Cari Blog Ini

Minggu, 28 Agustus 2016

Miskin vs Kemiskinan

Miskin vs Kemiskinan

KEBUMEN - (22/07/2016) Ibnu Abdil Hakam (Sîrah ‘Umar bin Abdul ‘Azîz, hlm. 59) meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat, berkata, “Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang miskin pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan setiap individu rakyat pada waktu itu berkecukupan.” (Al-Qaradhawi, 1995).

Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-102 H/818-820 M) kemakmuran tidak hanya ada di Afrika, tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Bashrah. Abu Ubaid (Al-Amwâl, hlm. 256) mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak saat itu, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata, “Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitul Mal masih terdapat banyak uang.”

Khalifah Umar memerintahkan, “Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya.”
Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, “Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.”

Khalifah memerintahkan lagi, “Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.”
Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, “Saya sudah menikahkan semua yang ingin menikah. Namun, di Baitul Mal masih juga banyak uang.”

Jauh sebelumnya, yaitu pd masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah Umar bin Khathab mampu menggaji guru di Madinah masing-masing 15 dinar (1 dinar=4,25 gr emas). Jika 1 gr emas saat ini seharga Rp 400 ribu, berarti masa itu gaji guru mencapai sekitar Rp 25 juta.

Pada masanya pula, setiap tentara berkuda pernah mendapatkan ghanîmah sebesar 6000 dirham (sekitar Rp 75 juta), dan masing-masing tentara infanteri mendapat bagian sebesar 2000 dirham (sekitar Rp 25 juta). (Ash-Shinnawi, 2006).

Bbrapa hr terakhir ini banyak postingan yg membahas soal kemiskinan. Adanya data yg tdk akurat, bantuan yg tdk tepat sasaran, parameter kemiskinan yg tdk tepat, hingga adanya orang2 yg mengaku2 miskin, ttpi gaya hidupnya kelihatan spt org kaya.

Saat ini Pemda Kebumen jg menjadikan pengentasan kemiskinan sbg program unggulan. Bahkan sy dengar dlm diskusi SIMPUL besok kemiskinan akn dijadikan sbg tema, yaitu "Percepatan penanggulangan kemiskinan di kabupaten Kebumen".

Sbg bahan bagi kawan2, mungkin perlu dilihat scr jernih ttg definisi kemiskinan. Beda antara kemiskinan dg miskin. Miskin adl kata sifat shg disebut orang miskin. Sdgkan kemiskinan adl kata benda abstrak, krn ada imbuhan ke-an, yg berarti perihal miskin, atau keadaan/situasi miskin.

Di dlm literatur Islam, ada istilah faqir dn miskin ; adl suatu kondisi dimana seseorang tdk memiliki harta atau usaha sama sekali, atau memiliki harta dn usaha ttp tdk mencukupi utk memenuhi kebutuhan hidupnya pd tingkat dasar/primer.

Sementara kemiskinan memiliki definisi sendiri. ada kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, ada jg kemiskinan struktural dn kemiskinan kultural. Jika dikaji dari defnisi, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh satu golongan masyarkat karena struktur sosial masyarakat tersebut tidak mampu memanfaatkan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Alfian, Mely G. Tan, Selo Sumardjan, Kemiskinan Struktural Satu Bunga Rampai, 1980, hal 5).

Sedangkan menurut Edi Suharto, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang terjadi bukan dikarenakan ketidakmamuan si miskin untuk bekerja (malas), melainkan karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.

Sedangkan definisi kemiskinan kultural adalah suatu adaptasi atau penyesuaian diri dan sekaligus merupakan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka dalam masyarakat yang berstrata kelas, individualis dan berciri kapitalis. Kultur tersebut mencerminkan satu upaya mengatasi putus asa dan tanpa harapan yang merupakan perwujudan dari kesadaran bahwa mereka merasa musthail dapat meraih sukses dalam kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan masyarakat luas .

Sedangkan Oscar Lewis mendefinisikan kemiskinan budaya sebagai kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti masalas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dan sebagainya.

Pandangan lain mengenai kemiskinan budaya menurut Mudjahirin Thohir adalah ada kaitannya dengan pandangan keliru dalam dimensi keagamaan, yaitu cara pandang jabariyah , di mana keberadaan diri (jatuh miskin) dililihat sebagai takdir bukan karena
belum mengoptimalkan usaha. Dari segi sosial, mereka menjustifikasi diri sebagai orang yang trah wadahnya kecil.

Dari segi budaya, mereka “menikmati kemiskinannya itu”. Suka menghibur diri seperti: “ luwih becik mikul dawet kanti rengeng-rengeng, tinimbang numpak Mercy nanging mbrebes mili ”; atau menyatakan “ donyo kuwi nerakane wong Islam, surgane wong kafir ”. Suatu pensikapan yang berbeda dengan kaum pemenang.

Dr sini nampak kelas bahwa org miskin dn kemiskinan akn selalu ada. Namun berbeda cr menanggulangi nya. Utk membantu org miskin adl dg mencukupi kebutuhan primernya/dasar (sandang, pangan dn papan). Dlm Islam ada syariat ttg zakat, infaq dn sedekah utk penyelesaian scr sosial horizontal. Scr struktural, pemerintah berkewajiban menjamin kehidupan yg kayak utk faqir, miskin, dn anak2 terlantar. Sprt yg dilakukan pada masa kekhilafan Islam di atas.

Sementara kemiskinan berkaitan erat dg kentaldn sistem. Sehingga utk menanggulangi kemiskinan, pemerintah harus melakukan revolusi mental terlebih dahulu pd masyarakat nya. Masyarakat harus diubah pola pikirnya, ditingkatkan etos kerjanya, digali kreatifitasnya dn diperkuat daya juangnya. Ini bs dilakukan dg pelatihan2 soft skill /motivasi yg bersifat mencerahkan.

Yg kedua adl membekali mereka dg ketrampilan dn kecakapan hidup. Kemampuan menggali potensi2 bisnis, kemampuan manajerial, pemasaran dn pengelolaan keuangan yg efektif dn efisien.

Yg ketiga adl memberi akses permodalan yg memadai dn terjangkau bagi masyarakat yg tergerak utk memulai membuka usaha atau ingin mengembangkan usahanya.
Strategi pemasaran dg membuka sentra2 atau ruang publik jg sgt penting, disamping membantu penetrasi pasar hingga luar daerah bahkan luar negeri.

Yg keempat adl membuka sebanyak2nya lapangan kerja dg program2 padat karya dn memperbanyak proyek swa kelola dg mengutamakan tenaga kerja lokal.

Kesimpulannya, pemerintah daerah kabupaten Kebumen perlu merancang satu sistem yg memungkinkan org2 miskin mengubah keadaan hidupnya dg kemampuan nya sendiri. Perlu ada program yg nyata dn efektif utk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Salam Subuh, #KebumenKeren
(Arif Yuswandono, social enterpreneur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar