Cari Blog Ini

Sabtu, 07 April 2018

BANGSAKU... WASPADA, BANGKIT DAN BERSATULAH (Kidung Ibu Pertiwi)

Saudaraku sebangsa dan setanah air…

Apapun agama Anda,
Apapun suku Anda,
Apapun ras Anda,
Apapun warna kulit Anda,
Apapun partai Anda,
Apapun ormas Anda,
Apapun pekerjaan dan profesi Anda…

Dengarkan seruan ini…
72 tahun sudah negeri ini menyatakan kemerdekaannya setalah 350 tahun dan 3,5 tahun dalam cengkraman penjajah. Kemerdekaan bangsa ini diraih dengan tetesan keringat dan darah para pejuang. Dengan tangisan dan cucuran air mata keluarga pahlawan.

Saudaraku sebangsa dan setanah air…

Negeri ini didirikan oleh banyak elemen masyarakat. Indonesia bukan milik satu kelompok masyarakat. Ada Jenderal Sudirman dan KH Hasyim Asy’ari yang mewakili kelompok Muslim. Ada WR Supratman dan Robert Wolter Monginsidi yang mewakili kelompok Kristen. Ada I Gusti Ngurah Rai yang mewakili kelompok Hindu. Dan masih banyak lagi.

Semua kelompok ikut andil dan berkontribusi dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Kelompok Kristen berhak dan wajar mengaku sebagai pendiri negeri ini. Kelompok Muslim pun tidak salah jika mengklaim bahwa Indonesia berdiri dengan iringan shalawat dan takbir.

Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 dan peristiwa 10 November 1945 di Surabaya menjadi bukti bahwa kaum Muslim punya saham besar atas berdirinya republik ini. Jika bukan takbir Allahu Akbar dengan apalagi Bung Tomo membakar semangat arek-arek Suroboyo.

Saudaraku sebangsa dan setanah air…

Indonesia berdiri 17 Agustus 1945, 72 tahun yang lalu. 350 tahun sebelumnya tidak ada negara Indonesia. Belanda, Inggris dan Portugis bukan menjajah Indonesia sebelumnya. Mereka menjajah Nusantara, yang terdiri dari banyak kerajaan dan kesultanan.

Jangan mengada-ada, Pangeran Diponegoro bukan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Dia dan pengikutnya memperjuangkan tanah milik kerajaan Mataram dan makam leluhur yang dirusak karena pembangunan jalan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Diponegoro melawan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.

Panembahan Senopati, Fatahillah dan pasukannya berangkat ke Batavia dan Sunda Kelapa bukan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka dan pasukannya berjuang untuk membebaskan wilayah Mataram dan pelabuhan dari pendudukan Belanda.

Begitu juga dengan Sultan Hasanuddin dari Makassar, Cut Nya Dien dari Aceh, Pattimura dari Maluku, Tuanku Imam Bonjol, Untung Suropati, dan pasukan-pasukan dari Ternate, Tidore, Bima, Banjar, semuanya tidak berjuang untuk Indonesia, melainkan untuk tanah tumpah darah dan keyakinannya.

Saudaraku sebangsa dan setanah air…

Baru pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda Nusantara bersatu dan bersumpah berjuang untuk Indonesia. Lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman untuk pertama kalinya dikumandangkan.

Seluruh elemen pemuda di Nusantara bersumpah untuk bersatu dalam berbangsa, berbahasa dan bertanah air, yaitu Indonesia. Sumpah inilah yang menyatukan bangsa ini dalam satu gerakan besar memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan dari cengkeraman penjajah Belanda.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, akhirnya bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Adalah Soekarno dan Mohammad Hatta yang membacakan teks proklamasi atas nama bangsa Indonesia.

Banyak ujian dan cobaan yang menghampiri negeri ini. Agresi Belanda dan Eropa yang ingin kembali menjajah dan keinginan sebagian kelompok bangsa yang ingin memaksakan kehendaknya. Maka meletuslah perang mempertahankan kemerdekaan, dan perang mempertahankan kedaulatan.

Persatuan bangsa ini pernah diuji dengan berbagai pemberontakan dari sebagian anak bangsa yang tidak puas dengan pemerintah. Puncaknya adalah meletusnya Tragedi Gerakan 30 September 1965 PKI yang ingin memaksakan paham komunis di Indonesia.

Tahun 1998 bangsa Indonesia juga kembali diuji kedewasaan dan kematangannya. Gelombang protes dari mahasiswa dan elemen masyarakat yang menuntut perbaikan sistem politik dan ekonomi sempat mengguncang negeri ini.

Saudaraku sebangsa dan setanah air…

Kini, tahun 2018, bangsa Indonesia kembali diuji sumpah dan janjinya untuk tetap bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kematangan dan kedewasaan bangsa ini menghadapi tantangan yang cukup berat.

Potensi perpecahan dan kerusuhan menghantui perasaan sebagian besar anak bangsa. Caci maki dan saling fitnah antar kelompok suku, agama dan ras berseliweran di media massa. Jika bangsa Indonesia tidak lulus dari ujian kali ini maka habislah riwayat negara yang baru berumur 72 tahun.

Saudaraku sebangsa dan setanah air…

Saya mengingatkan kembali akan Sumpah Pemuda yang diikrarkan para pemuda Nusantara 89 tahun silam. Apapun agama Anda, suku Anda, ras Anda, profesi Anda, kita adalah satu bangsa, satu tanah air, Indonesia…

Kaum Muslim jangan sombong, arogan dan merasa berkuasa karena mayoritas. Kaum non-muslim juga jangan sensitif dan manja, pandai-pandailah menempatkan diri.

Jangan mengomentari kitab suci dan perilaku pemeluk agama lain.
Jangan sekali-kali merendahkan kaum Muslim dengan mengatakan onta Arab, Arab bahlul dan sebagainya.

Islam tidak bisa dipisahkan dari Arab. Karena Nabi Muhammad SAW adalah orang Arab, Al Qur’an yang mulia diturunkan dalam bahasa Arab, sholat hanya sah jika dengan bahasa Arab. Puncak dari rukun Islam yaitu ibadah haji adalah ziarah ke Masjidil Haram di Makkah Al Mukaromah yang berada di Arab. Jadi Islam memang identik dengan Arab.

Dengan ucapan-ucapan onta Arab, Arab bahlul dan sebagainya, berarti Anda sudah merendahkan dan menghina umat Islam. Anda benci Islam atau benci Arab?

Jika Anda membenci Islam, maka Anda sudah mencederai Sumpah Pemuda dan kesepakatan pendiri bangsa. Anda telah melakukan provokasi dan memicu terjadinya perpecahan bangsa ini.

Jika Anda benci bangsa Arab, maka Anda salah besar. Baca sejarah, buka lagi wawasan kebangsaan Anda. Apa yang salah dengan bangsa Arab? Apa Anda pernah dirugikan oleh bangsa Arab? Jangan memperkeruh keadaan dengan caci maki dan ucapan yang merendahkan.

Dalam sejarah bangsa Indonesia, bangsa Arab adalah sahabat yang datang secara baik-baik ke Nusantara. Mereka berdagang untuk kemudian membaur dengan pribumi Nusantara. Berbeda dengan bangsa Eropa dan Jepang. Portugis dan Belanda yang jelas-jelas datang dengan kesombongan dan niat buruk untuk menguasai Nusantara.

Bangsa Eropa-lah yang telah menjajah Anda dan kita semua selama lebih dari 350 tahun. Merekalah yang layak Anda benci dan caci maki. Bangsa Eropa-lah yang telah mengeruk kekayaan alam Indonesia. Yang menjadikan bangsa ini miskin dan terbelakang, karena dijajah lebih dari tiga abad.

Saudaraku sebangsa dan setanah air…

Jangan meragukan komitmen umat Islam dalam janji dan sumpah. Jangan ajari Muslim Indonesia tentang toleransi. Sejarah mencatat, kaum Muslim Indonesia adalah kelompok yang paling toleran dan moderat.

Namun jangan coba-coba mengusik dan mencampuri urusan agama Islam. Akibatnya akan fatal.

Kepada saudarku sesama Muslim di tanah air…

Terkait Aksi Bela Islam atas kasus penistaan agama dalam puisi Ibu Indonesia yang dibacakan oleh Sukmawati Soekarnoputri, maka seruan saya adalah sebagai berikut ;

1. Aksi demontrasi dan turun ke jalan adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat yang dilindungi undang-undang. Saling menghormati dan menghargai, tidak perlu ada benci dan saling mencaci-maki.

2. Kelompok yang ikut maupun tidak ikut aksi adalah sama-sama Muslim, semuanya saudara, anak bangsa yang lahir dalam naungan ibu Pertiwi. Jangan memaksa dan membenci yang tidak mau ikut aksi. Hormati prinsip masing-masing, saling menjaga ketertiban dan kedamaian.

3. Jangan saling mengeluarkan komentar yang provokatif dan fitnah. Jangan menuduh tanpa dasar dan informasi yang akurat. Tetap fokus dan jaga aksi tersebut pada niat awal, yaitu menegakkan supremasi hukum di Indonesia. Bahwa tidak ada satupun orang di negeri ini yang kebal hukum.

4. Kepada Panglima TNI dan Kapolri, bahwa mereka melakukan Aksi Bela Islam adalah anak bangsa, bagian dari masyarakat Indonesia, bukan musuh dan teroris. Perlakuan mereka selayaknya saudara. Jaga mereka agar tidak ditunggangi dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

5. Kepada aparat penegak hukum, tegakkan hukum setegak-tegaknya, tegakkan keadilan seadil-adilnya. Jangan ragu jangan pandang bulu. Jika hukum tidak ditegakkan maka bangsa ini akan hancur dan musnah.

Hancurnya bangsa-bangsa terdahulu karena hukum tidak ditegakkan secara adil. Jika ada penguasa dan orang kuat yang bersalah hukum lambat menindak dan tumpul, namun jika rakyat kecil yang bersalah buru-buru hukum ditegakkan dengan tajam.

Saudaraku sebangsa dan setanah air…

Akhirnya, marilah kita jaga bersama keutuhan bangsa ini dengan salah menahan diri dari rasa benci dan caci maki.

Hentikan permusuhan, curiga, dan perdebatan yang tidak produktif. Lakukan hak dan prinsip masing-masing dengan saling menghormati dan menghargai.

Waspadai musuh dari luar yang setiap saat akan memanfaatkan situasi untuk keuntungan sendiri. Jaga persatuan, jaga kekayaan alam, jaga generasi penerus dari perpecahan…

Yogyakarta, 21 Rajab 1439 H / 7 April 2018 M
Salam Damai Indonesia Koe
Arief Luqman El Hakiem (Bhayangkara Indonesia News/ Maspolin / Blogger Polri).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar