Cari Blog Ini

Sabtu, 16 Desember 2017

KODE #SR6.9 ; CARA TUHAN MEMBONGKAR KEBUSUKAN MAFIA PROYEK & ANGGARAN

Gempa bumi dengan kekuatan 6.9 SR (kode #SR6.9) yang melanda kawasan Tasikmalaya, Jawa Barat, Jum'at (15/12) sekira pukul 23:47 WIB membawa hikmah tersendiri bagi dunia proyek dan infrastruktur.

Foto-foto kerusakan Rumah Sakit Margono di Purwokerto dan RS Banyumas menjadi viral di media sosial yang akhirnya terkonfirmasi kebenarannya di media elektronik televisi. Beneran bagian tembok dan plafon rumah sakit nampak rusak parah akibat guncangan gempa yang terjadi semalam.

Berbagai komentar warganet bermunculan menanggapi kondisi tersebut. Grup-grup WhatsApp juga dipenuhi komentar yang mempertanyakan kualitas bangunan yang relatif baru tersebut.

Komentar akun Nuh Dwiyatmoko misalnya, "Masa bangunan baru bisa sampai rusak parah gitu, sementara di sekitarnya bangunan yang lebih tua tidak terpengaruh".

Akun Facebook Bang Qodir bahkan lebih keras menanggapi, "Ini menunjukkan kualitas bangunan jaman now, yang semennya dirampok para pemborong proyek".

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia proyek infrastruktur dipenuhi mafia dan para koruptor. Kualitas bangunan baik gedung maupun jalan jauh dari apa yang disebut "standar".

Jalan yang baru saja diaspal hanya bertahan beberapa bulan untuk berubah menjadi kubangan. Bahkan beberapa ruas jalan di Kebumen sudah harus ditambal sana sini padahal belum diserahterimakan. Jalan Daendels yang menghubungkan Yogyakarta - Cilacap, depan baru ditambal belakangnya sudah buyar aspalnya.

Kualitas AMP (aspal) yang mirip pasir dicampur olie pasti akan hancur ketika diguyur hujan dan diinjak kendaraan besar. Sama seperti ketika komposisi adukan semen tidak standar, akan terkelupas ketika ada sedikit guncangan.

Kualitas bangunan infrastruktur yang memprihatinkan bukan hanya kecurangan pemborong proyek. Namun dampak dari lingkaran setan mafia proyek dan anggaran. Biaya non-teknis yang besar menjadi sebab sebuah proyek hanya menyisakan 40-60 % dari total pagu yang dianggarkan.

Lantas kemana larinya uang tersebut ?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemenang proyek harus mengeluarkan sejumlah dana hingga 10% dimuka untuk dapat memenangkan lelang. Belum lagi alokasi untuk pejabat setempat, jatah preman yang mengatasnamakan organisasi pemuda, upeti untuk oknum aparat, amplop untuk membungkam oknum wartawan dan oknum aktivis LSM serta masih banyak belanja non-teknis lainnya.

Kondisi ini makin diperparah ketika oknum pengawas dan auditor yang juga bisa disuap. Jadilah lingkaran setan mafia proyek dan anggaran. Korbannya tentu kualitas bangunan yang jauh dari standar mutu, seperti yang terlihat pada rumah sakit di Banyumas.

Uang negara dirampok dan dikorup oleh rakyatnya sendiri. Inilah istimewanya kejahatan korupsi, dimana korbannya tidak merasa dirugikan. Karena korupsi adalah pencurian uang rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemborong, pejabat, oknum aparat, oknum wartawan, oknum LSM dan pemuda adalah rakyat yang merampok uangnya rakyat. Luar biasa !

Menurut saya, koruptor bukanlah penjahat, namun lebih tepat disebut sebagai orang yang sakit. Sakit jiwanya, sakit mentalnya dan sakit nalarnya. Mengapa para koruptor lebih layak disebut sebagai orang sakit ?

Para koruptor ini berpenampilan tidak selayaknya seperti penjahat yang bertato dengan codet di pipi, wajah seram dengan kumis melintang.  Mereka nampak rapi dan klimis dengan jas dan dasi yang keren, namun hatinya busuk. Bahkan kadang mereka selalu menasihati untuk menjauhi korupsi, katakan tidak pada korupsi, mengingatkan anak buahnya untuk jujur. Padahal mereka meraih jabatan dengan cara menyuap dan menjadi rajanya koruptor.

Saking sakitnya para koruptor ini, ketika ketahuan dan ditangkap bukannya menyesal dan bertobat tapi masih melawan dan mengelak sambil cengengesan melambaikan tangan di hadapan kamera wartawan. Benar-benar orang yang sakit jiwanya !

Kebumen, 16 Desember 2017
Arief Luqman El Hakiem
Pemerhati Kebijakan Publik dan Pegiat Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar