Cari Blog Ini

Senin, 10 Juli 2017

Penyiraman Air Keras, Pembacokan dan Quo Vadis Penegakan Hukum di Indonesia

Jakarta- (10/7/2017) Publik tanah air dikejutkan dengan tragedi yang menimpa Hermansyah, Pakar bidang Informasi dan Teknologi dari ITB (Institut Teknologi Bandung). Hermansyah yang pernah diundang satu televisi swasta nasional, untuk mengisi talkshow ILC 'Membidik Habieb Rizieq' pada Selasa (6/6/2017), lalu, mengalami penganiayaan di Tol Jagorawi pada Ahad (9/7) dinihari.

Hermansyah rencananya akan dijadikan saksi ahli dalam kasus dugaan chat mesum yang melibatkan FH dan HRS. Pihak penasihat hukum FH, Aziz Yanuar, SH telah menyampaikan hal itu kepada penyidik Polda Metro Jaya, Selasa (04/07) lalu. Peristiwa nahas tersebut membuat Hermansyah batal menjadi saksi ahli untuk dimintai keterangan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.

Kasus penganiayaan yang menimpa Hermansyah menambah daftar kasus kriminal yang menimpa pihak yang terlibat dalam penegakan hukum di tanah air.

Sebelumnya, pada Selasa (11/4) penyidik senior KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Novel Baswedan juga mengalami tindak penganiayaan dengan disiram air keras sepulang dari menjalankan sholat subuh di depan rumahnya.

Diketahui, Novel sedang menangani kasus besar korupsi diantaranya kasus korupsi KTP elektronik yang diduga melibatkan banyak pembesar negeri ini.

Keberadaan seorang penyidik dan saksi, baik saksi fakta maupun saksi kunci sangat penting dalam proses penegakan hukum. Seorang saksi dapat menentukan nasib seseorang, karena menjadi pertimbangan utama majelis hakim dalam memutuskan perkara. Dalam banyak kasus, seorang saksi mendapat ancaman dan menjadi target pembunuhan, tujuannya jelas, agar dia tidak bersaksi di pengadilan.

Di tahun 1994 Jet Li merilis sebuah film tentang perlindungan terhadap saksi yang berjudul "The Bodyguard From Beijing". Film bercerita tentang Michelle Yeung (Christy Chung) pada suatu hari tanpa sengaja menyaksikan sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang usahawan korup.

Tidak pelak Michelle pun menjadi buruan para pembunuh profesional yang dikirim oleh usahawan tersebut agar tidak dapat menjadi saksi yang memberatkannya.

Kepolisian Hongkong meminta bantuan Pemerintah China daratan untuk membantu  melindungi saksi Michelle. Pemerintah Cina pun mengirimkan seorang pengawal, John Chang / Allan (Jet Li) dari satuan polisi elit Beijing untuk membantu pengawalan Michelle.

Di Indonesia sendiri perlindungan terhadap saksi sudah menjadi perhatian meski belum maksimal. Adanya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) adalah bentuk keseriusan pemerintah dalam proses penegakan hukum.

Namun dengan adanya kasus Hermansyah dan Novel Baswedan, harus menjadi perhatian tersendiri bagi aparat keamanan negeri ini. Negara harus hadir ke tengah masyarakat untuk menjamin rasa aman dan percaya diri, ketika seorang warga hendak tampil menjadi saksi dalam suatu persidangan.

Dampak negatif dari kasus ini adalah munculnya ketakutan dan keengganan dari masyarakat untuk bersaksi dalam kasus yang membawa resiko keselamatan diri atau keluarga. Bagi aparat penegak hukum seperti penyidik, jaksa maupun hakim, kasus ini juga bisa membawa efek trauma, terutama bagi keluarga.

Jika hal ini dibiarkan terus berlanjut, maka menjadi awal babak kelam penegakan hukum di tanah air. Aparat keamanan, dalam hal ini kepolisian harus mulai menyusun skala prioritas pengamanan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses penegakan hukum. Mungkin perlu disusun SOP (Standar Operating Procedure) untuk melindungi para saksi maupun calon saksi, penyidik, jaksa termasuk juga hakim.

Kasus penyiraman dan pembacokan adalah bentuk intimidasi dan teror yang sesungguhnya terhadap penegakan hukum. Sekarang saatnya pihak kepolisian mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan mengusut secara cepat dan transparan, sehingga segera terungkap siapa dalang, pelaku dan motif dari semua kasus tersebut.

Kelambatan aparat kepolisian dalam menangani kasus teror seperti ini akan menjadi alasan bagi masyarakat untuk membawa pada asumsi-asumsi liar yang justru memperkeruh suasana. Faktor politis dan ideologis akan lebih kental dan menarik menjadi bahan diskusi dari pada kasus itu sendiri.

Fakta bahwa penegakan hukum di Indonesia masih timpang, terkesan tajam ke bawah tumpul ke atas akan mendapat pembenaran jika polisi lambat menangani perkara Hermansyah.

Semoga di usianya yang menginjak 71 tahun, Korps Bhayangkara mampu membuktikan dirinya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat yang terpercaya. Semua aparat kepolisian sudah dididik dan dibekali pelatihan yang memadai sehingga makin profesional, peralatan canggih dan modern juga dimiliki institusi polri, anggaran yang cukup besar selalu digelontorkan pemerintah dalam alokasi APBN-nya.

Wajar jika masyarakat menuntut kinerja yang gesit dan memuaskan dari jajaran Korps Tribrata. Polisi, saatnya kembali kepada khitahnya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat yang siaga sepanjang waktu untuk menjamin rasa aman masyarakat. (Arief Luqman El Hakiem /Maspolin/ Bhayangkara Indonesia News).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar