduga menggunakan dana dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011-2014 sebesar Rp 48 miliar. Menurut Kepala Kejati Jatim, Maruli Hutagalung ada aliran dana dari pengembangan kasus itu senilai kurang lebih Rp 1,3 miliar.

Kejati juga menetapkan status tersangka sesuai surat nomor KEP-39/0.5/.d1/04/2016 dan dikeluarkan pada 22 April.

Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mulai menemukan adanya bukti La Nyalla ikut tersangkut dalam kasus proyek pembangunan rumah sakit Universitas Airlangga. Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan saat ini pihaknya masih mengumpulkan bukti yang dapat menjerat La Nyalla.

Untuk kasus tersebut, Agus mengatakan bisa saja KPK akan menaikan status La Nyalla menjadi tersangka dalam waktu dekat.

2. Kabur ke Malaysia dan Singapura
Sehari setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Jatim, La Nyalla kabur ke luar negeri. Berdasarkan penuturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), La Nyalla sudah berada di luar Indonesia sejak tanggal 17 Maret.

Dia mengaku tidak bisa mencegah La Nyalla keluar negeri karena tak ada permintaan tersebut dari institusi terkait seperti Kejati dan kepolisian. Sebelum kabur ke Singapura, La Nyalla sempat bersembunyi di Malaysia.

Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Herman Prayitno mengatakan, La Nyalla kabur ke Singapura pada tanggal 29 Maret sekitar pukul 04:00. Dia masuk ke Singapura dengan menggunakan kunjungan bebas visa yang hanya berlaku selama 1 bulan. Jadi, seharusnya dia sudah harus angkat kaki dari Negeri Singa pada 29 April lalu.

3. Paspor dicabut
Untuk mencegah agar La Nyalla kabur lebih jauh, akhirnya Direktorat Jenderal Imigrasi mencabut paspor La Nyalla. Dirjen Imigrasi, Ronny F. Sompie mengatakan perintah pencabutan tertulis sejak 7 April lalu.

"Saat dicabut, posisinya masih di Singapura," kata Ronny di Gedung DPR Senayan pada Senin, 11 April.

Artinya, La Nyalla tidak akan bisa keluar dari Singapura. Yang mungkin dilakukan yaitu mendatangi KBRI Singapura untuk melapor dan dibuatkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).

4. Dikirimkan uang dari Indonesia
Selama bersembunyi 1 bulan lebih, La Nyalla tetap bisa hidup nyaman. Sebab, diduga ada orang yang mengantarkan uang dalam bentuk tunai kepada dia.

Jaksa Agung, M. Prasetyo mengatakan uang diantarkan dalam bentuk tunai karena rekening La Nyalla sudah diblokir.

"Mungkin orang itu (La Nyalla) kan banyak duit. Saya dengar walau rekening sudah diblokir, ada yang mengantar uang ke sana. Begitulah kira-kira cara dia bisa bertahan di situ," ujar Prasetyo di Istana Negara pada tanggal 11 Mei.

Prasetyo menyebut bukan berarti Pemerintah Indonesia membiarkan La Nyalla di Singapura. Dia mengatakan telah meminta Duta Besar Indonesia di Negeri Singa untuk mencari keberadaan La Nyalla bersembunyi.

5. Menang telak saat jadi Ketua PSSI
La Nyalla terpilih menjadi Ketua Umum PSSI pada 18 April di Hotel JW Marriot, Surabaya. Dia menggantikan ketua umum sebelumnya, Djohar Arifin yang memilih mengundurkan diri dari pencalonan ketua umum saat dilakukan pemungutan suara.

Dalam pemungutan suara, pria keturunan Bugis itu meraih 94 suara. Dia mengalahkan Syarif Bastaman yang mendapat 14 suara.

Ketika terpilih menjadi ketua umum, La Nyalla sempat berjanji akan mencabut sanksi pembekuan PSSI oleh Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Sanksi pembekuan akhirnya dicabut tetapi saat La Nyalla masih buron.

Kasus hukum yang membelit La Nyalla terjadi sebelum dia menjabat sebagai Ketua Umum PSSI. Tetapi, Kemenpora sempat berharap agar La Nyalla mundur dari posisinya sebagai ketua.

Kepala Komunikasi Publik Kemenpora Gatot S. Dewa Broto mengatakan seharusnya La Nyalla memperhatikan statuta PSSI.

"Sangat jelas disebut pada pasal 34 ayat 4 bahwa anggota Exco harus tidak pernah dinyatakan bersalah," ujar Gatot.

Dia menyadari masih ada yang bisa mendebatkan konteks "tidak pernah dinyatakan bersalah", karena statusnya masih tersangka, tetapi, ujar Gatot, La Nyalla bisa memberikan contoh dan mengikuti jejak mantan Presiden FIFA, Sepp Blater yang memilih mundur di tengah skandal korupsi. - Rappler.com

Rabu, 10 Januari 2018

Seword.com Adalah Situs Abal-abal

Bukti bahwa Seword.com adalah virus abal-abal penyebar hoax

JAKARTA - Situs abal-abal Seword.com kini jadi pergunjingan dunia maya setelah dilaporkan LBH Perindo. Laporan tersebut merujuk pada serangkaian berita bohong dan provokatif yang dilansir media tersebut.
Dalam situsnya, situs Seword.com memilih gambar kura-kura dengan tampilan minim warna. Dalam tampilan beranda, ada beberapa konten berita seperti politik, ekonomi, pendidikan hingga sastra dan motivasi.
Dalam situs tersebut tak jelas disebutkan di mana alamat kantor dan redaksi yang membuat media tersebut tak jelas asal-usulnya. Diduga, situs itu milik perseorangan karena hanya menampilkan satu nama yakni Alifurrahman dengan sederet nomor kontak.
Situs tersebut beralasan sebagai media opini dengan mempekerjakan penulis secara lepas atau freelance. Dalam keterangannya, setiap penulis hanya dibayar sesuai dengan jumlah pembaca dari artikel yang ditulis.
Parahnya, situs tersebut tak mencantumkan kode etik media siber sebagai patokan dalam melakukan pemberitaan. Bahkan, tak ada deretan nama dewan redaksi dan bukti verifikasi Dewan Pers sebagai bukti media kredibel. Dalam pemberitaan sendiri, Seword terlihat condong ke arah pemberitaan negatif dan provokatif, serta condong ke salah satu calon gubernur.
Atas sederet bukti tersebut, LBH Perindo akhirnya memutuskan untuk melaporkan Seword.com sebagai media abal-abal yang menampilkan sederet berita palsu dan bohong untuk meraih simpati publik terhadap satu kasus tertentu. Bahkan, nama Seword.com pun tak tercantum sebagai media yang terverifikasi oleh Dewan Pers.
Seword.com juga melakukan fitnah keji terhadap Cagub DKI Anies Baswedan dalam tulisan berjudul 'Bukti Anies Jatuh Dalam Kubangan Setan'. Di dalamnya, salah satunya memuat bahwa Perindo ditunjuk mendistribusikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) saat Anies Baswedan menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Melihat hal itu, pakar telematika Abi Manyu Wachjoewidajat mengatakan, pemblokiran terhadap situs hoax seword.com merupakan langkah yang tepat untuk menindak situs penyebar hoax.
"Tindakan paling benar ya memang melakukan pemblokiran karena konteksnya keamanan negara dan untuk menghindari keresahan masyarakat karena tersebarnya fitnah dan pemblokiran tentu menghindari hal-hal seperti itu," kata Abi kepada Okezone.
Menurutnya, Kominfo telah diberikan kewenangan untuk melakukan pemblokiran setelah adanya revisi UU ITE yang dilakukan DPR pada 28 November 2016.
(kha)
Sumber: http://news.okezone.com/read/2017/02/19/337/1622335/ini-bukti-seword-com-media-abal-abal

Senin, 08 Januari 2018

Status Gokil Buat Lae Djarot, Cagub Sumut Yang Diusung PDIP

Aroma peperangan pada Pemilihan Gubernur di Sumatera Utara semakin memanas.

Manuver ekstrem yang dilakukan beberapa partai politik, membuat rakyat menjadi penonton yang langsung berkomentar. Termasuk oleh warga net (sapaan pengguna internet).

Seperti salah satu tulisan yang dibuat oleh pemilik akun fb Azwar Siregar ini. Tulisan ini lantas menjadi viral, setelah diposting pada akun milik Suryo Prabowo. Yang telah dibagikan lebih dari 700 kali, dan dikomentari oleh 400 netizen lebih.

Berikut tulisannya:

"Bah, Main Juga Kau Lae Rot?"
(Sambutan Buat Cagubsu Lae Djarot)

Jujur saja, setelah dapat kepastian dari Omak kita Ketua Partai Banteng, kau maju bertarung jadi Calon Gubernur kami di Sumatera Utara, aku mau tak mau jadi salut juga sama kau, Lae Rot.

Di bandingkan orang-orang kami Batak yang juga petinggi di partai kau itu, misalnya Apparaku si Simbolon yang pernah mencalon dulu dan juga Lae Sirait, kader muda yang seharusnya jadi menteri di Kabinet Abangda Haji Jokowi Siregar, tentu saja kau yang patut aku acungkan jempol.

Salut betul aku sama kau jadi kukasih kedua jempol tangan ku kanan dan kiri ya Lae?

Mereka itu jangankan ber-kukuruyuk seperti ayam jantan, berkotek aja ngga ada kudengar suara mereka sekarang. Entah karena takut sama Omak, ngga tau jugalah aku ya?
Di kultur kami Sumut khususnya Batak, Perintah Omak adalah harga mati.

Bertempur kata Omak,bertempurlah kami. Kawin kata Omak, ya kawinlah awak.

Ngga berani kami melawan kata Omak, lagipula Surga di Telapak Kaki-nya,kan?

Cuma seingatku, Omak itu yang membrojolkan kami kedunia ini, bukan boss partai, tapi ya sudahlah ...bantai kaulah di situ.

Kudengar-dengar Lae Rot, kau mau maju selain karena ngga ada kerjaan, juga karena dapat dukungan dari senior kau yang lagi trening di Tahanan Mako Brimob itu ya?

Hati-hati kau di jerumuskan mereka Lae, dia saja seingatku dulu pernah mau mencalon jadi Gubernur di Sumut tapi gagal karena ngga laku.
Jangankan kalian, Jenderal Naga Bonar yang kesohor itu lebih memilih bertempur di Jawa Barat daripada di Sumut ini Lae.

Sudah paham dia klo medan tempur di sini keras , apalagi lawannya sekali ini Jenderal Asli Putra Daerah, Pak Edy Rahmayadi.

Tapi itu pilihan kau lah Lae, saya acungi jempol lagi ya? cuma sudah habis jempol tanganku, apa boleh pakai jempol kaki?

Kulihat sudah bertebaran di berandaku status dan tulisan-tulisan yang memuja-muji mu Lae, ada pula yang sampai ajak nantulang nya buat milih kau.

Segala macam prestasi mu waktu kau jadi Walikota Blitar, mereka cerita sampai berbusa-busa. Tapi kok ngga ada yang mereka ceritakan waktu kau jadi Wagub dan Gubernur Jakarta, ya..?

Ngga apa-apalah, aku juga malas baca karena menurutku ngga ada juga lah yang luar biasa. Blitar tetap saja kota kecil yang bahkan banyak orang Medan ngga tau di mana letaknya di Peta.

Bagiku kelebihanmu itu cuma pelihara kumis aja Lae, saya akui itu karena sudah berulang kali ku coba pelihara kumis tetap saja yang tumbuh satu helai-dua helai mirip kumis lele. Serius aku, pakai minyak apa kau kasih kumis kau itu? Minyak nyong-nyong apa minyak Wak Doyok?

Satu lagi lae, Kalau boleh ku kasih saran, hindari ikut langsung kampanye di Pajak (pasar) Sambu dan Simpang Melati Medan. Di sana itu sentra jual-beli monza, barang-barang bekas dari Malaysia dan Singapura. Semua yang bekas-bekas cepat sekali di kilokan dan di jual inang-inang di sana.

Bukan maksudnya karena kau itu bekas Cawagub dan ngga laku di Pilgub Jakarta nanti akan di kilokan mereka Lae, bukan...

Cuma jalan di sana kalau hujan sering becek dan kadang masih ada copet.

Terakhir kalau mau di kasih marga, tolong lah Lae, jangan Siregar lagi. Pilihlah marga yang lain dulu, capek sudah aku makan hati. Abang awak sudah jadi Presiden pun tak pernah-nya awak di undang makan-makan ke Istana. Kalau mau, marga Harahap aja ya Lae, biar pas kita mar-Lae, nya.

Sebelum lupa, terminal taksi paling murah ada di sekitaran Terminal Pinang Baris. Siapa tau Lae butuh transportasi murah-meriah buat kabur jalan-jalan ke Aceh kalau kali ini kalah lagi.

Di sana laut dan pantai-nya mirip-mirip Labuan Bajo juga, Betti-lah... alias beda-beda tipis.

Selamat datang di Sumut dan Selamat berjuang Lae..

*Dari Aku, Azwar Siregar Pendukung Jenderal Edy Rahmayadi anak Sumut Asli.

Kamis, 04 Januari 2018

Komjen. Pol (Purn) Oegroseno Masuk Komite Pencegahan Korupsi (KPK) DKI Jakarta

JAKARTA - (5/1/2018) Mantan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang menjabat tahun 2013-2014, Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Oegroseno mendapat kepercayaan sebagai anggota Komite Pencegahan Korupsi provinsi DKI Jakarta. KPK DKI Jakarta adalah bagian dari TGUPP (Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan).

Nama-nama anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan ( TGUPP) DKI Jakarta mulai diumumkan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakilnya Sandiaga Uno membagi anggota itu dalam bidang-bidang tertentu, salah satunya adalah bidang pencegahan korupsi.

Sebuah badan baru dibentuk dan diberi nama Komite Pencegahan Korupsi (KPK) DKI Jakarta atau Komite PK.

Komite PK menjadi badan pertama yang dibentuk Anies-Sandiaga pada 2018.

Seiring dengan pembentukan komite itu, Anies sekaligus mengumumkan siapa saja orang-orang atau anggota TGUPP di komite itu pada Rabu (3/1/2018) pagi kemarin.

Nama pertama adalah mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto.
Bambang dipilih menjadi ketua komite tersebut.

"Bapak Bambang Widjojanto adalah pimpinan KPK periode 2011-2015 dan setelah selesai mengabdi di KPK beliau ambil post-doctoral di Jepang," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (3/1/2018).

Nama kedua sekaligus menjadi anggota komite itu adalah Nursyahbani Katjasungkana.

Nursyahbani merupakan aktivis yang selama ini menggeluti isu-isu perempuan dan hak asasi manusia.

Selain itu ada mantan Wakapolri Komisaris Jenderal Oegroseno, peneliti ahli tata pemerintahan Tatak Ujiyati, dan mantan Ketua TGUPP pada pemerintahan sebelumnya yaitu Muhammad Yusuf.

Nama-nama itu merupakan kelompok pertama anggota TGUPP yang diumumkan Anies.

Tanggapan Bambang Widjojanto

Susunan anggota komite itu memiliki keunikan di mata Bambang Widjojanto.

Sebab, ada Nursyahbani Katjasungkana yang merupakan aktivis HAM.

Menurut dia, itu adalah hal unik karena selama ini masalah korupsi tidak pernah dikaitkan dengan HAM.

Selama ini persoalan korupsi dan persoalan hak asasi manusia selalu dibicarakan secara terpisah padahal dampaknya bisa saja saling bersinggungan.

"Jadi sekarang kita mulai membangun perspektif yang mengintegrasikan isu anti korupsi dengan hak asasi manusia," kata Bambang.

Jika dilihat dari latar belakangnya, orang-orang yang masuk dalam komite itu datang dari beragam institusi.

Nursyahbani misalnya merupakan pendiri beberapa lembaga swadaya masyakat (LSM), salah satunya LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (Apik).

Anggota lainnya Komjen Oegroseno merupakan wakapolri pada tahun 2013-2014 yang sempat mengisi jabatan-jabatan strategis dalam kepolisian.

Sementara Muhammad Yusuf dulunya adalah Ketua TGUPP pada pemerintahan sebelumnya.

Namun, Yusuf juga pernah berkarier sebagai Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta.

Tentang Tatak Ujiyati, Anies menyebutkan bahwa dia adalah ahli di bidang tata kelola pemerintahan.
Tatak pernah menjadi governance spesialist di Asian Development Bank dan direktur advokasi di Save the Children .

Selain itu Tatak juga masuk dalam tim yang menyusun governance index untuk menilai kinerja semua provinsi di Indonesia.

Bukan timses

Anies memastikan mereka yang masuk ke TGUPP bukanlah timses (tim sukses) Anies-Sandi pada Pilkada DKI 2017.

Penempatan mereka di KPK DKI bukan juga upaya untuk membalas jasa-jasa selama musim kampanye itu.

Semuanya dipilih berdasarkan kompetensi masing-masing.

"Jadi kita semua memiliki kompetensi, memiliki relevansi, dan memiliki orientasi. Nah mereka mereka yang kompetensinya, relevansinya, dan orientasinya sama untuk pencegahan korupsi itulah yang diundang menjadi ketua dan anggota," ujar Anies.

Dalam KPK DKI itu, kata Anies, hanya Bambang yang pernah masuk dalam jajaran dewan pakar tim Anies-Sandi saat pilkada.

Dewan pakar, kata Anies, berbeda dengan tim kampanye. Dengan demikian, Anies mengatakan tidak ada dari mereka yang merupakan tim sukses pasangan Anies-Sandi dalam Pilkada DKI 2017.

"Jadi hanya Pak BW (Bambang Widjojanto) yang jadi ketua dewan pakar, itu pun bukan tim kampanye tetapi dewan pakar. Yang lain justru diambil dari tempat-tempat yang lain," ujar Anies. (*)

Bambang Widjojanto Pimpin Komite Pencegahan Korupsi DKI Jakarta

JAKARTA - (3/1/2018) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah komando kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga S Uno kembali membuat gebrakan. Gebrakan terbaru Anies-Sandi ini dinilai membuat koruptor mati kutu.

"Hari ini bersama Mas Anies Baswedan secara resmi mengumumkan pembentukan Komite Pencegahan Korupsi DKI Jakarta di Balai kota, Jakarta Pusat." tulis Wakil Gubernur Sandiaga S Uno melalui akun fesbuk resminya pada Rabu (3/1/18).

Bukan sembarang badan, komite pencegahan korupsi ini melibatkan sosok monumental yang terkenal sebagai pemberantas koruptor di negeri ini. Ialah Bambang Widjojanto yang pernah menjabat sebagai ketua KPK di masa kepemimpinan Presiden SBY.

"Komite PK diketuai oleh mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011 - 2015, Mas Bambang Widjojanto." lanjut

Sandi dalam unggahannya.
Komite ini, menurut keterangan Sandi, dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 187 tentang Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan.

Pembentukan komite ini merupakan komitmen Anies-Sandi dalam upaya memberantas korupsi di Pemprov DKI dengan cara melakukan pencegahan.

"Komite PK ini akan membantu Gubernur dan Wakil Gubernur untuk melakukan pencegahan korupsi di lingkup Pemprov DKI." terangnya.

Sandi menegaskan, Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Anies-Sandi berkomitmen untuk menghadirkan pemerintahan Jakarta yang lebih baik dengan transparansi kepada publik.

"Dengan hadirnya komite PK ini, kami berharap dapat mendorong pemerintahan Jakarta yang lebih transparan dan akuntabel secara sistematis serta good governance yang baik." pungkasnya.

Menanggapi unggahan ini, mayoritas netizen memberikan apresiasi yang positif. Langkah Anies-Sandi ini disebut maju dan bervisi. [Mbah Pirman/Tarbawia]

Senin, 01 Januari 2018

Beda Kelas Beda Kualitas

Saya tertarik mengulas kegiatan dua tokoh besar negeri ini dalam merayakan pergantian tahun baru dari 2017 ke 2018. Tokoh yang sedang menjadi sorotan publik tanah air, Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan.

Untuk merayakan tahun baru 2018 Anies menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial seperti Nikah Massal dan panggung hiburan rakyat di Lapangan Merdeka Monas, Jakarta. Sementara Jokowi lebih memilih merayakan bersama anak cucunya di Yogyakarta.

Seorang pemimpin dinilai dari kebijakan dan keberpihakannya kepada rakyatnya, bukan sekedar pada keluarga dan pencitraannya. Dari momen kecil ini kita bisa mengukur kelas dan kualitas kedua tokoh tersebut.

Anies Menjadi Saksi Pernikahan 473 Pasangan Pengantin

Ini adalah terobosan luar biasa dan fundamental. Secara spiritual, Anies telah menyelamatkan 473 pasangan dari dosa dan perbuatan nista menjadi ibadah yang bernilai pahala. Keluarga adalah modal dasar membangun sebuah peradaban yang luhur dan mulia. Pernikahan adalah bangunan dasar untuk tegaknya sebuah bangsa.

Secara administratif, pernikahan yang sah dan legal akan memudahkan pencatatan serta pendataan penduduk. Memudahkan anak-anak mendapatkan hak-haknya seperti jaminan kesehatan, pendidikan dan kesetaraan sosial.

Kebijakan Anies menyelenggarakan pernikahan massal bagi penduduk Jakarta jelas sangat membantu dan berkesan. Apalagi Anies dan Sandiaga Uno, sebagai Wakil Gubernur turut menjadi saksi bagi ratusan pasangan tersebut. Sungguh momen yang tak kan terlupakan selama hidup mereka.

Ini sekaligus mematahkan pencitraan yang dibangun tim Jokowi pada saat sang presiden blusukan menghadiri pernikahan anggota Paspampres dan anak pegawai istana. Beda kelas dan beda tim pembisik.

Jokowi Jalan-jalan di Malioboro Bersama Anak Cucu

Dari pantauan media, kegiatan presiden Jokowi selama perayaan tahun baru adalah menikmati liburan bersama keluarga di Yogyakarta. Dia terlihat jalan santai di sepanjang jalan Malioboro bersama Kaesang, tidak lupa berbelanja ini itu sambil foto-foto dengan penggemarnya.

Pada kesempatan lain dia mengundang 3 orang pemudi asal Madiun untuk menginap di Gedung Agung Yogyakarta. Bukan hal istimewa dan tidak memberikan dampak apapun.

Dari kegiatan dua tokoh besar tersebut menunjukkan kelas dan kualitas mereka. Juga mencerminkan kesiapan tim pembisik dan perencanaan di belakangnya dalam memanfaatkan setiap momentum.

Kegiatan Anies sangat fundamental dan berdampak jangka panjang, sementara kegiatan Jokowi hanya berhenti pada pencitraan yang tidak ada efek apapun.

Itulah bedanya pemimpin yang naik karena polesan dan karbitan, dengan pemimpin yang disiapkan dengan matang dari dirinya sendiri.

Semoga negeri ini diberikan pemimpin yang berkelas dan berkualitas yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa.

Yogyakarta, 1 Januari 2018
Arief Luqman El Hakiem
Pemerhati Kebijakan Publik dan Pegiat Media

Panggung Perayaan Tahun Baru 2018 Menjadi Milik Anies Baswedan

Gunernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan


Gubernur Jakarta, Anies Rasyid Baswedan menjadi man of the match pada gelaran perayaan menyambut tahun baru 2018 secara nasional. Gubernur yang diusung koalisi Partai Gerindra dan PKS ini menguasai kawasan Monas yang dia sebut sebagai Lapangan Merdeka ( era perjuangan kemerdekaan) bersama grup dangdut Soneta yang digawangi Bang Haji Rhoma Irama. Secara politik, Anies Baswedan menggeser posisi Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia yang memilih merayakan pergantian tahun di Yogyakarta.

Jokowi yang lebih memilih merayakan tahun baru di Yogyakarta bersama anak cucunya adalah kekalahan secara politis dan opini. Perayaan tahun baru adalah momen istimewa yang tidak hanya dirayakan oleh rakyat Indonesia saja, namun seluruh penduduk bumi. Anies berhasil mengkapitalisasi momen malam tahun baru untuk merebut hati warga Jakarta dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Di hadapan jutaan warga Jakarta yang memadati Lapangan Merdeka Monas, Anies berhasil menaikkan posisinya sebagai tokoh nasional yang layak diperhitungkan dalam pilpres mendatang. Berbagai opini negatif dan kabar hoax yang menyudutkan Gubernur Jakarta ini berhasil dijawab dengan apik oleh Anies dan tim media sosialnya.

Beberapa upaya untuk menggoyang posisi Anies sebagai pemimpin sah ibukota melalui framing berita dan hoax justru menaikkan popularitas dan kualitasnya sebagai tokoh besar.

Gubernur Yang Didukung Kelompok Radikal

Isu ini berkembang liar pasca Anies - Sandi dinyatakan sebagai pemenang dalam gelaran Pilkada DKI. Namun dengan gaya yang santun dan kalem, Anies patahkan serangan ini dengan kehadirannya dalam berbagai acara yang digelar oleh komunitas non-muslim. Anies datang pada peresmian Vihara, acara alumni sekolah Katholik, dan kegaitan-kegiatan budaya lainnya. Anies mampu menunjukkan bahwa dia adalah pemimpin semua golongan dan aliran. Bahkan dia menjadi insiator digelarnya Taushiyah Kebangsaan yang dihadiri juga oleh Habib Luthfi bin Yahya
dari Pekalongan di Monas.

Serangan Terhadap Rancangan APBD DKI

Media sosial dan media mainstream tiba-tiba menjadi kritis dan awas terhadap item per item pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta. Namun, semua gosip, hoax dan tuduhan miring justru berbalik menyerang Gubernur DKI terdahulu pada masa Jokowi, Ahok dan Djarot. Anggaran pengharum ruangan, kolam gedung DPRD, anggaran kunjungan kerja, dan semua yang dituduhkan ternyata telah ada dan dikunci sejak masa Gubernur Ahok.

Hadangan TGUPP oleh Kemendagri

Yang masih ramai dan hangat dalah ditolaknya item Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo. Namun ternyata keberadaan tim ini beserta anggrannya telah ada sejak jaman Joowi hingga Djarot. Akhirnya, atas desakan dan serangan balik dari publik, Kemendagri mengabulkan dibentuknya TGUPP beserta anggarannya.

Polemik Pengeloaan PKL Tanah Abang

Hamir semua institusi negara ramai-ramai menyerang kebijakan Anies baswedan dalam menata PKL di Tanah Abang. Terobosan Anies yang mengakomodir PKL dengan memberi ruang pada sebagai jalan raya mendapat serangan dari berbagai pihak terutama penguasa. Menteri Pekerjaan Umum, Budi Karya ikut mengmentari penggunaan jalan raya ketika diperuntukan bagi selain laulintas. Bahkan Dirlantas Polda Metro Jaya ikut buka suara soal peraturan penggunaan jalan umum. Namun disisi lain, masyarakat bawah terutama para PKL merasa tertolong dengan kebijakan Anies ini. Omset mereka meningkat, dan arus lalulintas juga masih lancar karena para PKL hanya memakai sebagian jalan, sementara buas trans Jakarta masih bisa lewat dengan lancar. Kebijakan ini juga bersifat sementara sampai ditemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan sengkarut PKL Tanah Abang.

Semua serangan dan isu miring yang dialamatkan kepada Anies Bswedan dijawab dengan tuntas pada perayaan malam Tahun Baru 2018 di Monas. Bersama Rhoma Irama, Anies mengajak warga Jakarta untuk move on dan melakukan rekonsiliasi total demi membangun Jakarta. Acara yang disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi tersebut tentu dilihat dan dicermati oleh sebagain besar rakyat Indonesia.

Jadi, perayaan menyambut tahun politik 2018, bintangnya adalah Anies Baswedan, Gubernur Jakarta hasil pilihan cermat Prabowo Subianto.

Arief Luqman El Hakiem
Pegiat Media dan Pemerhati Kebijakan Publik