Cari Blog Ini

Sabtu, 27 Mei 2017

Bom Kampung Melayu ; Siapa Diuntungkan...?

Kasus ledakan bom kembali terjadi di tanah air. Kali ini terjadi di sebuah halte busway kawasan Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (24/5) sekira pukul 21.00 WIB.

Lima orang korban dinyatakan meninggal dunia, tiga diantaranya anggota polisi yang sedang bertugas mengamankan pawai obor menyambut Ramadhan 1438 H.

Sontak, peristiwa tersebut menjadi heboh dan menghiasi halaman muka berbagai media. Media sosial paling update dan getol menyoroti seputar kejadian ini.

Berbagai analisa dan opini berseliweran, baik yang keluar dari pengamat, akademisi, politikus hingga pedagang keliling pinggir jalan.

Seperti yang sudah-sudah, segera saja masyarakat terbelah menjadi dua kelompok. Efek pilpres 2014 dan Pilkada DKI Jakarta yang baru saja digelar masih mewarnai diaspora dua kelompok ini.

Satu kelompok masyarakat segera mengarahkan jari telunjuk kepada institusi polri sebagai dalang di balik teror bom Kampung Melayu. Mereka menuduh bahwa Bom Kampung Melayu adalah rekayasa, pengalihan isu dan skenario untuk menyudutkan entitas muslim.

Berbagai data dan fakta mereka ajukan sebagai argumen untuk memperkuat kesimpulan ini. Berbagai problem dan persoalan internal polri dianggap sebagai aib yang harus ditutupi, salah satunya dengan aksi bom.

Kelompok yang kedua adalah pihak penguasa, dalam hal ini kepolisian. Dengan data dan pengalaman lapangan yang panjang, bisa dipastikan pada akhirnya pihak polri menyimpulkan bahwa pelaku bom adalah para teroris, yang berafiliasi pada jaringan teroris internasional. Baik itu sel baru maupun sel lama.

Sebagai institusi yang memiliki infrastruktur lengkap dan kewenangan dilindungi undang-undang, Polri dengan Detasemen Khusus 88 ( Densus 88 ) secara cepat dan meyakinkan akhirnya dapat membuktikan tuduhannya. Berbagai barang bukti dan kronologi dapat diungkapkan dalam jumpa pers.

Kedua entitas masyarakat yang saling menuduh ini, masing-masing memiliki pengikut dan pendukung. Baik media massa, cetak, elektronik maupun para buzzer di medsos. Akhirnya, kita menyaksikan perang opini, perang data, perang analisa hingga perang meme, selalu menghiasi ruang publik kita.

Bahkan seringkali, perbedaan pendapat ini mengarah pada perdebatan yang kasar dan keluar dari norma sopan santun.

Saya secara pribadi, memiliki analisis yang berbeda. Tuduhan bahwa Bom Kampung Melayu dan beberapa kasus bom sebelumnya adalah rekayasa polisi sangat lemah.

Khusus bom Kampung Melayu, sangat beresiko dan biadab seandainya benar institusi polri mengorbankan anak buahnya sendiri. Tiga anggota Korps Bhayangkara ikut menjadi korban secara mengenaskan dalam tragedi di Halte Busway, Kampung Melayu kemarin. Para pejabat petinggi polri tidak mungkin sekejam dan sesadis itu mengorbankan manusia untuk mencapai tujuan.

Namun, mengarahkan telunjuk pada entitas muslim juga sangat tidak benar. Ajaran Islam sangat jelas dan tegas, bahwa bunuh diri, teror dan membuat kekacauan di tengah masyarakat bukanlah ajaran Islam. Semua ulama dan ormas Islam di Indonesia mengutuk keras bom Kampung Melayu dan semua kasus bom sebelumnya.

Sebagai bukti, berjuta umat Islam berkumpul dalam beberapa Aksi Bela Islam selalu berjalan damai dan kondusif. Jangan korban jiwa atau ledakan bom, sebatang rumput pun sangat dijaga, termasuk sampah yang berserak. Itulah ajaran Islam yang sesungguhnya.

Lantas, siapa pelaku dan dalang di balik teror bom Kampung Melayu dan bom-bom sebelumnya...?

Untuk mengetahui dan menebak dalang dibalik teror bom, sebetulnya sangat sederhana. Kita gunakan teori yang bisa dipakai penyidik polri untuk mengungkap kejahatan, yaitu teori motif dan kepentingan.

Berdasar teori motif dan kepentingan, maka tuduhan kepada institusi polri dan entitas muslim Indonesia sebagai dalang, adalah sangat lemah dan tidak meyakinkan.

Jika dilihat dari tempat dan korban dari teror bom Kampung Melayu, diduga kuat bahwa motifnya adalah menciptakan suasana cemas, ketakutan, kekacauan dan utamanya adalah perpecahan bangsa Indonesia. Ini yang jelas dan pasti terjadi.

Apa untungnya kelompok ini dengan adanya kekacauan dan perpecahan bangsa Indonesia ?

Motif ekonomi, penguasaan sumber daya dan dominasi politik. Rumus konflik dari dulu tidak berubah, "Dimana ada kekacauan, berarti ada kelompok yang sedang membangun kekuatan".

Thesis Samuel F Huntington yang berjudul "The Class Of Civilization", sering disampaikan Kapolri, Jenderal Pol. Drs. HM. Tito Karnavian, MA, Ph.D dalam berbagai kesempatan. Bahwa dinamika politik di suatu negara tidak bisa dilepaskan dari politik dan ideologi global. Pasca perang dingin, maka kekuatan besar dunia yang menjadi rival Barat / Kapitalis adalah Islam dan Kongfutzian dalam hal ini Tiongkok.

Dalam sejarah Nusantara dan Indonesia modern, kelompok yang ingin menjajah dan menguasai kekayaan alam Indonesia dengan cara kekerasan juga politik adu domba adalah Barat  dengan Kapitalisme-nya dan dan China dengan Komunisme-nya.

Sejarah membuktikan, Belanda, Inggris dan Portugis menjajah Indonesia dengan kekerasan dan politik 'devide et impera'. Sementara Komunis dengan PKI (Partai Komunis Indonesia) nya juga beberapa kali melakukan upaya kudeta dengan cara kekerasan dan mengadu domba rakyat dengan pemerintah-nya.

Dua kelompok ideologi ini (Kapitalis dan Komunis) dengan infrastruktur yang mereka miliki inilah yang bisa dipastikan mendapat untung dari setiap kekacauan dan perpecahan bangsa Indonesia.

Di saat bahasa Indonesia saling berhadapan, saling hujat, saling serang hingga siap melakukan perang saudara, maka kelompok ideologi ini akan dengan mudah menjajah dan menguasai kekayaan alam Nusantara.

Sejatinya, polisi dan entitas muslim tidak bisa dipisahkan. Polisi adalah anak kandung bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Suatu hal yang mustahil, anak akan melawan dan menghancurkan orang tuanya. Sebagian besar anggota polri adalah pemeluk Islam yang taat, bahkan banyak diantara mereka hafal kitab suci Al Qur'an. Mana mungkin mereka akan menyerang dan menghancurkan saudaranya yang seiman.

Jadi jelas, bahwa ada kekuatan besar yang sedang bermain dan menginginkan kekacauan serta perpecahan di Indonesia.

Ini harus segera disadari dan disikapi secara bijak dan dewasa oleh semua elemen masyarakat. Pemerintah, dalam hal ini institusi Polri, TNI, para pejabat, dan para ulama pemimpin ormas Islam harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah perpecahan ini menjadi perang terbuka, perang sipil yang sangat tidak menguntungkan.

Tidak ada untungnya kita saling hujat dan saling caci, saling fitnah dan saling bully. Kita semua anak bangsa, lahir dari rahim Ibu Pertiwi yang kita cintai.

Kenapa kita saling serang dan saling bunuh, sementara musuh-musuh di luar sana menatap senang siap mencuri pundi-pundi kekayaan kita.

Saudara-saudaraku sebangsa setanah air...

Sadarlah, bangkit dan bersatulah...
Sudahi segala macam permusuhan...
Hentikan saling benci dan caci...
Mari kita kembali bersatu, bergandengan tangan di bawah panji-panji Merah Putih dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD 1945...

Yogyakarta, 28 Mei 2017
Dalam keheningan waktu sahur
Al Faqir Miskin dan Dho'if
Arief Luqman El Hakiem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar