Cari Blog Ini

Rabu, 21 Februari 2018

Bupati (Sebaiknya) Mengundurkan Diri

Bupati Kebumen, Ir. H. Mohammada Yahya Fuad, SE mengenakan rompi oranye keluar dari Gedung KPK


Bupati Kebumen, Ir. H. Mohammad Yahya Fuad, SE resmi menjadi tahanan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk masa 20 (dua puluh hari) terhitung sejak Senin 19 Feberuari 2018. Yahya Fuad ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK pada 23 Januari 2018 bersama dua orang lainnya, yaitu Hojin Anshori dan Khayub Mohammad Luthfi, keduanya adalah swasta pengusaha. Yahya Fuad disangka menerima gartifikasi sebesar 2,3 milyar rupiah dan dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang NOmor 20 Tahun 2001 juncto Psal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Yahya Fuad diduga membagi-bagikan proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kabupaten Kebumen kepada sejumlah kontraktor. Proyek yang dibagi-bagikan antara lain, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Infrastruktur APBN 2016 sekitar Rp 100 miliar. Dana tersebut kemudian diserahkan kepada Khayub M Luthfi untuk proyek pembangunan RSUD Prembun sebesar RP 36 miliar, kepada Hojin Anshori dan Grup Trada senilai Rp 40 miliar dan kepada kontraktor lainnya Rp 20 miliar. Dari proyek-proyek tersebut diduga ada kesepakatan fee sebesar 5 sampai 7 persen untuk Bupati.

Hingga saat ini sudah 9 (sembilan) orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sebagai rangkaian OTT KPK dalam kasus suap ijon proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Kebumen tahun 2016 lalu. Mereka antara lain ; Hartoyo, Yudhi, Sigit Widodo, M. Basikun Mualim, Adi Pandoyo  (kelimanya sudah divonis bersalah), Hojin Anshori, Dian (keduanya sudah ditahan) dan Khayub M Luthfi (tersangka namun belum ditahan).

Terkait penetapannya sebagai tersangka KPK, Yahya Fuad pernah berniat mengundurkan diri sebagai Bupati Kebumen, namun batal. Diduga ada beberapa pejabat OPD (Organisasi Perangkat Daerah) dan orang dekatnya yang mempengaruhinya agar tetap bertahan dengan alasan keberlangusungan program unggulan Bupati untuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hingga beberapa waktu pasca ditetapkan sebagai tersangka, Yahya Fuad masih melakukan tugas-tugas pemerintahan dan menandatangani beberapa surat penting. Terbaru adalah pengangkatan dan pelantikan beberapa pejabat yang akhirnya batal, sedianya dilakukan pengambilan sumpah pejabat eselon pada Senin, 19 Februari 2018.

Saya secara pribadi adalah pihak yang setuju dan mendukung, bahkan menyerukan wajib hukumnya bagi kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka /terdakwa apalagi terpidana kasus korupsi untuk mengundurkan diri secara ksatria. Paling tidak ada 5 (lima) alasan, mengapa seorang penyelenggara negara (Bupati / Walikota, Gubernur) untuk mengundurkan diri ketika menjadi tersangka KPK.

1. Alasan Hukum Positif

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pada pasal 78 ayat (1) disebutkan bahwa Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena ; a) meninggal dunia, b) permintaan sendiri (mengundurkan diri), c) diberhentikan.

Sedangkan pada ayat (2) berbunyi, Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena ; a) berakhir masa jabatannya, b) tidak dapat melaksanakan tugas atau berhalangan tetap selama 6 (enam) bulan, c) melanggar sumpah /janji jabatan, d) tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah /wakil, e) melanggar larangan bagi kepala daerah /wakil, f) melakukan perbuatan tercela, g) diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap, h) menggunakan dokumen dan/atau keteragan palsu pada saat pencalonan, i) mendapatkan sanksi pembehentian.

Jika kita cermati, ada 3 (tiga) alasan seorang kepala daerah termasuk bupati berhenti dari jabatannya. Tentu kita tidak menginginkan alasan pertama dan ketiga agar Yahya Fuad berhenti menjabat, yaitu meninggal dan diberhentikan. Diberhentikan sebagai bupati adalah aib dan akan menjadi catatan buruk yang akan terus diingat dalam sejarah. Apalagi diberhentikan /dipecat karena kasus koupsi. Pilihan tepat dan terhormat adalah berhenti karena permintaan sendiri atau mengundurkan diri.

2. Alasan Etika dan Moral

Bangsa Indonesia termasuk Kebumen pastinya adalah masyarakat yang masih memegang erat budaya ketimuran yang menjunjung tinggi norma kesopanan dan moral disamping norma hukum formal. Meski belum memiliki kekuatan hukum tetap, namun status tersangka /terdakwa adaah aib secara moral bagi seorang pemimpin apalagi tersangka korupsi yang dalam sejarahnya belum pernah ada yang lolos ketika KPK sudah menetapkan seseorang menjadi terdakwa.

Cepat atau lambat ketika seorang kepala daerah menjadi terdakwa KPK maka dia akan diberhentikan. Jika kita menengok kembali alasan seorang kepala daerah diberhentikan pada ayat (2) pasal 78 pada poin-poinnya maka jelaslah bahwa perbuatan korupsi adalah perbuatan tercela, melanggar sumpah /janji jabatan, melakukan larangan yang seharusnya tidak dilakukan.

Dalam skala yang lebih kecil, ketika imam shalat batal /melakukan kesalahan fatal wajib hukumnya mundur untuk digantikan oleh makmum yang di belakangnya. Maka, bagi Yahya Fuad, mengundurkan diri adalah pilihan tepat dan sesuai dengan etika moral demi menjaga harga diri serta kehormatan, daripada dia diberhentikan secara tidak hormat, atau dipecat.

3. Keberlangsungan Tata Pemerintahan, Pembangunan dan Pelayanan Publik

Ketika seorang kepala daerah ditahan karena status tersangka, atau terdakwa apalagi terpidana pasti akan mengganggu jalannya pemerintahan di wilayahnya. Dia tidak bisa dengan leluasa memimpin rapat, mengahadiri undangan, bertemu dengan masyarakat termasuk menandatangani dokumen dan surat-surat penting. Ini artinya program pembangunan dan pelayanan publik akan terganggu, jalannya roda pemerintahan pun tidak akan maksimal karena pelaksana tugas memiliki keterbatsan dalam membuat keputusan.

Djoehermansyah Djohan pada saat menjabat sebagai Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri pernah menegaskan bahwa kewenangan kepala daerah yang berstatus tersangka dibatasi. Bupati atau walikota yang menajdi tersangka (kasus korupsi KPK) tidak lagi diperbolehkan melakukan mutasi para pegawainya, apalagi melantiknya. Kepala daerah yang sudah berstatus tersangka sebaiknya fokus untuk mengurusi kasus hukum yang membelitnya dan tidak perlu lagi cawe-cawe dengan urusan pemerintahan. 

Jadi, demi keberlangsungan tata pemerintahan, program pembangunan, pengentasan kemiskinan dan pelayanan publik di Kabupaten Kebumen, sebaiknya Yahya Fuad segera mengundurkan diri dari jabatan sebagai Bupati Kebumen.

4. Fokus pada Kasus Hukum yang Membelitnya

Menghadapi kasus hukum yang membelit Yahya Fuad dipastikan akan menghabiskan energi yang tidak sedikit. Waktu, tenaga, pikiran, biaya dan mental akan terkuras. Jika dia masih harus dibebani dengan urusan tata pemerintahan dan memimpin program pembangunan di Kebumen dipastikan hasilnya tidak maksimal. Proses pemeriksaan mungkin akan memakan waktu lama, belum lagi persidangan yang berlangsung tidak satu dua kali. Belum lagi jika kasus ini berlanjut pada sidang banding atau kasasi. Bisa dibayangkan betapa berat beban yang harus ditanggung oleh Yahya Fuad.

Maka pilihan mengundurkan diri adalah pilihan bijak agar satu beban bisa dikurangi, yaitu tanggung jawab memimpin Kebumen. Tongkat estafet dan program pembangunan, pengentasan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan bisa dilanjutkan oleh wakilnya sebagai bupati secara definitif.

5. Keteladanan dan Membangun Tradisi Mulia

Bangsa Indonesia masih miskin keteladanan dan budaya mulia. Jiwa kenegarawanan, sikap legowo dan budaya malu masih susah didapatkan pada diri pemimpin Indonesia saat ini. Meski berkali-kali melakukan kesalahan fatal, melanggar sumpah dan ingkar janji, namun kebanyakan kepala daerah masih kekeuh mempertahankan jabatannya.

Jauh berbeda dengan para politisi dan pejabat di negeri Sakura, Jepang. Para pejabat di Jepang akan segera mengundurkan diri ketika mereka tersangkut kasus korupsi, bahkan hanya karena isue /rumor negatif yang menderanya, seorang pejabat kementerian di Jepang dengan suka rela akan mengundurkan diri. Mengundurkan diri lebih terhormat sebagai tanggung jawab moral dari pada ngotot bertahan namun pada akhirnya terbukti bersalah dan dipecat.

Kini saatnya Yahya Fuad menunjukkan jiwa besarnya, dan sikap kenegarawanannya sebagai pemimpin teladan dengan mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai Bupati Kebumen. Semoga dengan permintaan berhenti secara suka rela akan menjadi catatan sejarah positif dan menginspirasi para kepala daerah lain yang juga beerstatus tersangka.

Demikianlah 5 alasan mengapa saya lebih cenderung dan sangat mendukung agar Mohammad Yahya Fuad secepatnya mengajukan surat pengunduran diri pasca penahanan dirinya oleh KPK. Sehingga Kabupaten Kebumen tidak terlalu lama dipimpin oleh seorang tersangka yang mengendalikan pemerintahan dari balik jeruji besi. Sekali lagi, ini adalah petimbangan obyektif dan rasional, tidak ada unsur suka dan benci, namun demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kemajuan dan ketentraman Kebumen tercinta.

Kebumen, 22 Feberuari 2018
Arief Luqman El Hakiem (Pegiat Media dan Pengamat Kebijakan Publik)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar