Cari Blog Ini

Rabu, 01 Februari 2017

BLUNDER AHOK ; Babak Baru Perang Terhadap Penista Agama


Mulutmu Harimaumu, begitulah sebuah ungkapan bijak untuk menggambarkan betapa buasnya mulut ketika tidak dikendalikan. Adalah Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, Gubernur DKI Jakarta non-aktif yang membuktikan bahwa pepatah “Mulutmu Harimaumu” adalah tepat. Ucapan Ahok disaat menjalani sidang kedelapan Kasus Penistaan Agama, Selasa (31/1) berbuntut panjang.

Ucapan dilontarkan Ahok guna merespons keterangan Kiai Haji Ma'ruf Amin yang saat itu menjadi saksi atas kasus penistaan agama.

"Saya berterima kasih, saudara saksi ngotot di depan hakim bahwa saksi tidak berbohong, kami akan proses secara hukum saksi untuk membuktikan bahwa kami memiliki data yang sangat lengkap," begitu petikan ucapan Ahok yang ditujukan kepada Kiai Ma'ruf.

Ahok pun dengan lantang menuding kiai karismatik berusia 73 tahun itu. Ahok dengan mudahnya menuding Ma'ruf sengaja menutup-nutupi riwayat hidupnya.

"Saya juga keberatan tapi itu hak saksi, setelah dibuktikan meralat 7 Oktober ketemu paslon nomor satu dan jelas menutupi riwayat hidup pernah jadi Wantimpres SBY, dan tanggal 6 Oktober pukul 10.16 WIB ada bukti minta pertemukan saudara dengan Agus-Sylvi. Saudara sudah tidak pantas jadi saksi karena tidak objektif dan mengarah dukungan pada paslon satu," kata Ahok.

Tak hanya itu, kiai yang dihormati dan jadi panutan warga Nahdlatul Ulama (NU) ini pun dengan entengnya disandingkan dengan kata 'zalim' dan melawan Tuhan dalam kalimat tanya Ahok.

"Percayalah, sebagai penutup, kalau Anda menzalimi saya, yang Anda lawan adalah Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Esa. Saya akan buktikan satu per satu dipermalukan. Terima kasih," kata Ahok dalam sidang kala itu.

Segala kalimat itu dikeluarkan Ahok kepada pemimpin tertinggi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus pemimpin tertinggi NU. Ya, selain ketua MUI, Ma'ruf adalah rais aam PBNU.

Ancaman dan tudingan kepada Kiai Ma'ruf sebagai saksi palsu terhadap Kiai Ma'ruf merupakan kado pahit bagi jamiyyah NU yang tepat pada 31 Januari kemarin genap berusia 91 tahun. Tudingan tersebut sangat menyakitkan dan tidak patut, serta merupakan tindakan yang melampaui batas-batas kewajaran hidup sebagai suatu bangsa yang beradab, dilakukan Ahok dan tim pengacara.

Ucapan-ucapan Ahok tersebut merupakan blunder yang membuka babak baru perang terhadap penista agama. Paling tidak ada dua kelompok baru yang secara tidak sadar dilibatkan  Ahok dalam peperangan ini. Pertama, entitas Nahdhiyin. Dengan menghina dan mengancam KH. Ma’ruf Amin berarti Ahok mengajak perang juga kalangan Nahdhiyin. Kemudian yang kedua adalah kalangan intelejen yang sebagian besar dari kalangan TNI-Polri.

Di kalangan Nahdhiyin, ucapan Ahok dianggap sebagai pernyataan perang terhadap entitas NU. Kalangan NU dengan organisasi sayapnnya selama diam dan terkesan  malu-malu untuk terlibat dalam hiruk pikuk Al Maidah 51. Tetapi dengan kecerobohan Ahok, para petinggi NU tidak ragu lagi untuk meluapkan kemarahannya pada calon Gubernur yang diusung koalisi PDIP, Golkar, Nasdem dan Hanura.

Khatibul Umam Wiranu, Ketua Lajnah Ta'lif wan Nasyr / LTN PBNU (Lembaga Penerbitan dan Penyebaran Informasi) 2013 – 2015,  Ketua Pimpinan Pusat GP Ansor  2005 – 2010, mengomentari pernyataan Ahok, Jika benar  Ahok dan tim pengacara Ahok akhirnya mempolisikan KH Ma'ruf Amin, cicit dari Syeikh Nawawi Al-Bantany ini, maka saya dan saya yakin bersama jutaan santri akan membela beliau tanpa syarat. Kita semua harus bersikap keras, tegas, dan tegakkan kepala menghadapi orang-orang yang punya kekuasaan yang bersikap arogan”.

Ketua Bidang Antarlembaga PW GP Ansor DKI Redim Okto Fudin di sela-sela acara Harlah NU ke-91 di Jakarta, menilai sikap dan  perlakuan Ahok dan Tim Pengacara Ahok terhadap Kiai Ma’ruf tersebut sangat kasar, sarkastik,  melecehkan, dan mengina marwah NU. Dia menegaskan, Ahok telah menabuh genderang perang dengan NU. Bagaimanapun sosok Kiai Ma’ruf adalah pimpinan tertinggi NU dengan puluhan juta pengikut. “Ente jual ane beli. Kami akan catat ini sebagai pelecehan tak terkira pada warga NU,” kata dia dengan nada geram.

Ketua Dewan Penasihat Lembaga Bantuan Hukum PB NU Moh Mahfud MD menegaskan, pernyataan Ahok kepada KH Ma'ruf Amin dalam sidang penistaan surah al-Maidah 51 sangat tidak beradab dan di luar koridor hukum. Untuk itu, wajar sekali bila sekarang warga nahdliyin merasa terpantik emosinya atau marah terhadap sikap yang merendahkan posisi KH Ma'ruf Amin itu.

''Saya pribadi selama ini diam saja. Tapi atas kejadian Ahok di sidang pengadilan yang seperti itu maka saya pun kini emosi. Dan wajar bila para kader dan warga NU seperti dari Ansor dan PMII marah atas sikap itu. Saya kira tindakan Ahok itu tidak beradab. KH Maruf adalah sosok ulama yang sangat dihormati warga NU. Dan di organisasi jamiah NU (PB NU) dia menempati posisi yang sangat tinggi. Semua warga NU hormat dan mencintai beliau," kata Mahfud MD.

Di kalangan intelejen, ucapan Ahok juga memancing kemarahan. Pasalnya kecerobohan Ahok dan kuasa hukumnya yang mengatakan memiliki bukti telepon KH Ma’ruf Amin dan SBY membuat kalangan intelejen ketar ketir. Dari siapa Ahok dan kuasa hukumnya begitu percaya diri mengatakan memiliki bukti tentang adanya telepon dari SBY ke Kyai Ma'ruf Amin kecuali dari Intelejen. Ahok dan kuasa hukumnya lupa, statementnya mengenai adanya telepon antara SBY dan KH Ma’ruf Amin memberi bukti keterlibatan intelejen di suksesi mereka.

Bahkan ada sumber yang mengatakan, bahwa Kepala BIN (Badan Intelejen Negara), Budi Gunawan ketar-ketir karena menyeret nama SBY ke medan pertempuran akan menyeret juga kekuatan intelejen lama.

Awalnya peta pertempuran cukup di wilayah kepolisian tanpa perlu kelihatan keterlibatan intelejen didalam mendukung suksesi Ahok. Dengan statemen adanya telepon SBY ke KH Ma’ruf Amin, berarti Ahok dan tim kuasa hukumnya melakukan penyadapan ilegal.

Melanggar privasi seseorang ditambah lagi, orang tersebut adalah mantan RI 1. Kecuali nanti mereka akan mencoba berkilah dan ngeles bahwa itu didapat dari sumber rahasia yang tidak bisa diungkap ke publik, Siapa?

Masyarakat pasti mengarahkan kepada Budi Gunawan ditambah memori "skandal sate" pada pilpres 2014. Itu blunder yang akhirnya harus kita sebar massive ke masyarakat bahwa ternyata BIN telah memihak pada Pilgub DKI 2017.

Akhirnya, marilah kita bersama saksikan babak baru Perang Terhadap Penista Agama. Semoga negeri Indonesia tercinta terselamatkan dari bencana dan tsunami persoalan yang terus mendera.

#saveNKRI #saveualama #waspadaPKI

Jakarta, 1 Februari 2017

Arief Luqman el Hakiem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar