Cari Blog Ini

Jumat, 13 April 2018

4 Tahun Penuh Kebencian



Fenomena paling menonjol 4 tahun terakhir ini adalah tumbuh suburnya kebencian di kalangan anak bangsa. Saling bully, caci maki dan saling fitnah menjadi makanan sehari-hari ketika kita membuka media sosial. Pegiat medsos yang kita kenal sebagai netizens terpecah menjadi dua kubu, pro pemerintah dan anti pemerintah, atau tepatnya pro-Jokowi dan pro-Prabowo. Seolah-olah urusan bangsa ini hanya menyangkut keduanya.
Kedua kubu ini sama saja, seringkali menyebar hoax, ujaran kebencian dan konten provokatif. Hanya saja, negara, dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang amanah yang memiliki kewenangan, dengan segala perangkat infrastruktur dan anggaran, menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas kondisi ini. Kesan bahwa pemerintah menerapkan standar ganda dalam penanganan hoax memang tidak bisa dipungkiri. Politik adu domba antar netizens juga nampak sekali dilakukan oleh pemerintah, yaitu ketika beberapa kelompok netizens (selebriti medsos pro-Jokowi) diundang ke istana.
Beberap kalimat dan ungkapan yang sering dilontarkan netizens pro-Jokowi kemudian menjadi trend dan nampak seragam, kesan terencana dan terorganisir jelas sekali disini. Mari kita lihat diantaranya (baca juga : http://islampol.blogspot.co.id/…/hoax-medsos-dan-konflik-so… ),
1. Pindah dari Indonesia
Setiap ada kritikan dan ketidaksepahaman dengan kebijakan pemerintah seringkali dijawab dengan, "Kalau tidak setuju silakan keluar dari Indonesia". Bukankah pengkritik dan yang berbeda pandangan sama-sama anak bangsa yang lahir, besar dan hidup di Bumi Pertiwi. Mengapa setiap kritikan selalu disuruh keluar dari negeri ini ?
2. Nyinyir dan Gagal Move On
Pilpres sudah lama berlalu, namun setiap kritikan dan ketidaksepahaman kepada pemerintah selalu dianggap gagal move on. Siapa sejatinya yang gagal move on ? Sejak era orde lama, orde baru, orde reformasi dan masa pemerintahan SBY, kritikan atas kebijakan pemerintah adalah hal yang biasa, tidak perlu dikaitkan dengan pilpres. Kenapa 3 tahun ini ini setiap kritikan logis selalu dianggap nyinyir dan gagal move on ?
3. Dituduh Pendukung Prabowo
Ini adalah tanggapan yang paling sering kita jumpai. Setiap pengkritik dan yang berbeda pandangan dengan pemerintah selalu ditiduh sebagai pendukung Prabowo, lantas dibawa-bawa pribadi Prabowo. Sempit dan dangkal sekali, kritikan tidak dijawab secara substantif, tapi melebar membahas hal lain yang ga nyambung. Kritikan atas kebijakan pemerintah seperti pencabutan subsidi, kenaikan harga BBM dan TDL, impor beras dan garam, tidak ada hubungannya dengan Prabowo.
4. Membandingkan Prabowo dan Jokowi, Apa Prestasi Prabowo ?
Membandingkan Prabowo dengan Jokowi jelas tidak apple to apple, Jokowi sebagai Presiden, Prabowo adalah rakyat biasa. Kalau mau membandingkan prestasi keduanya maka Prabowo harus jadi presiden dulu, maka akan fair, sama-sama pernah menjadi presiden, baru dibandingkan keduanya selama menjabat. Prabowo adalah seorang tentara, tentu catatan prestasinya bisa dilihat selama karir militernya.
5. Selalu ditanya, "Apa kontribusi dan yang telah dilakukan untuk negara?"
Ini adalah pertanyaan yang aneh, setiap pengkritik selalu ditanggapi dengan pertanyaan, "Apa yang telah dilakukan untuk negara ini?". Tentu saja kontribusi kita semua pada negeri ini sesuai dengan kapasitas dan profesi masing-masing. Mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat juga bagian dari kontribusi buat negeri ini. Bukannya dibahas substansi persoalannya, malah menyimpang kemana-mana.
6. Diserang secara pribadi dan di-bully ramai-ramai
Biasanya ketika sudah mentok diskusi, para netizens pro-Jokowi akan menyerang pengkritik secara pribadi dengan tuduhan yang tidak pantas, di-bully secara keroyokan, kemudian dibuat meme penghinaan.
7. Menimpakan kesalahan kepada pemerintah sebelumnya
Ini juga fenomena baru. Setiap kesalahan dan kekeliruan selalu ditimpakan kepada pemerintahan sebelumnya, baik pada masa orde baru maupun masa SBY. Sementara keberhasilan pembangunan yang notabene sebagai kelanjutan dari pemerintaan sebelumnya selalu diklaim sebagai prestasi era Jokowi. Tidak jarang mereka tampilkan data dan foto yang dikemudian hari tercyduk sebagai hoax.
Nah, perdebatan dan perseteruan netizens pro-Jokowi dan anti-Jokowi ini menghiasi beranda medsos 3 tahun terakhir ini. Situasi seperti ini harus diantisipasi dan dihentikan, sejatinya kelompok yang pro maupun kontra adalah sesama anak bangsa, yang lahir dan besar di rahim Ibu Pertiwi.
Harus ada kesadaran bersama bahwa permusuhan ini tidak berdampak apapun kecuali tumbuh suburnya kebencian, dan mengutungkan pihak asing penjajah yang tidak senang dengan kedamaian Indonesia. Siapapun presidennya, adalah pemimpin kita, apapun hasil pembangunannya, itu yang akan kita nikmati bersama.
Lantas, kenapa energi anak bangsa ini tidak kita gunakan untuk memajukan negeri, mensejahterakan masyarakat dan mengejar ketertinggalan IPTEK ?

Salam GERAX - Gerakan Anti Hoax
Yogyakarta, 6 April 2019
Arief Luqman El Hakiem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar