Cari Blog Ini

Sabtu, 27 Januari 2018

Surat Terbuka Buat Najwa "Nana" Shihab

Kepada,
Yth. Ibu Najwa Shihab binti Quraish Shihab
Di Jakarta

Assalamualaikum, semoga rahmat dan keselamatan tercurah atas orang yang mengikuti petunjuk. Amin.

Pasca acara talk show Mata Najwa Trans7 yang membahas 100 hari kinerja Pemimpin Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, Anda menjadi buah bibir masyarakat dunia maya dan dunia nyata. Sebagian besar menyerang, mencaci dan mem-bully, meski tidak sedikit yang mendukung gaya Anda dalam memandu acara.

Ilmu jurnalistik saya mungkin tidak sehebat Anda, namun tidak ada yang melarang saya untuk ikut mengulas dan mengomentari cara Anda mewawancarai Gubernur Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno. Surat ini saya tulis semata-mata sebagai concern dan kepedulian saya pada dunia broadcast dan jurnalistik.

Pertama, saya harus mengakui prestasi dan jam terbang anda sebagai jurnalis dan host yang telah banyak mewawancarai tokoh-tokoh besar, termasuk Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo. Berbagai penghargaan dalam bidang jurnalistik juga telah Anda raih, di tingkat nasional maupun internasional. Bu Nana, Anda wanita hebat dan langka dalam dunia jurnalistik.

Gaya Anda dalam memandu acara talk show memberi warna tersendiri dalam dunia broadcasting. Dulu pernah ada Ira Kusno, reporter wanita yang gaya interview-nya mirip seperti Anda. Sekarang entah dimana Ira sekarang. Secara teori jurnalistik, saya tidak tahu termasuk "genre" apa gaya Anda, Bu Nana. Mungkin karena ilmu saya yang masih "cetek" atau karena kiblat saya selama ini tertuju pada host model Oprah Winfrey, Christiane Amanpour, atau Sukarni "Karni" Ilyas dan Andy F Noya untuk host lokal.

Apa yang Anda pertontonkan ketika mewawancarai Anies-Sandi di luar bayangan dan ekspektasi saya. Menurut saya kemarin itu bukan talk show yang selama ini dipahami publik, namun lebih mirip "interrogation" show. Saya setuju dengan ulasan seorang jurnalis senior N. Syamsuddin Ch. Haesy, bahwa cara Anda memandu acara jauh dari kata mendidik yang mengajak pemirsa untuk memahami suatu topik yang dibahas, tapi lebih layak disebut acara "one man show" dimana Anda menunjukkan superioritas dan dominasi.

Syamsudin Haesy menganalisa sampai detail durasi detik demi detik, berapa kali Anda melakukan interupsi, memotong pembicaraan, bertanya sendiri, dijawab sendiri sampai disimpulkan sendiri. Secara pribadi saya menambahkan pada ekspresi, intonasi, mimik, tatapan mata hingga gestur tubuh Anda ketika bicara. Anda betul-betul kelewat dominan. Saya sampai bingung siapa tokoh utamanya, siapa host siapa narasumber, karena Anda terlalu banyak bicara dan memaksakan opini Anda.

Cara Anda menatap dan bertanya sangat intimidatif, tubuh Anda yang condong ke depan juga terkesan menekan. Kadang saya membayangkan jika yang Anda wawancarai orang seperti Luhut Binsar Pandjaitan atau Basuki Tjahaja Purnama, dengan cara seperti itu. Tak dipungkiri, sebagai jurnalis Anda dikenal tidak netral, dan memihak pihak tertentu secara politik. Wajar jika muncul tantangan dari netizens, beranikan Anda mengundang Presiden Jokowi untuk membahas kinerja 1000 (seribu) pemerintahannya, misalnya.

Dari beberapa talk show yang saya lihat, Anda nampak garang dan berapi-api ketika mewawancarai tokoh yang berbeda pandangan politik dengan Anda, namun ketika mewawancarai tokoh yang sehaluan, Anda berubah santun, lembut dan menggemaskan. Saya yakin beberapa orang yang diundang ke acara Anda mengalami demam panggung, salting, lupa bahan, mungkin juga emosinya naik hingga merasa kapok Anda wawancarai. Anda begitu menikmati ketika seorang narasumber gelagapan dengan muka merah padam, ditambah tepuk tangan dari pemirsa.

Saya tidak ingin mengulang apa yg ditulis oleh Syamsuddin Haesy Agara Anda belajar pada Amanpour atau Oprah. Saya yakin Anda lebih tahu dan mengenal bagaimana cara Amanpour memandu acara talk show. Yang dekat saja dengan publik tanah air, saya sarankan Anda belajar pada Karni Ilyas, atau senior Anda waktu di Metro TV, Andy F Noya. Cara mereka bertanya sangat santun dan berkelas, tidak meledak-ledak dan terkesan bawel. Karni Ilyas dan Andy F Noya tidak pernah mempermalukan narasumber apalagi menikmati tepuk tangan penonton ketika berhasil membuat narasumber terpojok. Mereka begitu menghargai narasumber dan memberi kesempatan mereka untuk menuntaskan penjelasan. Narasumber merasa tenang dan puas karena bahan yang disiapkan bisa disampaikan secara gamblang.

Bu Nana, Anda masih muda dan potensial. Karir jurnalistik Anda tentu masih panjang dan terbuka lebar untuk dikembangkan. Tidak ada salahnya memperbaiki beberapa bagian yang menjadi catatan masyarakat. Anda besar dan populer juga tidak terlepas dari peran masyarakat. Tidak perlu ngotot dan merasa sudah benar, sudah pintar.

Menurut saya, jurnalis dan juga host adalah pihak yang mampu menjadi moderator dan mediator yang piawai mengatur lalulintas talk show sehingga menjadi hidup dan produktif.

Jurnalis itu menggali bukan menghitung, mengeksplor bukan meneror, mendorong bukan mendikte.

Sama-sama wanitanya, mudah-mudahan Anda kelak bisa sebesar dan sehebat Amanpour atau Oprah Winfrey.

Semoga surat terbuka ini sampai di tangan Anda dan menjadi pelajaran bagi insan jurnalistik dan masyarakat luas Indonesia.

Jakarta, 28 Januari 2018
Dalam kesendirian Malam Minggu
Arief Yuswandono

3 komentar:

  1. Potongan pendengki seperti si najwa yg Syiah iblis itu,tidak bakal bisa netral.memang tujuannya selain mencari uang,hanya untuk menjatuhkan kredibilitas orang2 yg bukan kelompoknya.

    BalasHapus
  2. dia lebih cocok sbg peserta debat publik yg sama sama ngeyel dgn pendapat masing2.

    BalasHapus
  3. Semoga saran saya didengar Najwa. Minta maaflah anda kepada Bapak Gubernur DIK sebelum terlambat. Bisa kualat

    BalasHapus