Cari Blog Ini

Minggu, 17 Juni 2018

HANYA KELICIKAN YANG BISA MENGALAHKAN DIPANEGARA

Siapa tidak tahu Pangeran Diponegoro (Dipanegara), bernama kecil Raden Ontowiryo, putra sulung Sultan Hamengku Buwono III yang lebih memilih hidup di luar keraton, daerah Tegalrejo, sekitar 7 kilometer dari Keraton Yogyakarta.

Seorang panglima perang, santri dan negarawan besar. Ahli strategi dan pemimpin Perang Jawa (Java Oorlog) yang sangat masyhur dalam sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda (VOC). Pangeran Diponegoro banyak menghabiskan waktunya di wilayah Kebumen selama Perang Jawa (1825-1830).

Namun sejarah juga mencatat, DIPANEGARA adalah korban kebusukan dan kelicikan, korban pengkhianatan dan kecurangan. Dipanegara adalah korban konspirasi dan permufakatan jahat antara pribumi pengkhianat dan penjajah keparat, Belanda (VOC).

PANGERAN DIPONEGORO BISA DITANGKAP, JUSTRU SETELAH DIJEBAK DI MEJA PERUNDINGAN

Perang adalah tipu muslihat..!

Pangeran Diponegoro pun tertipu! Ia diajak berunding oleh penjajah Belanda. Ketika beliau datang, muncul dari persembunyiannya, tanpa senjata, ia langsung ditangkap.

Tak ada meja perundingan seperti yang dijanjikan. Yang ada "Jebakan Batman".

Belanda menyebutnya "Gefangennahme von Prinz Diponegoro". Beliau ditangkap oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock pada 28 Maret 1830.

Perang Jawa yang berjalan lima tahun(1825- 1830), dipimpin langsung Pangeran Diponegoro yang bersurban dengan pekik "Allahu Akbar" ini, mampu menggerakkan perlawanan rakyat Jawa.

Lima tahunan Jawa membara. VOC terancam bangkrut. Hutang luar negeri semakin banyak. Cuma dengan kecurangan beliau bisa dikalahkan.

Sejarawan De Steurs mencatat dari pihak Belanda jatuh korban 12.749 serdadu yang meninggal di rumah sakit. Serta 15.000-an orang tewas dan hilang dalam pertempuran. Sekitar 8000 di antaranya adalah tentara yang langsung didatangkan dari Negeri Belanda.

Perang ini mengerikan dan berbiaya besar. Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan uang f.5.000.000 (lima juta gulden) setiap tahun. Biaya paling besar adalah untuk bahan makanan dan upah pegawai.

Karena begitu besarnya pengeluaran, Komisaris Jenderal De Bus de Gisignies menekan Jenderal De Kock agar melakukan penghematan dan segera mengakhiri perang. Saat itu, pemerintah Hindia Belanda sudah defisit f. 18.000.000 (18 juta gulden).

Menanggapi tekanan Du Bus, De Kock seperti dicatat E.S de Klerk, menjawab: “Kami berperang ini tidak hanya melawan pemberontak Pangeran Diponegoro saja, akan tetapi kami melawan seluruh rakyat Jawa yang jumlahnya dua juta.”

Pemberontakan Diponegor ini, oleh sejarawan Belanda disebut "Java Oorlog" (Perang Jawa) adalah perang dahsyat yang melelahkan kedua belah pihak.

Akhirnya, ya itu tadi, Pangeran Diponegoro, bisa dikalahkan hanya dengan tipu muslihat.

Pangeran yang juga Ulama yang disegani ini, setelah ditangkap, kemudian ia diserahkan kepada penguasa saat itu, Jenderal De Kock.

Jenderal jangkung, kurus dan kerempeng ini paling sok-sok-an: penuh pencitraan terhadap kaum pribumi, seolah-olah ia berada di pihak rakyat. Tapi sejatinya ia adalah penjajah ulung yang selalu tebar fitnah, hoax dan aksi tipu-tipu.

Pangeran Diponegoro yang dicintai rakyat, bahkan diframing sedemikian rupa hingga akhirnya ia dibenci rakyat Jawa.

Begitulah perang ..!

Awal Kemerdekaan RI, penyair Melayu, Tan Malaka berseru: "Tuan rumah tak akan berunding dengan maling yang mau menggarong rumahnya."

Jangan pulang dulu dalam perang dan jangan gampang termakan iming-iming pihak penguasa. Karena perang adalah tipu muslihat. Tak cuma playing victim. Tapi segala cara akan digunakan penguasa untuk memadamkan perlawanan rakyat dalam aksi bela ulama, Pangeran Diponegoro.

Belajarlah pada tragedi Pangeran Diponegoro di Jawa abad ke-19 lalu, yang hanya bisa dikalahkan karena dikhianati dan ditipu oleh penguasa kafir.

Pelajaran dari kelicikan penjajah Belanda, dipahami betul oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. Beliau tidak pernah mau berdamai dan berunding dengan penjajah Belanda. Meski harus bergerilya, terlunta-lunta keluar masuk hutan diatas tandu, Pak Dirman tetap melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Pak Dirman juga seorang panglima perang, ahli strategi dan seorang santri bahkan ulama besar yang selalu shalat di awal waktu.

Pak Dirman tidak pernah mau berunding dan berkompromi dengan penjajah. Pak Dirman juga tidak pernah ditangkap dan tidak pernah mengendurkan perlawanan. Pilihannya jelas, merdeka atau mati !

Perang, bagaimanapun.. adalah tipu muslihat ..!

Dan politik adalah perang total, yang menguras banyak energi. Fisik, mental, darah bahkan nyawa dan air mata.

Jadi politik pun penuh tipu muslihat, kecurangan dan kelicikan !

Pakar hukum tata negara, Dr. Refly Harun, memprediksi bahwa pemilu /Pilpres 2019 akan menjadi gelaran perang politik paling curang dalam sejarah Indonesia. Akan menjadi pertarungan licik, selicik-liciknya. Dan yang paling berpotensi berbuat curang serta licik adalah penguasa. Karena mereka memiliki segala sarana dan prasarana untuk curang.

Waspada, para politisi dari kelicikan dan tipu muslihat musuh !!!

Selamatkan Indonesia dari politisi busuk dan licik !!!

#2019Pilpres
#2019RakyatBebasMemilih
#KamiTidakTakut
#KamiTidakBodoh
#KamiTidakDiam

Arief Luqman El Hakiem
Pegiat Media dan Pemerhati Kebijakan Publik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar