Cari Blog Ini

Selasa, 16 Januari 2018

Ketika Tempo Telanjangi Ahok Dalam Kasus Reklamasi

Luar biasa !!!

Grup Tempo dan GM yang selama ini getol berperan sebagai buzzer-nya Ahok tiba-tiba berbalik haluan. Hari ini headline Koran Tempo sangat kritis menguliti Ahok dalam kasus korupsi reklamasi. Judulnya pun tak main-main: Penggusuran Kalijodo Disebut Barter Reklamasi dan Agung Podomoro Seret Ahok. Wow...ada apa dengan Tempo?

Dalam artikel utama yang berjudulPenggusuran Kalijodo Disebut Barter Reklamasi, dengan terang benderang dan tanpa basa-basi Koran Tempo mengupas tuntas biaya-biaya yang diminta Ahok dari Agung Podomoro untuk membiayai penggusuran kawasan Kalijodo dan 12 proyek pemprov DKI Jakarta lainnya.

Untuk penggusuran Kalijodo, Koran Tempo menulis bahwa PT Agung Podomoro Land harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 6 miliar. Dana sebesar Rp 6 miliar tersebut digunakan untuk mengerahkan 5.000 personel gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja, kepolisian, dan tentara untuk menggusur kawasan Kalijodo. Tentu saja jumlah Rp 6 miliar bukanlah jumlah yang kecil. Apalagi dana yang dimiliki Satpol PP untuk melakukan penggusuran tak mencapai 1 miliar.

Dan keterlibatan TNI inilah yang dikecam oleh AM Fatwa. Sayangnya, akibat kecamannya, AM Fatwa justru mendapat ancaman pembunuhan. Kini, kasus ancaman pembunuhan terhadap AM Fatwa telah ditangani oleh Bareskrim Polri.

Masih menurut headline Koran Tempo, keterlibatan Agung Podomoro dalam penggusuran Kalijodo diketahui setalah KPK melakukan penggledahan di kantor Agung Podomoro. Dalam penggledehan tersebut KPK berhasil menemukan dokumen penting terkait proyek-proyek Pemprov yang dibiayai oleh Agung Podomoro.

Sumber internal KPK menyampaikan kepada Koran Tempo totalnya ada 13 proyek  Pemprov DKI Jakarta yang dananya dimintakan dari Agung Podomoro. Dokumen yang ditemukan oleh KPK juga membuktikan bahwa julukan Ahok sebagai Gubernur Podomoro bukanlah isapan jempol. Dokumen tersebut membuktikan bahwa Ahok memang memiliki kedekatan khusus dengan Agung Podomoro. Ahok pun mengakui memiliki kedekatan khusus dengan Presiden Direktur Agung Podomoro, Ariesman Widjaja.

Masih menurut sumber internal di KPK total dana talangan Agung Podomoro untuk membiayai 13 proyek Pemprov tersebut sebesar Rp 392 milyar.

Dalam laporannya Koran Tempo juga mengungkapkan bahwa tersangka Ariesman Widjaja selaku Presiden Direktur Agung Podomoro telah membenarkan isi dokumen temuan KPK tersebut. Kepada penyidik yang memeriksanya Ariesman Widjaja mengakui kebenaran seluruh isi dokumen yang ditemukan oleh KPK.

Hal yang paling menarik dari kesaksian Ariesman Widjaja adalah terkait pengakuannya bahwa biaya proyek pemprov DKI Jakarta yang dimintakan ke Agung Podomoro tersebut akan diganti melalui pemotongan kontribusi tambahan pulau reklamasi. Artinya, seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh Agung Podomoro untuk membiayai proyek penggusuran dan pembangunan rusun akan dibarter dengan proyek reklamasi.

Selama ini publik dikecoh dengan dana kontribusi 15% dan 5%. Padahal masalah utamanya bukanlah dana kontribusi. Jika urusannya hanya dana kontribusi maka dengan mudah bisa dibuat melalui Pergub. Rekaman pembicaraan Ahok, Sunny dan Aguan yang dimiliki KPK jauh lebih penting dibandingkan masalah dana kontribusi.

Masih terkait dengan artikelPenggusuran Kalijodo Disebut Barter Reklamasi,Koran Tempo kembali menurunkan berita utama dengan judul Agung Podomoro Seret Ahok. Lagi-lagi ada apa dengan Tempo?

Dimanapun yang namanya koruptor setelah tertangkap pasti tidak mau sendirian. Sepertinya Ariesman pun tidak mau sendirian dan mulai menyeret Ahok masuk dalam pusaran korupsi reklamasi. Pembenaran Ariesman terhadap dokumen proyek yang ditemukan oleh KPK di kantor Agung podomoro merupakan pintu masuk untuk menyeret Ahok. Ingat Ariesman dengan Ahok jadi ingat Nazaruddin dengan Anas Urbaningrum. Saat itu, Nazaruddin pun tidak mau sendirian akhirnya menyeret Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum.

Di luaran, Ahok boleh saja menolak keterangan Ariesman Widjaja tersebut. Bahkan Ahok boleh saja mengaku bahwa pemeriksaannya hanya untuk melengkapi berkas Ariesman dan Sanusi. Tapi sumber Tempo di internal KPK menyebutkan Ahok diintrogasi terkait permintaan Pemprov DKI Jakarta kepada Agung Podomoro untuk membiayai sejumlah proyek Pemprov. Selama 8 jam pemeriksaan di KPK, Ahok dicecar pertanyaan terkait barter proyek reklamasi dengan proyek pemprov.

Meskipun membantah keterangan Ariesman, sayangnya Ahok pun tak mampu memberikan keterangan darimana saja dana yang digunakan untuk membiayai 13 proyek seperti tertulis dalam dokumen yang ditemukan KPK. Padahal jika sumber dananya jelas pasti sangat mudah bagi Ahok untuk menjawab pertanyaan tersebut. Apalagi selama ini Ahok dicitrakan sebagai gubernur yang bersih, transparan dan professional.

Masak sih, orang yang sudah dicitrakan bersih, transparan dan professional tidak mampu menjawab darimana dana untuk membiayai 13 proyek pemprov tersebut?

Setelah diperiksa selama 8 jam dalam korupsi reklamasi, sepertinya Ahok akan makin sibuk bolak-balik ke KPK. Seperti diketahui selain kasus korupsi reklamasi, Ahok juga terbelit kasus Sumber Waras. Dalam kasus Sumber Waras, Ahok pernah diperiksa selama 12 jam.

Jika dalam kasus korupsi reklamasi KPK menyebutnya sebagai GRAND CORRUPTION, maka dalam kasus Sumber Waras BPK menyebutnya dengan KORUPSI YG SEMPURNA. GRAND CORRUPTION karena melibatkan pengusaha, eksekutif dan legislatif. Sedangkan KORUPSI YG SEMPURNA karena dilakukan dari tahap awal hingga tahap akhir.

Selain dua kasus tersebut, Ahok juga masih harus bolak-balik ke Bareskrim Polri terkait kasus korupsi UPS. Dalam persidangan beberapa waktu lalu, Ahok pernah berbohong di persidangan dengan mencatut nama Jokowi.

Seperti dikutip oleh berbagai media, dalam kesaksiannya di kasus korupsi UPS, Ahok menuduh Jokowi yang telah menandatangani APBD-P yang sarat masalah.
Untungnya, kebohongan Ahok dalam persidangan UPS tersebut langsung dibongkar oleh hakim dengan menunjukkan tandatangan Ahok dalam dokumen APBD-P.

Kasus lainnya yang akan membuat Ahok makin sibuk terkait dengan fitnah dan atau pencemaran nama baik terhadap Hary Tanoesoedibjo melalui media elektronik.
Seperti diketahui LBH Perindo mewakili Hary Tanoesoedibjo telah melaporkan akun pendukung Ahok @kangdede78 alias Dede Budhyarto ke Bareskrim Polri. Dalam sebuah cuitannya, @kangdede78 menuliskan bahwa berdasarkan hasil pertemuannya dengan Ahok, Hary Tanoesoedibjo telah memerintahkan media-media dibawah MNC Grup untuk menyerang Ahok karena dendam kesumat.

Bareskrim Polri pun telah menindaklanjuti laporan tersebut. Kemarin (10 Mei 2016), LBH Perindo selaku pihak pelapor telah diperiksa oleh Bareskrim Polri.

Usai memberikan kesaksiannya, Ricky Margono menyampaikan bahwa penyidik Bareskrim Polri akan menjadwalkan pemanggilan Ahok selaku saksi dan salah satu followers Twitter @kangdede78, Pahatunggal Siregar. Kasus @kangdede78 pun menarik perhatian netizen dengan#OngenBebasDedeMasuk.

Salam Reklamasi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar