Cari Blog Ini

Sabtu, 02 September 2017

Bau Minyak dan Gas Bumi Menyengat di Rohingya

YOGYAKARTA - Tragedi kemanusiaan di Rohingnya masih terus berlangsung. Terhitung sejak Sabtu, 26 Agustus 2017 kemarin, tentara Myanmar telah melakukan berbagai tindakan yang tidak manusiawi kepada etnis Muslim Rohingnya. Mereka membunuh, memperkosa, membakar desa-desa, dan lain sebagainya. Dunia telah mengecam tragedi ini. Mulai dari Kofi Annan dari PBB, Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan, juga Presiden RI, Jokowi.

Peneliti Civilization Analysis Forum (CAF), Muhammad Alauddin Azzam angkat bicara terhadap tragedi ini.
"Sungguh sedih melihat saudara kita disiksa, dibunuh, ada juga wanita-wanita pun diperkosa oleh tentara-tentara Myanmar. Sampai saat ini baru saja kecaman dari negara-negara tetangga, belum ada real action untuk mengirim tentara ke sana. Ada apa ?" jelas Azzam kepada BANGKIT POS Sabtu, 1 September 2017.

Menurut Azzam perlu adanya real action atau tindakan nyata seperti mengirim tentara untuk melawan kekejian tentara Myanmar selain diplomatik secara politik. Selain itu Azzam mengatakan bahwa masyarakat dunia dinilai sangat penting untuk memahami asal mula tragedi ini terjadi.

"Alhamdulillah, saya turut memberikan kontribusi untuk bisa menganalisis lalu menuangkannya dalam tulisan. Selama saya menganalisis tragedi ini, terlihat jelas adanya kolaborasi antara tentara dan korporasi asing yang bermain memperebutkan kekayaan alam di Arakan. Kita lihat, minyak bumi dan gas alam. Di sana juga sudah ada Total, Petrochina, dan Chevron. Logika sederhana, ketika suatu wilayah dengan basis good geopolitic-nya, maka wajar ambisi negara seperti AS dan Cina beserta corporatenya untuk mengambil alih wilayah-wilayah itu, " imbuhnya.

Ia juga memberikan masukan untuk semuanya agar menyuarakan kepada ASEAN dan negara-negara muslim dunia untuk bisa menyelesaikan tragedi ini dengan segera.

"Pertama, saya ingin memberikan saran kepada diplomat-diplomat ASEAN agar bisa menyuarakan kepada negara-negara ASEAN untuk menghilangkan doctrin of non-interfence atau doktrin tidak mencampuri urusan negara lain. Ini bahaya kalau ada doktrin seperti ini !. Kedua, saya berharap negara-negara muslim, termasuk Indonesia bisa memahami "stratak", yakni strategi dan taktik barat dalam memicu konflik agama antara Buddha dan Muslim. Kita harus tahu mereka lah (AS dan Cina) yang men-design tragedi itu semua menggunakan bidak-bidak yang telah mereka atur sedemikian rupa, " pungkasnya.

Sumber : bangkitpos.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar